Presiden Jokowi menggratiskan vaksin dan itu membuat publik lega. Jika kata ‘publik’ terlalu besar, maka paling tidak kabar itu membuat Randy, sahabat saya, jadi bisa sedikit tersenyum.
Betapa tidak, ketika informasi soal vaksin berbayar ini muncul di layar ponselnya dan bertebaran di media sosial, ia lunglai. Ia harus mengkalkulasi berapa besaran biaya yang harus ia keluarkan untuk dirinya, ibunya dan dua adiknya.
Hitungan sederhana begini: jika satu vaksin seharga paling murah 500 ribu-1 juta untuk satu dosis, maka ia dari sekarang harus menyiapkan duit untuk vaksinasi di angka 2-4 juta. Angka itu belum termasuk biaya-biaya di rumah sakit dan tetek bengek lain yang bisa jadi membuat angka prediksi itu membengkak.
Apakah itu murah? Bisa jadi, tapi bagi Randy itu berarti ia harus bekerja lebih keras dan mendapatkan duit tambahan lebih banyak lagi.
Dan, pandemi bagi Randy adalah waktu yang buruk untuk cari tambahan penghasilan. Tidak dipecat dan masih bekerja saja sudah disyukuri di tengah banyak kawan-kawan kami yang justru kesulitan.
Maka, ketika ada informasi terkait komersialisasi vaksin, ia meradang dan mengutuk: tega-teganya pemerintah membisniskan vaksin, membuat vaksin jadi komersial itu jahat sekali.
Kejahatan yang dilakukan oleh negara, anda tahu, lebih berbahaya daripada virus yang paling mematikan sekalipun dalam sejarah manusia. Virus memang dapat membunuh manusia, tapi ketika ditemukan vaksin, bisa jadi virus itu akan kalah. Tapi jika kejahatan itu dilakukan secara sengaja oleh negara, maka sulit sekali untuk mengalahkannya. Alasannya bisa politik, ekonomi dan apa pun itu.
Apalagi, ukuran seorang manusia, kata filsuf Plato, ditentukan dengan apa yang dia lakukan dengan kekuasaan. Dan, ketika manusia bernama negara secara melakukan kejahatan lewat kekuasaan yang telah diamanahkan kepada mereka, maka apa yang seharusnya kita lakukan?
Kita layak marah, Randy layak marah. Pasca kedatangan 1,2 juta vaksin dalam kuartal pertama gelombang vaksin ke Indonesia beberapa waktu lalu, kita justru dibuat jengkel dengan pernyataan-pernyataan ajaib adanya komersialisasi vaksin.
Ya, anda tidak salah baca. Komersialisasi vaksin menjadi persoalan yang krusial dan sepertinya akan dilakukan oleh pemerintah jika tidak ada desakan publik yang nyaring untuk melakukan penolakan.
Satu hal yang pasti, kita semua harus divaksin sebab itu dianggap satu-satunya jalan untuk memutus virus. Dan, setelah desakan itu, Jokowi akhirnya menggratiskan vaksin, negara akhirnya mendengar suara publik.
Ya, satu-satunya jalan menghentikan virus covid-19 ini ya vaksin, negaranya menggratiskannya. Apalagi sejak awal pandemi Pemerintah Joko Widodo kelihatan gagap memanfaatkan peluang yang ada untuk mencegah pandemi. Hal ini diperparah oleh kepentingan politik ekonomi yang mengorbankan kesehatan publik.
Jadi, keputusan Jokowi menggratiskan vaksin sudah tepat. aksin Covid-19 untuk masyarakat adalah gratis. Sekali lagi gratis tidak dikenakan biaya sama sekali,” ujar Jokowi. “Saya juga ingin tegaskan lagi, nanti saya yang akan menjadi penerima pertama, divaksin pertama kali. Hal ini untuk memberikan kepercayaan dan keyakinan kepada masyarakat bahwa vaksin yang digunakan aman,” tambahnya.
Hari ini dapat saya sampaikan bahwa vaksin Covid-19 untuk seluruh warga masyarakat adalah GRATIS. Dan saya akan menjadi yang pertama menerima vaksin.
Tidak ada alasan masyarakat tidak mendapatkan atau meragukan keamanan vaksin. pic.twitter.com/BnSbbkq3Zj
— Joko Widodo (@jokowi) December 16, 2020
Dan saya, Randy dan 240 juta lebih warga Indonesia kini bisa berbangga, negara kita sejajar dengan negara-negara lain seperti Kanada, Singapura, Jerman dan lain-lain yang melakukan hal yang sama. Begitu.