Setelah Berjuang Lama, Aliran Kepercayaan Boleh Cantumkan Kolom Agama di KTP

Setelah Berjuang Lama, Aliran Kepercayaan Boleh Cantumkan Kolom Agama di KTP

Setelah Berjuang Lama, Aliran Kepercayaan Boleh Cantumkan Kolom Agama di KTP
Parmalim, salah satu agama lokal yang banyak dianut oleh suku Batak. Putusan MK membuat mereka tidak lagi didiskriminasi

Diskriminasi aliran kepercayaan dan agama lokal di kolom KTP yang sudah bertahun-tahun terjadi kini tidak akan terjadi lagi. Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan permohonan uji materi pasal 61 ayat (1) dan pasal 64 ayat (1) tentang UU Administrasi Kependudukan. Amar Putusan ini dibacakan oleh MK pada Selasa (7/11).

Pasal diskriminatif ini diajukan oleh empat orang pemohon beraliran kepercayaan. Empat Pemohon ini yaitu Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim. Mereka merasa bahwa dalil dan pasal yang ada diskriminatif dan bertentangan dengan prinsip negara hukum dan asas kesamaan warga negara di hadapan hukum.

Akibatnya, kolom agama di elektronik KTP (e-ktp) yang harusnya tertulis kepercayaan mereka tidak dicantumkan oleh petugas administrasi setempat. Dalih yang dipakai, agama lokal ataupun aliran kepercayaan tersebut tidak masuk ke dalam agama-agama yang resmi diakui oleh negara.

Hal ini tentu saja merepotkan sebab meniadakan hak individu sebagai warga negara. Bagi pemerintah, tentu merupakan pelanggaran. Sehingga dinilai bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

“Hal tersebut semata-mata penegasan tentang kewajiban negara untuk memberikan pelayanan kepada setiap warga negara sesuai dengan data yang tercantum dalam database kependudukan yang memang merupakan tugas dan kewajiban negara,” tambah Hakim MK, Saldi Isra, sebagaimana dikutip Antara (08/11).

MK juga mengatakan bahwa penganut kepercayaan aliran dan agama lokal harus tetap dilayani sebagai bagian dari bentuk pelayanan negara terhadap masyarakatnya.

“Karena hal ini bertentangan dengan prinsip atau gagasan negara hukum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai termasuk kepercayaan’,” tutur Saldi.