Sering Melafalkan Alhamdulillah, Apa Maknanya?

Sering Melafalkan Alhamdulillah, Apa Maknanya?

Sering Melafalkan Alhamdulillah, Apa Maknanya?

Dalam kegiatan sehari-hari, terutama ketika sedang mengalami nasib mujur, kita sering mengucapkan alhamdulillah yang artinya segala puji bagi Allah SWT. Dalam lafal alhamdulillah ini, kita temukan kata al-hamd yang berarti pujian. Dalam bahasa Arab ada beberapa kata yang mengandung makna memuji, yaitu, pertama al-hamd, dari kata hamida-yahmadu-hamdan; kedua, ats-tsana; ketiga, as-syukr dan keempat, al-madh.

Apa fitur-fitur makna yang membedakan keempat kata tersebut dalam bahasa Arab? Empat kata ini semuanya memang memiliki arti pujian. Kendati memiliki arti yang sama, yakni pujian, al-hamd memiliki fitur makna yang berbeda dengan ketiga kata lainnya.

al-hamd berarti memuji sesuatu atau seseorang untuk sifat-sifat baik yang berdasarkan kepada ikhtiyari atau berdasarkan kepada usaha-usaha yang dilakukan oleh orang yang dipuji untuk dikategorikan sebagai yang layak dipuji; sedangkan al-madh memiliki fitur makna memuji sesuatu atau seseorang untuk predikat-predikat yang ghoir ikhtiyari atau bukan berdasarkan kepada usaha dan ikhtiar.

Misalnya, memuji bunga mawar karena warnanya yang merah dan indah merupakan contoh pujian tentang sesuatu yang didasarkan kepada kategori ghoir ikhtiyari ini. Artinya, mawar itu merah bukan karena kehendaknya, atau bukan karena ikhtiarnya sendiri untuk menjadi merah melainkan karena memang bunga mawar sudah tercipta merah dan indah.

Contoh lain, memuji seseorang yang tampan atau cantik bukan jika ditinjau berdasarkan kategori al-hamd dan al-madh termasuk kepada kategori pujian yang bersifat ikhtiyari. Hal demikian karena ketampanan atau kecantikan itu terjadi bukan karena kehendak yang dipuji melainkan karena ia teranugerahi kecantikan atau ketampanan atau memang karena sudah tercipta seperti itu sebelumnya.

Ketampanann dan kecantikan sudah merupakan anugerah dan karena itu ia tidak berusaha keras untuk menjadi tampan dan cantik. Dengan demikian, jika ada seseorang yang sebenarnya secara wajah tidak cantik, lalu berusaha keras untuk menghias dirinya dengan operasi plastic dan lain-lain misalnya kemudian kita memujinya, maka pujian tersebut disebut al-hamd.

Sedangkan kata ketiga yang merujuk kepada makna pujian ialah ats-tsana. Kata ats-tsana dapat diartikan sebagai pujian yang bersifat umum, baik yang ikhtiyari maupun yang ghair ikhtiyari (baik pujian yang didorong oleh usaha maupun didorong oleh kodrat). Sedangkan as-syukur sebenarnya maknanya lebih ke arah rasa terimakasih kepada perbuatan orang lain kepada kita. Atau jika kita kaitkan dengan bahasan mengenai pujian, syukur lebih spesifik lagi maknanya, yakni pujian untuk kebaikan orang lain kepada diri kita. Jika kita memuji kebaikan seseorang yang dilihat secara umum, pujian itu dapat dinamakan al-hamd. Tapi bila kita memuji karena kebaikan seseorang yang khusus ditujukan kepada kita, itu dinamakan as-syukur.

Dalam surat al-Fatihah, dalam penggunaan kata yang merujuk kepada pujian, Allah menggunakan kata al-hamd. Alif lam dalam kata al-hamd dalam bahasa Arab menunjukkan arti li al-istigraq, yang artinya meliputi segala sesuatu. Bila diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, alif lam itu adalah the. Jika dikaitkan dengan the, kata al-hamd merupakan isim ma’rifat yang dalam bahasa Arab menunjukkan definiteness, sesuatu tertentu. Alif lam juga dalam bahasa Arab dapat menunjukkan arti semua. Al-hamd dapat diartikan semua pujian atau segala puji. Dengan demikian, dengan adanya alif lam yang menunjukkan makna li al-istigraq tersebut sebelum hamd, kata al-hamd tentunya mencakup segenap pujian baik yang ikhtiyari, ghair ikhtiyari, maupun yang bermakna syukr.

Pertanyaannya kemudian kenapa Allah SWT menggunakan kata al-hamd bukan al-madh? Kenapa pula tidak digunakan-Nya kata as-syukr.

Tentu jawabannya ialah karena sifat-sifat yang terdapat pada Allah atau kebaikan-kebaikan-Nya bukanlah bersifat ghair ikhtiyari. Kita memuji Allah karena Allah berbuat baik kepada kita, karena sesuatu yang sangat ikhtiyari. Allah sudah memilih untuk berbuat baik kepada kita. karena itulah, kita mengucapkan Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Dalam bahasa yang agak vulgar yang digunakan oleh Ibnu Arabi dalam Fushush al-Hikam, Allah itu menyembah kita dulu baru kita menyembahnya dan Allah itu memuji kita terlebih dahulu baru kita memuji-Nya (abadani rabbi fa a’buduhu wa hamidani rabbi fa ahmaduhu).

Pertanyaan selanjutnya, lalu apa makna partikel lam dalam al-hamdu lillah? Partikel lam dalam frase lillah sangatlah sulit untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia hanya dengan satu kata saja. Hal demikian karena bila kita menerjemahkan dalam satu kata saja, berarti fitur-fitur makna lainnya yang terkandung dalam lam sebagai huruf jar ini akan hilang. Inilah letak kesulitan kita dalam menerjemahkan, terutama penerjemahan dari bahasa Arab. Belum lagi dalam penerjemahan biasanya kita sering menemukan adanya manipulasi terjemahahan sesuai ideologi kita; kita masukkan paham kelompok kita dalam terjemahan.

Kita simak satu persatu makna lam yang disajikan dalam bahasa Arab; Pertama, lam menunjukkan arti lil-milki atau kepemilikan. Jadi, segala al-hamd (pujian) itu kepunyaan Allah. Tidak seorang pun yang berhak untuk dipuji, kecuali pujian itu hanya berhak ditujukan untuk Allah saja. Manusia tidak berhak. Mawar yang indah pun tidak berhak mendapat pujian dan seluruh pujian itu milik Allah.

Kedua, lam juga memiliki arti li al-ghayah, yakni untuk menunjukkan tujuan. Kita menerjemahkannya dengan kata “untuk”. Lillah di situ maksudnya adalah “untuk Allah.” Berarti kepada siapapun kita memuji, tujuan akhirnya adalah untuk Allah. Kalau kita memuji orang yang cantik, ujung-ujungnya pujian itu untuk Allah karena Allah lah yang membuat dia cantik. Atau kalau kita memuji sesuatu, hendaklah tujuan kita pada akhirnya adalah pujian untuk Allah SWT.

Oleh karena itu, melalui makna lam yang disandingkan setelah kata al-hamd inilah Syeikh Makarim Shirazi dalam kitab al-Amthal mengatakan bahwa dalam lafal al-hamdulillah sebenarnya terdapat petunjuk mengenai tauhid yang disebut tauhid dzat, tauhid sifat dan tauhid af’al.