Self Love, Self Care, Self Healing, dan Sel Reward: Mulai dari Diri Sendiri

Self Love, Self Care, Self Healing, dan Sel Reward: Mulai dari Diri Sendiri

Self Love, Self Care, Self Healing, dan Sel Reward: Mulai dari Diri Sendiri
Gambar oleh amrothman dari Pixabay

Isu kesehatan mental atau mental health kerap diangkat sebagai isu darurat menurut generasi Z dan Alfa. Generasi ini mulai sadar pentingnya kesehatan psikologis. Hal ini tampak pada munculnya istilah-istilah baru untuk mempermudah seseorang dalam mengenali faktor dan penyebab seseorang merasakan keresahan dan kecemasan dalam dirinya, terutama kisaran usia 20-an yang sering disebut Quarter Life Crysis. Istilah yang banyak digunakan antara lain: self love, self care, self reward, healing, dan sebagainya.

Generasi hari ini sudah melek pentingnya kesadaran diri (self awareness) dan bagaimana menghargai diri sendiri. Ini merupakan perkembangan yang baik untuk peningkatan sumber daya manusia.

Namun, pernahkah kita bertanya mengapa harus dimulai dari diri sendiri? Dan, mengapa harus selesai dengan diri sendiri sebelum orang lain? Ternyata Islam telah mengajarkan hal tersebut. Firman Allah Surah As-Shaf ayat 2 dan 3:

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ ما لا تَفْعَلُونَ ۝ كَبُرَ مَقْتاً عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا ما لا تَفْعَلُونَ ۝

 (Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (itu) sangat dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan)

Ayat ini mengandung makna bahwa sebelum berurusan dengan orang lain, baiknya kita sendiri telah selesai dengan urusan tersebut. Misalnya ketika kita ingin orang lain memahami kita, kita juga harus berusaha memahami mereka. Walhasil, ketika kita nekat menasihatinya untuk memahami kita, sedangkan kita tidak melakukannya, orang lain akan mengabaikan nasihat dari kita. Habib Husein Ja’far Al-Hadar –dalam buku “Seni Merayu Tuhan”- mengungkapkan, “Siapa yang belum selesai dengan dirinya, tak akan pernah bisa menyelesaikan urusan orang lain”.

Nabi SAW bahkan menjelaskan bahwa jihad yang paling berat dan besar adalah memerangi hawa nafsu daripada musuh di luaran. Hal ini mengandung makna tersirat bahwa diri sendiri perlu diperhatikan dan dipedulikan sebelum orang lain.

Sehingga penting bagi kita untuk mengetahui siapa diri kita melalui self love. Karena hal itu bisa mengantarkan kita dalam mengenal Tuhan kita. Ketika kita tahu bahwa diri kita bisa merasakan capek dan butuh istirahat, di situlah kita mengenal bahwa Tuhan sangat care kepada kita sehingga Dia mengirimkan sinyal berupa rasa letih supaya kita beristirahat. Ini sekaligus menunjukkan bahwa kita sosok yang lemah di hadapan Tuhan sehingga kita terus mengharap Rahmat-Nya. Seperti maqolah yang masyhur,

مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ

Setelah mengenal dan menerima diri sendiri, penting pula untuk peduli terhadap kebutuhan diri melalui self care. Seperti rasa lelah yang merupakan sinyal bahwa diri kita sudah cukup bekerja dan membutuhkan istirahat atau stres yang merupakan sinyal bahwa kita perlu asupan batin. Termasuk mempertahankan kesehatan mental kita melalui self healing. Kita terus menyelami diri kita dan menemukan mutiara di dalamnya. Sehingga kita pandai bersyukur dan merasa bahagia.

Selain itu, kita juga harus pandai-pandai memberi penghargaan pada diri kita sebagai rasa syukur melalui self reward. Tidak melulu berupa barang, self reward bisa dilakukan dengan memberi afirmasi positif untuk pikiran kita dan ucapan selamat atau terima kasih untuk menghargai diri kita. Nabi Agumg Nabi Muhammad SAW menjadikan salat beliau sebagai bentuk self reward kepada Tuhan atas karunia-Nya. Yang perlu diperhatikan sebuah self reward adalah pengendalian diri, tidak sampai melewati batas. Misalnya, memuaskan nafsu kita yang buruk dengan alibi self reward.

Dengan memperhatikan dan memenuhi hak dan kewajiban diri kita, kita menjadi lebih tenang dan bersyukur. Sehingga orang lain pun bisa menangkap aura positif dari diri kita. Dikatakan dalam maqolah Arab,

فَاقِدُ الشَّيْءِ لَايُعْطِيْهِ

 “Orang yang tidak memiliki sesuatu, tidak mungkin bisa memberikan sesuatu.”

Oleh karena itu, orang yang belum merasakan bahagia, tidak bisa membahagiakan orang lain, karena kebahagiaan merupakan tanggung jawab diri sendiri dan harus dimulai dari dalam diri. Dengan memiliki self awareness, kita bisa memberikan aura positif bagi orang lain dan turut andil dalam menciptakan lingkungan yang positif pula.

Itulah mengapa memperhatikan diri sendiri bukan termasuk dari keegoisan atau ketidak acuhan terhadap orang lain. Namun hal tersebut merupakan karakter pribadi seorang muslim yang mengamalkan ajaran Islam dengan sepenuhnya, yaitu tidak berat di satu sisi ataupun di sisi lain, karena sejatinya kehidupan itu berimbang. Oleh karena itu, mari sayangi diri kita dengan mengamalkan amalan yang dapat menuntun kita ke surga-Nya dan menjauhi amalan yang menjerumuskan kita pada api neraka.

Wallahu a’lam.

(AN)