Potongan video tentang pembubaran Departemen Sosial (kini Kementerian Sosial) oleh Presiden Keempat Republik Indonesia Abdurrahman Wahid alias Gus Dur viral di jagat maya. Video ini diunggah ulang oleh warganet sebagai respon atas kasus dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19 yang melibatkan oknum pejabat tinggi Kementerian Sosial. Tak tanggung-tanggung, Menteri Sosial (Mensos) Juliari P. Batubara sendiri menjadi salah satu dari lima tersangka dalam kasus tersebut.
Baca juga: Ada yang Korupsi di Masjid, Memangnya Islam Mengajarkan Korupsi?
Pagi belum sempat sarapan, berita dugaan korupsi bansos Covid-19 yang menjadi headline di sejumlah media massa membuat saya menelan ludah, kegetiran menjalar sepanjang kerongkongan. Belum hilang keheranan atas kasus korupsi yang menjerat Menteri Perikanan dan Kelautan Edhy Prabowo, kini pucuk pimpinan kementerian yang semestinya mengayomi masyarakat menunjukkan taring pengkhianatannya.
Atas dua kejadian itu, kita sungguh boleh kecewa bahkan putus asa. Tapi toh, hidup harus tetap hidup, betapapun cahaya acap kali redup dan kita belum sempat mengisi daya lampu emergency. Di tengah silang sengkarut kasus korupsi yang tiada henti, keputusasaan pelan-pelan melunak saat saya menyimak video utuh wawancara Gus Dur dengan jurnalis televisi Andy F. Noya dalam program Kick Andy yang tayang pada tahun 2012 silam.
Dalam wawancara tersebut, banyak hal yang bisa kita pelajari sekaligus renungkan hari ini berkenaan dengan sikap Gus Dur sebagai guru bangsa, alih-alih sekadar presiden. Mulai dari alasannya membubarkan Departemen Sosial yang terasa relevan hari ini hingga peran aktifnya sebagai suami dan ayah dalam keluarga.
Pertama, Keberpihakannya pada Masyarakat
Sebagaimana yang berulang kali beliau sampaikan sebagai jawaban atas pertanyaan Andy F. Noya, sejarah akhirnya membuktikan, betapa tak ternilainya rasa cinta Gus Dur terhadap bangsa Indonesia. Beliau naik ke tampuk kepemimpinan tertinggi saat Indonesia menghadapi masalah serius, kelompok-kelompok separatisme muncul di berbagai daerah.
Masa jabatannya yang singkat disibukkan dengan mengunjungi berbagai daerah, menggagas dialog persatuan dan kebangsaan. Cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) itu bertekad mempertahankan integrasi wilayah Indonesia. Beliau berdialog dengan masyarakat dari berbagai suku, agama dan/atau penghayat kepercayaan, serta ras. Selama 20 bulan menjabat, lawatan Gus Dur ke daerah tercatat sebanyak 80 kali.
Safari daerah yang menelan biaya hingga 52,7 Miliar itu bukan tak jadi soal, Gus Dur dituding memanfaatkan jabatannya sebagai presiden untuk keliling Indonesia. Menanggapi tudingan itu, jawaban Gus Dur justru membuat saya tertawa. “Halah nanti sejarah kan akan membuktikan. Eksistensi Indonesia sebagai satu negara harganya jauh lebih tinggi. Kalau nggak kan (uangnya) udah dipakai oleh orang-orang brengsek itu,” ujarnya.
Selanjutnya, terkait pembubaran Departemen Sosial dan Departemen Penerangan pada masa pemerintahannya, Gus Dur pun memberikan jawaban logis dengan gaya khasnya yang humoris. Menurut Gus Dur, keberadaan Departemen Sosial yang seharusnya mengayomi masyarakat menjadi tidak relevan karena justru korupsi besar-besaran terjadi di institusi ini. Lelaki kelahiran Jombang itu memberi analogi jenaka sekaligus tepat sasaran untuk menggambarkan korupsi di tubuh Departemen Sosial, “Tikusnya sudah menguasai lumbung”.
Selain membubarkan Departemen Sosial, Gus Dur juga meniadakan Departemen Penerangan, institusi itu disebutnya membungkam kebebasan berpikir masyarakat. Kebijakan ini pun berdampak baik bagi kebebasan pers yang sebelumnya tak bertaring. Namun, seiring penetapan kebijakan tersebut, konten pornografi juga meningkat. Terkait itu, tanggapan Gus Dur sungguh melampaui zamannya. Beliau percaya, masyarakat bisa menjalankan peranannya sebagai pengontrol informasi yang beredar, tak terkecuali konten-konten tak senonoh. Sehingga keberadaan institusi pemerintah terkait hal itu tak dibutuhkan.
“Diapa-apakan saya bekerja menurut Undang-Undang Dasar (UUD), Undang-Undang menjamin kebebasan berpikir, dan itu hanya mungkin kalau Departemen Penerangan nggak ada,” tegas Gus Dur.
Kedua, Melampaui Zaman
Banyak pihak menyebut Gus Dur sebagai sosok kontroversial lantaran ia berpikir dan bertindak melampaui zamannya. Musisi Ahmad Dhani mengatakan, masyarakat Indonesia belum siap dipimpin oleh sosok yang terlalu maju seperti Gus Dur. Pikiran dan tindakan Gus Dur yang melampaui zaman kiranya tercermin dari keputusannya mencabut TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1996 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme. Bagi sebagian orang, kebijakan itu menimbulkan kesan pembelaan terhadap orang-orang eks-PKI.
Namun, bukan Gus Dur jika tak punya pijakan progresif. Menurutnya, mengucilkan PKI bukan tugas negara. Pemisahan agama dari negara menjadi tidak berarti apa-apa jika negara mengatur segala hal. Bagi Gus Dur, pencabutan TAP MPRS itu menjadi salah satu jalan mengukuhkan Bhinneka Tunggal Ika.
Sementara itu, kendati mendiang Gus Dur bersikukuh pelengseran dirinya dari kursi kepresidenan tahun 2001 silam sebagai tindakan inkonstitusional, namun beliau mengaku tidak menyimpan dendam pada siapapun. Setelah lengser, Gus Dur tetap menjalin silaturahmi dengan orang-orang yang disebut berperan menjatuhkannya.
Terkait kaos oblong dan celana pendek yang digunakan Gus Dur di depan Istana Negara menjelang detik-detik kejatuhannya, putri keduanya, Yenny Wahid menjelaskan, sikap itu dipilih Gus Dur untuk memantik masyarakat berpikir mengenai hal substansial, tidak hanya melihat bungkus atau tampilan luarnya saja. Sementara dalam buku Biografi Gus Dur (LKiS, 2020), Greg Barton menceritakan bahwasanya peristiwa di depan Istana Negara itu terjadi selepas Gus Dur berolahraga, sehingga pakaian yang dikenakannya sedemikian rupa.
Ketiga, Santri dan Suami Tawaduk
Gus Dur sempat menceritakan, beliau mantap menjadi presiden lantaran permintaan lima orang sesepuh yang tak disebutkan namanya. Sebagai santri, Gus Dur mengaku bahkan jika para sesepuhnya itu menyuruh masuk ke dalam kobaran api, beliau pasti melaksanakannya. Membantah perintah kiai sepuh tak pernah ada dalam kamus kesantrian Gus Dur, sebagaimana juga kita ketahui berlaku hingga kini.
Baca juga: Haruskah HTI Dibubarkan?
Sisi lain Gus Dur selain pembubaran Departemen Sosial yang patut diteladani ialah peran aktifnya sebagai seorang suami dalam pengasuhan anak. Istrinya, Shinta Nuriyah, selalu terkenang masa-masa di mana Gus Dur lah yang pertama kali menggendong bayinya saat menangis. Beliau mengambil sang bayi dari tempat tidurnya untuk kemudian disusui Shinta. Setelah bayi tersebut kenyang dan tertidur, Gus Dur juga yang bernisiatif menggendongnya kembali ke kotak tempat tidur bayi. Beliau berlaku demikian terhadap keempat buah hatinya.
Betapa banyak mutiara kehidupan yang bisa kita reguk dari sosok Gus Dur –yang tertulis di sini hanya sebagian saja— yang tindak tanduknya berpegang teguh pada prinsip keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan. (AN)
Wallahu ’alam Bishwab.