Sekjen PBB : Apa Yang terjadi di Rohingya Adalah Mimpi Buruk Kemanusiaan

Sekjen PBB : Apa Yang terjadi di Rohingya Adalah Mimpi Buruk Kemanusiaan

Sekjen PBB :  Apa Yang terjadi di Rohingya Adalah Mimpi Buruk Kemanusiaan

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres mengungkapkan bahwa apa yang terjadi di Rohingya adalah mimpi buruk kemanusiaan. Hal ini diungkapkan dalam pidato di Dewan Keamanan di New York, hari Kamis kemarin . Guterres mendesak agar pemerintah Myanmar mengakhiri operasi militernya dan membuka akses kemanusiaan.
\
“Situasi di lapangan berubah dengan sangat cepat menjadi darurat pengungsi, (menjadi) mimpi buruk kemanusiaan,” kata Guterres seperti dikutip BBC. Ia menambahkan bahwa pihaknya menerima kesaksian warga Rohingya yang menjadi korban kekerasan luar biasa. Diantaranya mereka menyatakan ditembaki dengan membabi buta, menjadi korban ranjau darat, dan serangan seksual. “Ini jelas tidak bisa diterima dan harus diakhiri dengan segera,” kata Guterres. Untuk itu Sekjen PBB mendesak pemerintah Myanmar mengakhiri operasi militernya dan membuka akses untuk pengiriman bantuan. Saat ini ada lebih dari 500.000 warga Rohingya yang mengungsi di Bangladesh.

.”Realitas di lapangan membutuhkan tindakan, tindakan yang cepat, untuk melindungi orang-orang, menghilangkan penderitaan, mencegah instabilitas, dan mengatasi akar masalah yang ada,”ungkap Guterres.

Sementara itu beberapa senator dari Partai Republik dan Partai Demokrat Amerika ,mendesak pemerintahan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, agar menggunakan pengaruhnya untuk membantu penanganan krisis Rohingya. Sepucuk surat yang sempat dibaca Reuters menunjukkan, empat senator asal Republik dan 17 Demokrat dari Senat, yang beranggotakan 100 orang, membubuhkan tanda tangannya untuk mendesak pemerintahan Trump.

Mereka juga meminta Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Rex Tillerson, serta Kepala Badan Amerika Serikat untuk Pembangunan Internasional, Mark Green, agar memberikan bantuan kemanusiaan lebih banyak. “Walaupun sudah dikecam dunia internasional, pihak berwenang Burma (Myanmar) masih saja membantah (melakukan) kekejaman,” demikian bunyi surat itu.