Tak diketahui persis sejak kapan santri berkenalan dengan tradisi minum kopi. Apakah Wali Songo dan santri-santrinya dulu adalah peminum kopi? Tak ada informasi.
Bagaimana dengan para kiai? Guru saya, Kiai As’ad Syamsul Arifin, menceritakan bahwa salah satu tugasnya sebagai santri ketika mondok di pesantren Kiai Cholil Bangkalan adalah menyediakan kopi untuk tamu-tamu Kiai.
Demikian lekatnya kopi dengan para santri, Kiai Ihsan Jampes Kediri (1901-1952)–peminum kopi dan perokok berat itu–menulis buku khusus tentang kopi dengan judul, “Irsyadul Ikhwan fi Bayani Ahkam Syarbil Qahwati wad-Dhuhan”.
Tradisi meminum kopi cukup lama bertahan di kalangan santri dan kiai. Hingga tahun 80-an dan 90-an, sekiranya kita berkunjung ke rumah-rumah kiai, maka minuman suguhan tuan rumah tak lain adalah kopi. Obrolan kian asyik dan menyenangkan jika kopi sudah berkali-kali dituang pada gelas tamu-tamu yang datang.
Kopi adalah teman setia santri dan kiai. Betapa kopi telah menemani malam-malam panjang para kiai dan santri tatkala mereka bertungkus lumus menelusuri marji’ al-dhamir kitab-kitab lama yang entah terselip di mana. Kopi juga sahabat para kiai dan santri ketika berjaga di malam hari, bermunajat pada Sang Ilahi.
Namun, sejak tahun 2000-an saya menyaksikan fenomena lain. Berkunjung ke rumah-rumah kiai dan santri, saya sudah jarang menjumpai kopi. Tampaknya kopi sudah dikalahkan oleh air mineral yang terbungkus dan berjejer rapi di rumah-rumah kiai dan santri.
Menghilangnya aroma kopi di rumah kiai dan santri ini menimbulkan efek tak sederhana; kita kian tak bisa berlama-lama duduk di rumah kiai dan santri. Pembicaraan pun cenderung berlangsung hanya seperlunya.
Kalau kopi sudah menghilang dari rumah-rumah kiai dan santri, maka siapakah yang menemani malam-malam syahdu para kiai dan santri?
Selamat Hari Santri 2018
Senin, 22 Oktober 2018
Salam,