Sekali Lagi Tentang Ustadz Somad, Salib dan Al-Quran

Sekali Lagi Tentang Ustadz Somad, Salib dan Al-Quran

Bagaimana Salib yang dibincang Ustadz Somad dalam Al-Quran?

Sekali Lagi Tentang Ustadz Somad, Salib dan Al-Quran

Bagaimana melihat persoalan Ustadz Somad, Salib dan telaahnya dalam Al-Quran? Sebelum kita bahas, tentunya kita mafhum merebaknya isu-isu kontroversial merupakan hal yang biasa dalam kajian dan pemahaman keislaman. Ini menjadi motor penting dalam perkembangannya untuk selalu dikontekstualiasi antara pemahaman tekstual Dan kontekstual.

Bagi para penganut tekstualis dia akan selalu dan terus menerus menuhankan bahkan menjadikan rujukan penting dalam menemukan makna yang sesungguhnya dengan mengenyampingkan konteks sosio politik yang terjadi, sebaliknya para penganut kontekstualis dia akan mengejawantahkan pemahamannya dalam kontekstualisnya sebagai latar belakar mengapa teks itu muncul dan bisa jadi senjata untuk menjustifikasi kebenaran.

Para filosof romansisme memang ingin meninggalkan bahkan ingin mematikan author sebagai bagian dari teks akan tetapi pemahaman ini dikritik keras oleh Quraish Shihab yang mengatakan bahwa Al-Quran bukan sebuah teks Yang serta merta dipahami sebagai teks saja, menghadirkan al-Quran sebagai bagian dari realisme sosio-politik untuk lebih dalam dikaji lebih penting daripada pemahaman teks itu sendiri.

Melihat fenomena ustadz abdul shomad dibeberapa media Yang dituduh menista agama dengan simbol salib Al-Thabari dalam Jami’ Al-Bayan menjelaskan:

١٢٢٩٤ – حدثنا محمد بن الحسين قال، حدثنا أحمد بن المفضل قال، حدثنا أسباط، عن السدي:”لقد كفر الذين قالوا: إنّ الله ثالث ثلاثة”، قال: قالت النصارى:”هو والمسيح وأمه”، فذلك قول الله تعالى: ﴿أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ﴾ [سورة المائدة: ١١٦] .

١٢٢٩٥ – حدثنا القاسم قال، حدثنا الحسين قال، حدثني حجاج، عن ابن جريج قال، قال مجاهد:”لقد كفر الذين قالوا إن الله ثالث ثلاثة”، نحوه.

Kebenaran tentang simbol salib memang ada dalam Al-Quran, tetapi itu bukan berarti Islam tidak menghormati keberadaannya. Justru gambaran tentang perbedaan antara keduanya membuktikan bahwa perjalanan sejarah antara kedua agama samawi tersebut mengalami pemahaman yang dinamis bagi para penganutnya.

Selebihnya Al-Quran dengan konkrit memberikan pemahamahan bahwa akidah tidak boleh dimarginalkan atas nama toleransi, sebaliknya toleransi tidak boleh disisihkan atas nama akidah, keduanya harus berjalan beriringan Dan seirama.

Bagiku agamaku, bagimu agamamu, bahwa di atas segalanya jalan perdamaian lebih indah karena Indonesia merupakan merupakan negara (al-Mithaq) kesepakatan, kesepakatan untuk saling menyayangi, kesepakatan untuk saling menghormati, kesepakatan untuk saling menjaga hak asasi manusia dan kemanusiaan