Telah disinggung dalam artikel sebelumnya bahwa Masjid Aqsha yang didirikan oleh nabi Sulaiman ini dihancurkan oleh Nebukadnezar. Kemudian Uzair dengan bantuan raja Persia yang bernama Bahman membangun Masjid Aqsha kembali namun bangunannya tidak semegah bangunan yang dirancang oleh Nabi Sulaiman. Kendati demikian, di masa Herodus, Raja Yahudi yang Agung, begitu orang Yahudi menyebutnya, Masjid Aqsha ini dibangun kembali dengan sangat megah menjelang kelahiran Yesus Kristus.
Masjid Aqsha yang kedua ini pada perkembangan berikutnya dihancur leburkan oleh Titus dari Roma. Penghancuran total yang kedua ini terjadi pada tahun 70 Masehi.
Mungkin yang bisa ditambahkan dari keterengan Ibnu Khaldun di artikel sebelumnya ialah kenyataan bahwa sisa-sisa keyahudian di Bait al-Maqdis dan bekas Masjid Aqsha dilenyapkan samasekali. Hal demikian dilakukan dengan menjadikan bekas Masjid Aqsha ini sebagai pusat penyembahan berhala mereka. Di masa ini orang-orang Romawi, sebelum kemudian memeluk agama Kristen, menganut kepercayaan Mitraistik.
Di atas bekas Masjid Aqsha itu dibangun patung Dewi Aelia, berhala Romawi. Sedangkan nama Yerusalem atau Bait al-Maqdis diubah menjadi Aelia Kapitolina atau Aelia saja. Dalam literature kesejarahan Arab, Aelia ini dikenal dengan sebutan Iliyya. Nama ini kelak tercantum dalam naskah perjanjian keamanan yang dibuat Umar bin al-Khattab untuk penduduk Bait al-Maqdis.
Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa setelah menganut agama pagan, bangsa Romawi memeluk agama Kristen namun belum total. Agama Kristen dipeluk secara total oleh bangsa Romawi ketika Konstantin menjadi rajanya. Kutipan berikut paling tidak mempertegas kenyataan demikian:
ثم أخذ الروم بدين النصارى تارة وتركه تارة أخرى إلى أن جاء قسطنطين وتنصرت أمه هيلانة وارتحلت إلى القدس في طلب الخشبة التى صلب عليها المسيح بزعمهم فأخبرها القساوسة بأن رمي بخشبته على الأرض وألقى عليها القاذورات والقمامات
“Kemudian bangsa Romawi memeluk agama Kristen dan mulailah mereka mengagungkan Yesus itu. Para penguasa Romawi maju-mundur untuk memeluk agama al-Masih, sampai datang masa Konstantin yang ibunya, Helena, telah memeluk agama Kristen. Helena pergi ke Yerusalem untuk menemukan kayu yang digunakan bagi penyaliban al-Masih menurut pandangan orang Kristen. para pendeta memberi tahu kepadanya bahwa salib itu telah dibuang ke dalam tanah yang penuh sampah dan kotoran.”
Ketika kayu salib ditemukan, Helena membangun Gereja di atasnya. Ibnu Khaldun memperjelas demikian:
فاستخرجت الخشبة وبنت مكان تلك القمامات كنيسة القمامة، كأنها على قبره بزعمهم وخربت ما وجدت من عمارة البيت وأمرت بطرح الزبل والقمامات على الصخرة حتى غطاهها وخفي مكانها جزاء بزعمها لما فعلوه بقبر المسيح…
“Helena menemukan kayu salib itu dan di tempat kotoran itu ia dirikan Gereja Kotoran (Kanisat al-Qumamah, konon nama ejekan untuk kanisat al-Qiyamah). Gereja itu oleh umat kristiani dianggap berdiri di atas kubur Yesus Kristus. Helena menghancurkan sisa-sisa sebagian dari Masjid Aqsha yang masih berdiri. Kemudian ia memerintahkan agar kotoran dan sampah dilemparkan ke atas Karang Suci sampai seluruhnya tertutup oleh sampah dan kotoran itu dan letak Karang Suci menjadi tersembunyi. Helena menganggap inilah balasan setimpal kepada kaum Yahudi atas perbuatan mereka terhadap kubur al-Masih…”
Kutipan dari deskripsi kesejarahan yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun ini memperjelas riwayat tentang Masjid al-Aqsha dari masa ke masa. Beberapa poin diterangkan lebih rinci oleh Ibnu Khaldun terutama pembangunan Gereja Kiamat atau Gereja Kebangkitan oleh Helena. Disebut Gereja Kebangkitan karena menurut kepercayaan orang-orang Kristen Gereja itu sendiri berdiri di atas kubur Yesus Kristus pasca beliau disalib. Dari kuburan ini oleh orang Kristen diyakini Yesus Kristus akan dibangkitkan kembali. Pembangunan Gereja Kiamat atau Gereja Qumamah ini terjadi pada tahun 328 Masehi.
Tak hanya itu, Helena memerintahkan untuk membuang segala macam kotoran dan sampah ke atas Karang Suci (shakhrah), kiblat orang Yahudi, sebagai penghinaan terhadap mereka.
Demikianlah kondisi Bait al-Maqdis saat itu. Ketika Islam melebarkan sayap ekspansinya ke negeri Aelia atau Bait al-Maqdis, Umar bin al-Khattab menemukan kondisi Karang Suci penuh dengan kotoran dan sampah dan mendirikan masjid di situ. Kita akan perjelas keterangan ini dalam tulisan berikutnya tentang sejarah Bait al-Maqdis di masa Umar bin al-Khattab.