Umat Islam yang menunaikan ibadah umroh maupun haji tentu sempat melihat Maqam Ibrahim. Bangunan ini sekilas tampak seperti sangkar burung serta terletak berdekatan Ka’bah. Di dalamnya, ada sepasang pijakan kaki Nabi Ibrahim di atas batu saat beliau mendirikan Ka’bah bersama putranya, Nabi Ismail.
Awalnya banyak orang mengira tempat ini adalah kuburan tempat dikebumikannya Nabi Ibrahim. Apalagi, karena ada kata “maqam” pada namanya. Namun, anggapan ini ternyata keliru. Kata maqam diambil dari al-Maqam yang artinya tempat kaki berpijak. Dalam hal ini, kaki Nabi Ibrahim memijak pada sebuah batu surga pemberian dari Allah subhanahu wa ta’ala agar memudahkan beliau dalam membangun Ka’bah.
Tempat ini juga telah disebut dua kali dalam Al-Qur’an. Pertama pada Quran Surah Al Baqarah ayat 125 yang artinya, “(Ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat.”
Maqam ini disebut pula dalam Quran Surah Ali Imran ayat 96 hingga 97 yang artinya, “Sesungguhnya rumah yang awal mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim, barangsiapa memasukinya (Baitullah itu), maka dia aman.”
Maqam Ibrahim sekaligus menjadi saksi bisu pembangunan Ka’bah yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim. Al-Azraqy meriwayatkan dari Ibnu Juraji, bahwasanya Ali bin Abi Thalib berkata, “Ibrahim ‘alaihi salam melangkah diiringi malaikat, awan dan burung. Mereka adalah petunjuk jalan, hingga Ibrahim ‘alaihi salam menempati Baitul Haram, sebagaimana laba-laba menempati rumahnya. Dia melakukan penggalian dan memunculkan fondasi dasarnya sebesar punggung unta. Batu itu hanya dapat digerakkan oleh tiga puluh orang laki-laki.”
Allah SWT kemudian berfirman pada Nabi Ibrahim As untuk mendirikan sebuah rumah bagi-Nya. Akan tetapi, Nabi Ibrahim belum tahu di mana letak persisnya Allah menginginkan bangunan tersebut untuk didirikan. Nabi Ibrahim kemudian bertanya pada Allah di mana ia harus mendirikan bangunan itu. Allah kemudian menurunkan firman kembali serta menunjukkan tempatnya.
Setelah lokasi persisnya diketahui, barulah Nabi Ibrahim mendatangi putranya, Nabi Ismail, untuk meminta bantuan. Diceritakannya perintah Allah untuk membangun rumah untuk-Nya. Nabi Ismail mengatakan bahwa perintah tersebut sudah seharusnya segera dilaksanakan. Ia dengan sukarela membantu sang ayah dalam mendirikan Ka’bah.
Ibnu Abbas pernah berkata, Nabi Ibrahim As. dan Nabi Ismail As. mulai mendirikan pondasi untuk Baitullah. Nabi Ismail bertugas mengangkat batu sementara Nabi Ibrahim menyusun serta merekatkannya menjadi satu. Setelah susunan batu-batu itu telah cukup tinggi, Nabi Ismail membawakan batu lagi untuk tempat berpijak sang ayah. Batu itulah yang diyakini merupakan Maqam Ibrahim.
Setelah bekerja mengangkut serta menyusun batu selama beberapa hari, bangunan itu menjadi semakin tinggi. Panjangnya kira-kira 30 hasta serta lebarnya 20 hasta. Pada awalnya, bangunan itu belum memiliki atap serta hanya terdiri dari empat tembok persegi serta dua buah pintu. Celah pada salah satu sisi bangunan diisi batu hitam besar yang kini dikenal sebagai Hajar Aswad. Batu ini disimpan di Bukit Qubays kala banjir besar melanda.
Ketika pembangunan Ka’bah selesai, Allah kembali memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyeru umat manusia supaya berziarah ke Ka’bah yang kala itu didaulat sebagai Rumah Tuhan. Inilah yang jadi awal mula lahirnya perintah untuk menunaikan ibadah haji.
Ribuan tahun telah berlalu dan kondisi Maqam Ibrahim yang jadi saksi bisu pembangunan Ka’bah masih terjaga hingga kini. Bekas telapak kaki Nabi Ibrahim sendiri sudah lama memudar karena sering diusap oleh orang-orang yang datang mengunjunginya.
Wallahu A’lam.