Sejarah Islamophobia di Eropa Ini Membantumu Memahami Efek Teror di Masjid Selandia Baru

Sejarah Islamophobia di Eropa Ini Membantumu Memahami Efek Teror di Masjid Selandia Baru

Bagaimana kekerasan bisa muncul di Eropa dan sentimen Islamophobia merebak?

Sejarah Islamophobia di Eropa Ini Membantumu Memahami Efek Teror di Masjid Selandia Baru

Europa, sebagaimana tertuang dalam Iliad karya Homer, merujuk pada nama seorang perempuan cantik, putri dari Phoenix (anak Agenor). Kisah tentang Europa berkait-paut dengan Dewa Zeus.

Kala Europa sedang mandi di sungai, Dewa Zeus terpikat dengan kemolekan dan paras ayunya. Kemudian, Zeus mengubah dirinya menjadi seekor sapi jantan, perlahan mendekati Europa, dan dari bibirnya, ia meniupkan “safron crocus”, semacam bisa yang membuat seseorang pingsan. Zeus, kemudian, membawa Europa lari, membawanya ke Crete dan menyatakan cinta sekaligus memperistrinya. Ada beberapa varian mitos yang menyebut Zeus memperkosanya, tapi tidak terlalu familier dalam khazanah folklor Europa.

Di luar mitos itu, dalam etimologi Yunani, Europa merupakan perpaduan dari kata “Euru” yang berarti dalam atau luas, dan “op” yang berarti mata atau wajah. Artinya, Europa adalah metafora tentang intelegensia atau pikiran terbuka. Europa bermakna keterbukaan dan kedalaman berpikir, yang sanggup menyerap sekaligus menginterpretasikan seluruh ilmu pengetahuan. Europa juga dapat dimaknai sebagai kebudayaan yang terbuka menerima perubahan dan kebudayaan baru.

Belakangan, pada abad 8 Masehi, Gereja Vatikan, melalui Paus Leo III memungut nama Europa itu sebagai nama identitas imperium di bawah Raja Karolus Magnus (Charlemagne), Sang Charles yang Agung”. Kekuasaan Karolus Magnus meliputi wilayah Perancis, Jerman, Italia, dan beberapa wilayah sekitar, yang sekarang disebut Eropa Barat.

Sejak itu, nama Europa bertransformasi dari mitos menjadi identitas politik-religius-Kristen. Persekutuan antara Paus Leo III dan Kaisar Karolus Magnus hendak menegaskan bahwa Europa adalah sebuah identitas geo-politik Kekristenan. Hal ini dianggap penting, karena pada masa itu, wilayah Eropa Barat-Tengah berhadap-hadapan dengan dua kekuatan yang mengepung, yakni kaum Viking di Utara, dan di Timur mereka harus menghadapi Imperium Bani Umayyah yang telah menaklukkan Spanyol, Portugal, dan wilayah sekitarnya.

Nama Europa yang ditahbiskan oleh Paus merupakan sebuah pengikat solidaritas bangsa-bangsa di bawah kekuasaan Raja Karolus Magnus. Belakangan, meskipun pada akhirnya kekuasaan Karolus Magnus runtuh seiring dengan kematian sang Raja, nama Europa tetap dipakai sebagai nama geo-politik, yang bahkan dipungut menjadi nama sebuah benua. Pun, karakter Europa sebagai beridentitas Kristen tak dapat dihapus begitu saja. Uni Europa yang lahir di abad 20 kerap diidentikkan sebagai “Club of Christianity” dengan simbol bendera biru yang ditaburi bintang melingkar berjumlah 12, simbol dari 12 murid Kristus.

Artinya, dari narasi historis di atas, nasionalisme Europa dibangun di atas pondasi religius kekristenan, yang muncul sebagai respon untuk menghadapi ancaman dari luar. Ada dua phobia yang menjadi latar belakang munculnya identitas Europa, yakni Vikingophobia, ketakutan pada kaum Viking, dan Islamophobia, ketakutan pada Islam, yang pada waktu itu direpresentasikan oleh Bani Umayyah.

Perlahan tapi pasti, Vikingophobia meredup seiring dengan perubahan kaum Viking, dari yang gemar berperang menjadi mencintai perdamaian. Kawasan Skandinavia yang aman dan damai merupakan wujud nyata perubahan karakter kaum Viking itu.

Sebaliknya, sampai hari ini, dalam batas-batas tertentu, Islamophobia masih kuat pada kalangan tertentu di Europa. Beberapa kelompok ultra-konservatif-kristen masih kerap secara keras mengobarkan kebencian pada Islam, Islamophobia.

Islamophobia masih menjadi bayang-bayang di Europa, salah satu sebabnya adalah beberapa serangan bom mematikan oleh para Jihadis Muslim di Europa, yang dikampanyekan sebagai teroris. Serangan-serangan bom bunuh diri atau melalui tembakan bersenjata oleh komunitas Muslim tertentu itu menyebabkan Europa masih gamang untuk melepas Islamophobia. Hal ini menjadi salah satu alasan, Turki kesulitan diterima menjadi anggota Uni-Europa.

Namun, di tengah kegamangan Islamophobia di Europa, kita layak menaruh hormat dan terima kasih kepada Paus Fransiskus, yang membuka ruang dialog dengan komunitas Muslim. Secara elegan, Paus Fransiskus sudi datang ke Semenanjung Arab pada tanggal 3-5 Februari 2019, atas undangan Putra Mahkota Abu Dhabi, Shaikh Mohammad bin Zayed Al Nahyan. Ia adalah Paus Katolik pertama yang mengunjungi Semenanjung Arab.

Pun, tidak hanya berkunjung, bersama dengan Grand Syaikh Al Azhar, Dr Ahmed At-Tayyeb, Paus Fransiskus menandatangani deklarasi “Dokumen Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Berdampingan”. Sebuah dokumen yang berisi maha pentingnya relasi antar umat beragama melawan tindakan kekerasan, kebencian, dan ekstrimisme.

Pendek kata, Paus Fransiskus memberi kabar pada dunia, dan orang-orang Europa khususnya, untuk menghentikan segala bentuk Islamophobia dan memulai jalan damai dengan membuka ruang dialog lintas iman secara luas.

Sejarah panjang Islamophobia niscaya menjadi sirna jika ruang dialog lintas iman dibuka, untuk merajut persaudaraan sejati.