Sejarah Dinasti Umayyah

Sejarah Dinasti Umayyah

Sejarah Dinasti Umayyah
Masjid Umayyah sebelum dibombardir oleh ISIS

inasti Umayyah merupakan pemerintahan kaum Muslimin yang berkembang setelah masa Khulafa al Rasyidin yang dimulai pada tahun 41 H/661 M. Dinasti Umayyah yang berpusat di Damaskus mulai terbentuk sejak terjadinya peristiwa tahkim pada Perang Siffin. Perang yang dimaksudkan untuk menuntut balas atas kematian Khalifah Utsman bin Affan itu, semula akan dimenangkan oleh pihak Ali, tetapi melihat gelagat kekalahan itu, Muawiyah segera mengajukan usul kepada pihak Ali untuk kembali kepada hukum Allah.

Dalam peristiwa tahkim itu, Ali telah terperdaya oleh taktik dan siasat Muawiyah yang pada akhirnya ia mengalami kekalahan secara politis. Sementara itu, Muawiyah mendapat kesempatan untuk mengangkat dirinya sebagai khalifah sekaligus raja.

Dinasti inilah yang untuk pertama kalinya mendobrak sistem pemilihan pemimpin yang sedari awal dijalankan secara musyawarah mufakat menjadi sistem keluarga atau monarki.

Peristiwa ini di masa kemudian menjadi awal munculnya pemahaman yang beragam dalam masalah teologi, termasuk tiga kekuatan kelompok yang sudah mulai muncul sejak akhir pemerintahan Ali yaitu Syiah, Muawiyah, dan Khawarij.

Dinasti  Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb. Nama Dinasti Umayyah dinisbahkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdu Manaf. Muawiyah selain sebagai pendiri juga sebagai khalifah pertama Bani Umayyah. Muawiyah dipandang sebagai pembangun dinasti ini, oleh sebagian sejarawan dipandang negatif sebab keberhasilannya memperoleh legalitas atas kekuasaannya dalam perang saudara di Shiffin. Terlepas dari itu, dalam diri Muawiyah terkumpul sifat-sifat sorang penguasa, politikus, dan administrator.

Pada masa kekhalifahan Bani Umayyah terdapat beberapa khalifah yang sangat berpengaruh. Di antaranya adalah Al Walid bin Abdul Malik Umar bin Abdul Aziz.

Di bawah kepemimpinan Al Walid bin Abdul Malik, kekuasaan islam meluas ke Spanyol atas peran pasukan yang dipimpin Thoriq bin Ziyad. Bukan hanya itu, karena kekayaan kerajaan yang semakin menumpah ruah, sektor pembangunan sangat diutamakan. Pembangunan masjid-masjid, pabrik-pabrik dan sumur digalakkan.

Di antara masjid yang dibangun adalah Masjid Al Amawi di Damaskus, Masjid Al Aqsa di Yerussalem dan perluasan masjid Nabawi di Madinah. Selain membangun masjid, Al Mawlid juga turut membangun rumah sakit untuk para penyandang penyakit kusta di Damaskus. Pada zaman inilah, peradaban Islam mengalami kemajuan.

Sementara itu, Khalifah Umar bin Abdul Aziz sangat terkenal dengan kekayaannnya. Namun, setelah menjabat sebagai khalifah, beliau menjalani hidup dengan segala kesederhanaan dan terkenal dengan sifat jujur dan adilnya. Selain terkenal karena sifatnya, Umar bin Abdul Aziz juga terkenal dengan keluasan ilmunya, khususnya di bidang ilmu hadis.

Pada masa inilah, untuk pertama kalinya Umar bin Abdul Aziz memerintahkan secara resmi untuk mengumpulkan hadis. Ia juga mendamaikan konflik panjang yang terjadi antara sekte Amamiyah, Syiah, dan Khawarij.

Harus diakui memang, masa kepemimpinan Bani Umayyah terdapat banyak sekali kemajuan yang telah dicapai, baik di bidang politik, maupun di bidang keilmuan. Pada waktu itu, banyak sekali kebijakan yang dikeluarkan oleh para khalifah Bani Umayyah yang menguntungkan masyarakat, khususnya umat islam.

Banyak sekali ekspansi yang dilakukan secara besar-besaran sehingga kekuasaan Islam meluas sampai ke Afrika Utara bahkan Spanyol. Bukan hanya itu, perkembangan pesat terlihat dari segi peradaban yang ditandai dengan semakin banyaknya corak-corak bangunan yang indah dan dibangunnya fasilitas umum yang tidak pernah ada sebelumnya. Di segi pemerintahan, administrasi adalah hal yang paling utama dibenahi ketika itu.

Pun dengan perkembangan keilmuan, Bani Umayyah menjadikan kota Makkah dan Madinah tempat berkembangnya musik, lagu, dan puisi. Sementara di Irak (Bashrah dan Kufah) berkembang menjadi pusat aktivitas intelektual di dunia Islam. Sedangkan di Marbad, kota satelit di Damaskus, berkumpul para pujangga, filsuf, ulama, dan cendikiawan lainnya.

Banyak sekali bidang keilmuan yang berkembang saat itu, di antaranya adalah ilmu bahasa Arab, ilmu qiro’at, ilmu hadis, ilmu fiqih sampai ilmu biografi yang sudah berkembang pada masa itu.

Namun, semua itu sirna begitu saja semenjak munculnya kelompok-kelompok yang merasa tidak puas terhadap pemerintahan Bani Umayyah, seperti kelompok Khawarij, Syi’ah, dan kelompok muslim non-Arab (mawali).

Tidak adanya kejelasan sistem dan ketentuan pergantian khalifah disinyalir sangat kuat menjadi dalih ketidakpuasan tersebut. Ditambah lagi tidak ada niatan atau sikap untuk menggalang persatuan menjadi hal paling krusial sehingga antara kedua belah pihak yang bersaing malah semakin meruncing menuju konflik.

Bukan hanya itu saja, sikap bermewah-mewahan sebagian keluarga di lingkungan khalifah membuat mereka tidak mampu menanggung beban negara yang sangat berat. Terlebih, terbunuhnya Khalifah Marwan bin Muhammad oleh tentara Abbasiyah di kampung Busir daerah Bani Sueif menjadi tanda berakhirnya Dinasti Bani Umayyah di Damaskus.

Selengkapnya, klik di sini