Sejarah dan Asal-Usul Kata Allah

Sejarah dan Asal-Usul Kata Allah

Bagaimana sejarah kata Allah ini muncul dan kenapa terus menjadi perdebatan ahli agama-agama

Sejarah dan Asal-Usul Kata Allah

Apakah kata “Allah” sebagai nama Tuhan itu hanya digunakan oleh umat Islam saja? Jawabnya jelas: tidak. Berbagai kajian kesejarahan dan arkeologi menunjukkan bahwa kata “Allah” ini sudah ada jauh sebelum Islam lahir pada abad ketujuh di Makah, dan dipakai sebagai nama Tuhan oleh berbagai kelompok agama (baik monoteis maupun politeis) di Arab dan Timur Tengah kala itu. Ada banyak nama untuk menyebut “Tuhan” dalam tradisi masyarakat Arab waktu itu, termasuk “Allah” ini.

Hingga kini, selain umat Islam, nama “Allah” juga dipakai untuk menyebut “Tuhan” oleh sejumlah kelompok agama seperti umat Kristen Arab (Koptik, Maronite, Melkite, dlsb), Babisme (di Persi/Iran), umat Kristen Malta, dan Yahudi Mizrahi atau Mizrahim (Bahasa Arab: al-Masyriqiyyun), yaitu umat Yahudi “asli” Timur Tengah sejak era biblikal sampai sekarang.

Ada sejumlah perbedaan pendapat mengenai asal-usul kata “Allah” ini yang dikemukakan oleh para sejarawan dan filolog (baca, ahli Bahasa Arab klasik). Ada yang menganggap bahwa kata “Allah” itu spontanitas saja (murtajal) diucapkan oleh masyarakat Arab, ada pula yang menganggap dari kata “lah” yang berarti “agung” dan “tersembunyi”. Tetapi mayoritas berargumen bahwa kata “Allah” dalam Bahasa Arab itu merupakan bentuk kepadatan dari kata “al” (seperti “the” dalam Bahasa Inggris) dan “ilah” (Tuhan). Jadi, kata “Allah” itu artinya “the God” atau “Tuhan yang itu”.

Menariknya, kata yang kurang lebih sama dengan kata “Allah” ini juga ditemui dalam bahasa-bahasa rumpun Semitik lain yang jauh lebih tua daripada Bahasa Arab, seperti Bahasa Aram dan Hebrew. Dalam Bahasa Aram, misalnya, kata “Allah” ini ditulis “Elah”, “Elaha”, atau “Alaha” dalam Bahasa Aram dialek Syriac yang digunakan oleh Gereja Assyria di Timur Tengah, yang artinya simpel: Tuhan. Masyarakat Assyria itu kini tersebar di Suriah, Irak, Iran, dan Turki. Dalam Hebrew Bible, Tuhan juga disebut sebagai “Eloah” (singular), Elohim (plural), juga El.

Jadi, jelasnya, masyarakat Arab yang Yahudi dan Kristen waktu itu (maupun masyarakat Arab non-Yahudi dan Kristen) juga menyebut “Allah” untuk menyebut “Tuhan” karena itu tidak heran jika umat Arab Kristen dan Yahudi hingga kini menyebut nama Tuhan dengan sebutan “Allah”. Ada banyak bukti akademik-ilmiah bahwa nama “Allah” itu sudah biasa digunakan oleh masyarakat Arab (apapun agama mereka, termasuk Kristen dan Yahudi sebagai sesama rumpun agama Semit) untuk menyebut nama Tuhan.

Orang-orang Arab dulu, zaman sebelum Islam, banyak sekali yang menggunakan nama Abdullah (Hamba Allah). Bukankah ayah Nabi Muhammad sendiri yang wafat sebelum beliau lahir juga bernama Abdullah? Bukti-bukti arkeologis gereja-gereja dan kuburan tua pra-Islam di Yaman dan Yordania misalnya (seperti di Umm al-Jimal di Yordania Utara) juga ditemukan berbagai inskripsi bertuliskan “Allah”. Pada era kerajaan Himyar dan Aksum juga banyak dijumpai nama-nama Kristen yang menggunakan nama “Abdullah”. Seorang jenderal Kristen bernama Abdullah bin Abu Bakar yang wafat di Najran, Arabia, pada 523 M, juga terungkap mengenakan cincin bertuliskan “Allahu rabbi” (Allah adalah Tuhanku).

(bersambung…..)