Sedekah Siri

Sedekah Siri

Sedekah Siri

Bertetangga adalah seni bergaul. Keindahan berbagai ketersalingan di setiap interaksi; saling menghormati, saling menyapa, saling menolong, saling menyapa, berbagi, tebar senyum, dan empati.

Syahdan, masyarakat Nusantara pra-Islam, menghidupkan tradisi di depan rumahnya terdapat pelataran yang terhampar, tanpa ada sekat penghalang pagar. Ini bertujuan untuk disediakan bagi para pejalan baik tetangga atau siapapun yang hendak melewatinya. Bahkan, di pelataran itu kadang dibangun bangunan setinggi setengah meter, panjang satu atau dua meter, dan lebar 30 cm yg berfungsi utk duduk-duduk bersama tetangga atau tempat istirahat bagi pejalan kaki melepas lelah. Di Cirebon disebut “buk”.

Atau pun menyediakan kursi atau amben bambu untuk duduk di teras rumah, menyediakan kendi berisi air, dan bahkan sumur tanpa ditutup, yang dengan sendirinya pengguna mengerti bahwa pemiliknya ridha.

Tradisi tersebut, diabadikan atau dilestarikan ketikan Islam datang. Sebab, tradisi tersebut dalam pandangan Islam termasuk tradisi positif yang dianjurkan, lantaran termasuk sedekah sirri.

Sedekah siri sebentuk pemberian/sedekah yang antara pemberi dan penerima tidak melakukan serah-terima secara langsung melalui akad, tapi secara kultural penerima manfaat sudah mengetahui akan keridhaan sang pemilik yang barang miliknya dgn sengaja diberikan pada publik.

Dengan kata lain, sedekah dalam kerahasiaan/siri. Sedekah siri ini bertujuan untuk menjaga seterilitas sedekah dari sikap2 negatif yg dapat merusak orientasi dan ketulusan dalam hati, seperti sikap pamer/riya, berbangga diri/ujub, ngungkit, dan takabur. Sedekah adalah pemberian tanpa kepentingan, tanpa syarat, dan tanpa tendensi. Dan itu ide bersama berdasarkan musyawarah warga. Sebab kebutuhan bersama/umum.

Para sesepuh desa bertutur, bahwa dulu dalam pembuatan jalan-jalan dan gang-gang desa diambil dari tanah warga yg memiliki kesadaran kolektif sedekah siri.

Di sarapan pagi, biasa dilakukan di teras depan rumah yang terbuka. Ada teh tubruk panas, gorengan serabi, ubi/singkong godok, gorengan, dll. Setip ada yang lewat ditawarin mampir dan sarapan. Ada interaksi dan komunikasi sosial yang tercipta dgn hangat. Kohesi sosial yang merekat kuat.

Nilai-nilai kenusantaraan ternyata senafas dengan doktrin Islam. Tanah nusantara adalah tanah subur bagi Islam. Di antara doktrin Islam yang senafas dengan kenusantaraan adalah anjuran menghormati tetangga dan tamu, yang sedari awal orang-orang nusantara sudah menghidupkan dalam tingkah-laku.

*) Mukti Ali Qusyairi, alumnus Universitas Al-Azhar, Mesir; penulis buku Islam Mazhab Cinta.