Saya Enggak Bisa Bales, Nanti Allah yang Bales

Saya Enggak Bisa Bales, Nanti Allah yang Bales

Ini kisah-kisah dari mereka yang terdampak Covid-19 dan terangkum dalam #SalingJaga

Saya Enggak Bisa Bales, Nanti Allah yang Bales
Seorang ibu tua menangis di dalam rumahnya ketika tim relawan dari GUSDURian Peduli mendatanginya. Sebenarnya sulit juga mengatakan rumah, bila melihat kondisinya yang lebih mirip bilik kayu berukuran sempit. Ekspresi si ibu terlihat kaget bercampur haru saat seorang relawan memberinya sekardus bantuan kemanusiaan berisi paket sembako dan paket bersih-sehat.

”Alhamdulillah. Subhanallah. Terima kasih banyak ya. Semoga semuanya diberi kesehatan, panjang umur, Allah kasih kerjaan yang bener. Saya gak bisa bales, nanti Allah yang bales,” ucap si ibu kepada para relawan. “Saya udah gak punya saudara, anak saya jauh-jauh,” lanjutnya, sambil menyeka air mata dengan jilbabnya.

Para relawan hanya ikut bersimpuh dan mengamini doa sang ibu. “Doakan bu, semua relawan sehat. Dilindungi Allah buat bantu saudara-saudara kita yang membutuhkan,” tukas Iwenk, salah satu relawan yang mengantar bantuan sekaligus koordinator posko GUSDURian Peduli Covid-19 Sunter, Jakarta Utara.

Kisah tersebut adalah satu dari sekian kisah menyentuh yang menghiasi perjalanan para relawan posko GUSDURian Peduli saat mengantar bantuan kepada para warga yang terdampak Covid-19. Tidak hanya relawan posko, beberapa tukang ojek online yang ikut membantu mengantar paket sembako juga mengalami kisah serupa.

“Ada hal yang belum saya lihat sebelumnya, ketika seorang renta beserta istrinya ingin mencium tangan saya yang hanya seorang “kurir”. Semoga amal perbuatan semua yang terlibat dalam bantuan kemanusiaan ini berkah,” tulis seorang driver di grup Whatsapp penyalur bantuan posko Yogyakarta.

Andre, si pengantar bantuan tersebut, kembali menceritakan pengalamannya saat kembali ke posko kepada para relawan lain. Baginya, perjalanan hampir satu jam dari posko ke rumah penerima bantuan yang terletak di ujung selatan Bantul itu terbayar tuntas setelah melihat sepasang suami istri tersebut tampak benar-benar membutuhkan.

Sejak wabah virus Corona melanda, sang istri yang sehari-hari bekerja di panti pijat tuna netra terpaksa harus berhenti. Pekerjaan yang mewajibkannya kontak fisik dan tidak menjaga jarak tersebut membuat panti tempatnya bekerja tutup sementara. Kini, hampir tak ada pemasukan tetap mengingat suaminya juga kesulitan mencari pekerjaan di tengah krisis ekonomi seperti ini.

Para warga tidak mampu dan pekerja sektor informal yang menggantungkan penghasilannya dari gaji harian seperti ini merupakan kelompok paling terdampak Covid-19. Melalui gerakan #SalingJaga dan bekerja sama dengan berbagai kalangan, GUSDURian Peduli telah menyalurkan bantuan kepada warga membutuhkan di 70 kota se-Indonesia.

Di Lampung, seorang penerima manfaat mengirimkan makanan siap saji untuk para relawan di posko. Makanan tersebut dikirim sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada para donatur, relawan, dan semua pihak yang terlibat.

“Alhamdulillah. Dikirim paket makan dari salah satu penerima manfaat yang sudah dikirim kemarin. Kata beliau, ini sebagai ucapan syukur dan terima kasih untuk semuanya yang sudah membantu. Semoga sehat dan murah rezekinya,” kata seorang relawan di posko GUSDURian Peduli Lampung.

Sampai saat ini, penyaluran bantuan GUSDURian Peduli Covid-19 masih terus berlangsung di berbagai kota. Tidak hanya gerakan penyaluran sembako, kegiatan posko GUSDURian Peduli juga meliputi gerakan penyemprotan disinfektan, gerakan pembagian masker, gerakan kampanye cuci tangan, gerakan pemberian makan gratis, dan gerakan bantuan APD pada tenaga medis.