Sarjana Fikih Era Dinasti Umayyah (Bag. II)

Sarjana Fikih Era Dinasti Umayyah (Bag. II)

Sarjana Fikih Era Dinasti Umayyah (Bag. II)
sumber:https://twitter.com/almaktutat/status/919293559127379969

Sebagaimana dijelaskan dalam tulisan sebelumnya ( https://islami.co/sejarah-pembukuan-kitab-fikih-sebuah-pengantar-bag/ ), cukup banyak sarjana-sarjana fikih di era awal Islam yang telah menulis sejumlah risalah fikih. Dari generasi sahabat Nabi dan tabi’in hingga pertengahan abad kedua hijriah sebelum munculnya era imam madzhab telah muncul sejumlah ulama yang memiliki kontribusi penting dalam upaya pembukuan kitab fikih. Dalam tulisan ini, penulis mencoba menghadirkan tiga sarjana fikih di era Dinasti Umayyah.

Zaid ibn Tsabit

Adalah Zaid ibn Tsabit ibn Ad-Dhahhak al-Anshari. Ia mulai menemani Nabi Muhammad SAW saat usianya baru mencapai sebelas tahun. Ia adalah sahabat nabi yang diberi julukan sebagai sekretaris Nabi dan penulis wahyu al-Quran. Kekuatan hafalan dan kredibilitasnya mengantarkannya menjadi orang yang dipercaya oleh  Sayyidina Utsman ibn Affan sebagai ketua tim kodifikasi mushaf al-Quran.

Konon, ia belajar bahasa Suryani atas perintah Nabi agar dapat memahami surat-surat yang ditujukan kepada Nabi. Ia memiliki kecakapan dan kecerdasan yang luar biasa. Penguasaannya atas bab waris (ilmu faraidh) tiada bandingannya. Zaid ibn Tsabit wafat pada tahun 45 H/ 666 M.

Berdasarkan penelusuran Fuat Sezgin, Zaid ibn Tsabit memiliki sejumlah karya dalam disiplin ilmu fikih seperti;

  1. Kitab al-Faraidh, sebuah kitab tentang ilmu waris yang menginspirasi Imam Malik dan Imam Syafii. Sayangnya, menurut Sezgin, karya ini belum banyak diulas dan diberikan komentar hingga hari ini.
  2. Risalah fi al-Faraidh, kitab ini ditulis dan diperuntukkan kepadah Muawiyah. Beberapa penggalannya dikutip oleh Imam al-Baihaqi dalam Sunan al-Baihaqi.
  3. Kitab ad-Diyat, kitab tentang “diyat” (denda atau hukuman pidana).

Syuraih Ibn al-Harits

Bernama lengkap Syuraih ibn al-Harits ibn Qays al-Kindi. Ia berasal dari Yaman. Meskipun ia lahir pada masa Nabi Muhammad SAW hidup, akan tetapi ia tidak sempat berjumpa dengan beliau. Menjadi qadhi di masa khalifah Umar Ibn Khattab dan Khalifah Utsman Ibn Affan. Ia merupakan murid dari para pembesar sahabat seperti Umar Ibn Khattab, Ali Ibn Abu Thalib, Ibn Mas’ud dan sahabat besar lainnya. Sedangkan murid-murid beliau yang masyhur di antaranya adalah Asy-Sya’bi, Ibn Sirin, An-Nakha’i dan lain sebagainya. Dikenal sebagai ahli fikih sekaligus qadhi di masa awal Islam. Ia telah mencurahkan sekurangnya enam puluh tahun untuk mendalami disiplin ilmu fikih. Ia wafat pada tahun 78 H/697 M. Kumpulan pendapatnya terekam dalam karya Imam Waki’ berjudul “Akhbar al-Qudhat”.

Qabishah

Ia adalah Qabishah bin Dzu’aib ibn Halhalah al-Huza’i. Dilahirkan pada tahun 8 H di kota Madinah. Sebagaimana Syuraih, ia juga tidak sempat berjumpa dan meriwayatkan hadis langsung dengan Nabi Muhammad SAW. Ia juga dikenal sebagai ahli fikih generasi awal Islam. Belajar dari banyak sahabat besar terutama Zaid Ibn Tsabit dimana ia meriwayatkan kitab “al-Faraidh” karya gurunya tersebut. Ia wafat pada tahun 87 H/ 705 M. Kata Sezgin, hingga sekarang ia tidak sempat menemukan karya fikih Qabishah, sedangkan pendapat-pendapatnya tentang fikih bertebaran di berbagai kitab fikih yang muncul belakangan.

Sumber: Fuat Sezgin, Tarikh at-Turats al-Arabi, vol. III

(Bersambung)