Sarjana Barat sering kita kenal dengan tokoh orientalis, yakni mereka orang Barat yang mempelajari peradaban orang Timur, baik itu budaya, sosial, politik maupun agama. Sejarah munculnya tokoh orientalis bermula atas kedatangan Peter yakni kepala Biara Cluny ke Toledo pada perempatan kedua abad ke-12. Dengan membentuk tim, mereka mulai menyelidiki kebenaran Al-Qur’an. ayat misterius
Dengan kegelisahan yang melanda sarjana Barat, kecurigaan mereka yakni terkait kitab suci al-Qur’an yang diajarkan oleh Muhammad SAW. yang kian berkembang pesat. Mereka mencoba mengadakan penelitian ilmiah dengan keberadaan ayat al-Qur’an.
Berbagai cara mereka gali demi membuktikan kebenaran keotentikan ayat al-Qur’an. Baik dari bahasa, sejarah, kebudayaan Timur mereka pealajari demi menelisik kebenaran al-Qur’an guna menjawab kegelisahan yang mereka alami.
Sarjana Barat mulai menerjemahkan ayat al-Qur’an ke dalam bahasa Inggris pada tahun 1649. Marraci dengan kesungguhannya telah mempelajari al-Qur’an selama kurun waktu empat puluh tahun dengan berbagai rujukan karya mufasir Muslim. Pada zaman tersebut karya-karya ilmiah hasil dari penelitian sarjana Barat terus berkembang.
Dengan berbagai penelitian yang dilakukan oleh tokoh orientalis, mereka mulai menemukan kecurigaan terhadap ayat yang dibaca secara terpisah setelah huruf bismillah. Atau yang sudah dikenal oleh para mufasir Musim yakni huruf mutasyabihat, yakni mereka meyakini bahwa Allah menurunkan ayat tersebut dengan makna khusus. Ayat tersebut dianggap sebagai ayat misterius oleh para Orientalis. Kecurigaan terus melanda pada diri mereka, hingga ayat tersebut menjadi kajian yang sangat serius untuk mereka teliti.
Dalam buku W. Montgomery Watt, menyebutkan berbagai pendapat para orientalis dari hasil penelitiannya. Ada yang mengatakan bahwa ayat tersebut berasal dari nama pengumpul sebelum Zayd. Hirschfeld mengatakan, bahwa huruf Sad sebagai kependekan dari Hafsah, Kaf dari Abu Bakar, mim dari Utsman. Pendapat tersebut singkatnya dapat kita terima, namun mengapa ada ayat yang sama redaksinya? Yakni pada surat ke-2 dan ke-3. Jika benar demikian, mengapa satu orang ditugasi mengumpulkan ayat yang banyak, hingga dua surat bahkan ayatnya banyak dan panjang.
Kemudian Eduard Gossens memberi argumen bahwa ayat misterius tersebut adalah judul dari surat Al-Qur’an. Pernyataan tersebut tidak dapat kita terima begitu saja. Jika memang benar ayat tersebut judul dari surat Al-Qur’an, mengapa semua surat tidak terdapat ayat yang senada dengan surat tersebut? dengan demikian akan diterima dengan mudah karena semua surat terdapat ayat yang senada pada awal surat.
Yang lebih ironis adalah pendapat Noldeke yang beranggapan bahwa ayat tersebut merupakan simbol-simbol yang tidak bermakna. Karena ia mengatakan bahwa ayat tersebut adalah tanda-tanda magis atau tiruan-tiruan dari kitab samawi yang disampaikan kepada Muhammad. Mengatakan demikian? karena melihat hadis yang kurang lebih berisi tentang sahabat yang ketika perang sering menggunakan teriakan-teriakan Ha’ Mimm (mereka tidak akan dibantu).
Dari berbagai usaha yang dilakukan oleh para orientalis terkait “ayat misterius” tersebut, mereka gagal membuktikan kecurigaannya. Jika mereka beranggapan bahwa ada beberapa kemiripan redaksi dengan kitab samawi, tentu hal itu sangatlah wajar. Karena Al-Qur’an sendiri diturunkan oleh Allah sebagai pelengkap kitab terdahulu. Justru inilah kemu’jizatan al-Qur’an yang harus kita Imani sebagai seorang Muslim.
Apabila ayat tersebut benar-benar bukan bagian dari ayat Al-Qur’an, bagaimana mungkin ayat tersebut dapat bertahan hingga sekarang dan diyakini oleh berjuta-juta umat Muslim. Kita juga dapat melihat pada QS. Al-Hijr : 9 yakni, إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا ٱلذِّكۡرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”. Dimana bukti ayat tersebut telah kita rasakan hingga saat ini.
Wallahu A’lam…