Sarang Laba-Laba dan Perihal Sempitnya Rejeki

Sarang Laba-Laba dan Perihal Sempitnya Rejeki

Sarang Laba-Laba dan Perihal Sempitnya Rejeki

Kitab Ta’limul Mutaallim, salah satu kitab tentang kiat sukses mencari ilmu yang cukup masyhur di kalangan pesantren, menyebutkan bahwa membiarkan sarang laba-laba di rumah merupakan salah satu penyebab seret-nya rejeki. Keyakinan ini, seperti yang diungkapkan sang penulis kitab tersebut; Syaikh az-Zarnuji, didasarkan dari atsar para sahabat. Sebuah informasi yang bersumber dari pengetahuan para sahabat yang bisa jadi bersumber dari nabi atau pengalaman hidup para sahabat sendiri.

Dalam artikel pendek ini, penulis mencoba menelusuri asal usul informasi tersebut. Langkah ini bertujuan untuk menjawab sejumlah pertanyaan seperti: siapakah sahabat yang menjadi sumber keyakinan tersebut? Dimana sajakah atsar sahabat tersebut dapat dilacak? Bagaimana komentar para ulama terkait pesan dari atsar tersebut? Dan, apa hubungan sarang laba-laba dengan perihal rejeki?

Belum ditemukan keterangan secara jelas dari Syaikh az-Zarnuji mengenai sumber keterangan tersebut. Tapi keterangan serupa dapat diperoleh (dan ini mungkin sumber az-Zarnuji) dari ucapan Sahabat serta menantu nabi; Ali ibn Abi Thalib. Imam ats-Tsa’labi, Ibn Atiyah dan selainnya meriwayatkan ucapan ‘Ali ibn Abi Thalib:

طَهِّرُوْا بُيُوْتَكُمْ مِنْ نَسْجِ الْعَنْكَبُوْتِ فَإِنَّ تَرْكَهُ فِي الْبُيُوْتِ يُوْرِثُ الْفَقْرَ

Bersihkan rumah-rumah kalian dari sarang laba-laba. Sesungguhnya membiarkannya di rumah-rumah menyebabkan faqir

Dalam ucapan tersebut, Sahabat Ali berpesan agar membersihkan rumah dari sarang laba-laba. Karena membiarkan sarang laba-laba di dalam rumah dapat menyebabkan faqir. Perlu diingat bahwa dalam ucapan ini, Sahabat Ali tidak menganjurkan untuk membunuh laba-laba, atau membersihkan sarangnya di segala tempat.

Atsar ini dapat dilacak dari beberapa karya tafsir utamanya dalam tafsir surat al-‘Ankabut ayat 41. Beberapa karya tafsir yang mendokumentasikan riwayat ini adalah tafsir Bahru Madid karya Ibn Ajibah, al-Muharrah al-Wajiz karya Ibn Atiyah, tafsir al-Qurtubi karya Imam al-Qurthubi dan Ruhul Ma’ani karya al-Alusi. Selain itu, atsar tersebut juga dapat ditemukan pada kitab Hayatul Hayawan  al-Kubra karya ad-Damiri dan syarah hadis berjudul Faid al-Qadir karya al-Munawi. Dalam tafsirnya, Imam at-Tsa’labi meriwayatkan atsar ini dari Ibn Fanjuyah, dari Ibn Syanabah, dari Abu Hamid al-Mustamli, dari Muhammad ibn ‘Imran ad-Dabbiy, dari Muhammad ibn Sulaiman al-Makkiy, dari ‘Abdullah ibn Maimun al-Qaddah, dari Ja’far ibn Muhammad, dari ‘Ali ibn Abi Thalib.

Perihal kesahihan atsar tersebut, para ulama’ masih ragu-ragu. Hal ini tampak dari beberapa komentar para ulama’ yang mendokumentasikannya. Imam al-Alusi berkomentar: “keterangan ini bila benar dari sahabat Ali, maka cukuplah. Apabila tidak, prilaku membersihkan adalah bagus. Karena termasuk dari menjaga kebersihan. Dan tidak diragukan kesunnahannya”. Ucapan ini dan pilihan para ulama’ mencantumkannya dalam karya-karya, menunjukkan bahwa atsar ini tidak bisa serta merta ditolak sebab kekurang jelasan jalan periwayatannya. Ada kemungkinan atsar ini benar dari sahabat Ali. Dan juga, dalam mengamalkannya sejalan dengan ajaran Islam untuk menjaga kebersihan. Maka persoalan ini dapat dimasukkan dalam masalah diperbolehkannya mengamalkannya hadis dhaif dalam keutamaan amal, yang telah disepakati oleh para ahli hadis.

Lalu apa hubungan perilaku membiarkan sarang laba-laba di rumah dan perihal rejeki? Hal ini bisa dilihat dari aspek berkah menjaga kebersihan yang dapat menarik rejeki. Dari sisi lain, laba-laba dalam sebagian riwayat dari Nabi Muhammad salallahualaihi wasallam diungkapkan sebagai jelmaan dari setan yang Allah telah merubah bentuknya ke bentuk lain. Dan sunnah untuk membinasakannya. Sehingga sedikit banyak berpengaruh buruk pada pemilik rumah yang ditempati sarangnya. Wallahu a’lam bissawab.