Barangkali, sudah ada bejibun identitas keislaman yang sempat dialamatkan kepada Sandiaga Uno tiga tahun terakhir ini. Sandi yang ulama, Sandi yang santri, Sandi yang ini, yang itu, dan yang lain sebagainya. Kini, Sandiaga Uno kembali menjadi sorotan setelah namanya disebut-sebut sebagai kandidat calon Ketum salah satu partai bergambar Ka’bah, Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Tapi, pencalonan Sandi itu masih sebatas usulan Dewan Pimpinan Cabang (DPC). Dengan kata lain, masih ada kemungkinan peluang antara iya dan tidak. Ini seperti diungkapkan Wakil Sekretaris Jenderal PPP Achmad Baidowi.
“Yang nyebut nama Sandiaga Uno ada beberapa DPC, bukan saya yang usulkan ya,” kata Baidowi, dikutip Tempo.co.
Menurut Baidowi, Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PPP sebenarnya mensyaratkan bahwa ketua umum harus pernah menjabat di tingkat Dewan Pimpinan Pusat atau Dewan Pimpinan Wilayah setidaknya selama satu periode.
Meski begitu, dia menjelaskan AD/ART bisa saja diubah sewaktu muktamar. Dan, PPP rencananya akan menggelar muktamar pada 19-21 Desember mendatang di Makassar, Sulawesi Selatan.
“Semua tergantung muktamirin,” kata Baidowi.
Seperti diketahui, Sandiaga Uno mula-mula terjun ke politik sejak 2015 dengan bergabung ke Partai Gerindra. Saat ini ia menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina di partai Gerindra.
Di sisi lain, Sandiaga Uno memang memiliki kedekatan dengan PPP. Suharso Monoarfa, yang kini menjabat sebagai Pelaksana tugas Ketua Umum PPP adalah paman dari Sandiaga.
Karenanya, hadirnya wacana pencalonan Sandi sebagai ketum PPP itu dinilai oleh Pakar sebagai cermin krisis kepemimpinan di Partai Kakbah sejak Pemilu 2019.
Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komaruddin, misalnya, menilai ada dua krisis di balik niatan PPP “membajak” Sandiaga Uno dari Partai Gerindra.
Pertama, PPP mengalami krisis kepemimpinan sejak Romahurmuziy dicokok KPK. Kepercayaan publik pun runtuh. Beruntung PPP mendapat cipratan suara dari mendukung Jokowi-Ma’ruf.
Dan, krisis kedua adalah masalah keuangan. PPP dinilai kesulitan secara finansial setelah hanya memperoleh suara pas-pasan di 2019. Selain itu, tak ada tokoh super tajir di Partai Kakbah.
“Krisis leadership itu berimbas pada elektabilitas. Saya analisa wajar jika ada DPC-DPC yang usulkan nama selain kader PPP. Mengapa Sandiaga Uno? Dia kuat secara finansial, itu penting dalam politik,” kata Ujang kepada CNNIndonesia.com, Senin (26/10).
Meski begitu, Ujang menakar bahwa Sandiaga tak akan mau menerima tawaran itu. Sandi dinilai butuh perahu besar untuk berlayar di Pilpres 2024. Gerindra, kata Ujang, memberi kans tersebut.
Lebih jauh, Ujang menuturkan bahwa Sandiaga tak selalu punya hubungan harmonis dengan Prabowo. Misalnya saja, saat Prabowo deklarasi kemenangan di Pilpres 2019. Atau saat Sandiaga menyatakan dapat dukungan sebagai caketum Gerindra awal tahun ini.
“Kalau Sandi mau keluar dari Gerindra, sudah dari dulu dia lakukan itu, tapi nyatanya kan tidak,” ujar Ujang.
Betapapun, keputusan memang ada di tangan Sandiaga. Hanya saja, jika kelak menjadi Ketum PPP, maka Sandiaga semestinya merasa sangat berhutang kepada Gerindra karena telah mengantarkannya hingga ke Kakbah. Yah, apakah akan mabrur atau tidak mabrur, itu tentu saja lain soal. Yang jelas, PPP sepertinya memang sedang krisis sih, eh…