Salam Satu Jari sampai Hijab Metal (Bagian 3-Habis)

Salam Satu Jari sampai Hijab Metal (Bagian 3-Habis)

Salam satu jari dianggap mendobrak tradisi, hijab metal menjadi budaya baru dalam musik islam

Salam Satu Jari sampai Hijab Metal (Bagian 3-Habis)
VoB atau Voice of Bacepot adalah sekumpulan anak muda berhijab yang bermusik dengan aliran metal. Ia juga kerap membicarakan keislaman kritis via musik mereka. Pict by FB VoB

Salam satu jari dan hijab metal dianggap mendobrak tradisi yang sudah mapan. bagaimana sebenarnya mereka tumbuh kembang?

Greg Fealy dalam artikelnya Consuming Islam mengajukan pertanyaan yang mungkin tepat dengan fenomena produk budaya yang makin Islami. Apakah kecenderungan Islamisasi dalam budaya populer semacam ini menandakan bahwa Islam Indonesia menuju ke arah lebih konservatif?

Pertanyaan ini juga masuk akal jika dikaitkan dengan arus hijrah para musisi yang saya sebutkan tadi. Bagi saya, tidak juga. Untuk lebih lanjut, sila baca dua tulisan ini Salam Satu Jari Sampai Hijab Metal Bag-1 dan Salam Satu Jari sampai Hijab Metal Bag-2

Islam dan Metal diekspresikan secara berbeda oleh tiga remaja perempuan dari Garut. Mereka adalah Frida, Eusi dan Widi yang tergabung di band Voice of Baceprot (VoB). Berasal dari keluarga petani pedesaan di Garut, Jawa Barat, mereka berhasil menarik perhatian media dalam dan luar negeri karena mendobrak stereotip perempuan berhijab dan musik Metal.

VoB tidak lahir dari lingkungan pergaulan musisi yang kuat. Malah mereka berasal dari keluarga Muslim yang taat. Saat VoB terbentuk di tahun 2014, mereka hanya tiga siswi Madrasah Tsanawiyah Al-Baqiyatussolihat Banjarwangi Garut yang ikut kegiatan ekstra Teater.

Dalam wawancara di acara tv Hitam Putih, mereka mengaku tahu musik Metal berkat mengulik laptop gurunya yang mereka panggil “Abah”. Dari situ mereka kenal dengan band macam System of a Down, Rage Against the Machine dan Lamb of God.

Berbeda dengan arus Metal salam satu jari, VoB tidak menampakkan secara eksplisit idealisme Islam dalam karya mereka meskipun hijab membuat identitas Islam mereka begitu kentara.

Tiga bocah ini mengusung tagline the other side of Metalism. Menyiratkan pesan bahwa mereka ingin mengubah stereotip bahwa Metal itu selalu identic dengan satanisme. Tidak hanya pada Metalnya, VoB juga memutarbalikkan pandangan tradisi dan agama yang membatasi mereka sebagai perempuan.

Sebagai siswi SMA yang berhijab, memainkan musik Metal menimbulkan rasa khawatir bagi guru dan orangtuanya. Kegiatan mereka tidak didukung oleh kepala sekolah mereka sendiri yang menyebut musik mereka “jahiliyah”. Orangtua mereka juga khawatir mereka terkena pengaruh buruk menjadi anak band, meskipun sambil menonton mereka di TV dengan bangga. Netizen di social media pun tak mau ketinggalan berkomentar, banyak komentar negative dan perundungan yang mereka terima, hanya karena mereka perempuan dan berhijab. Menyebut bahwa main musik metal itu tidak pantas dilakukan oleh Muslimah.

Sepertinya ketiga bocah ini tidak mau ambil pusing dengan itu. Meski banyak media memuji mereka sebagai progresif, atau pendobrak tradisi. Bagi mereka, Metal dan identitas keislaman bisa berjalan seiring. Bahkan mereka bangga karena bisa tampil beda.

“Saya beda karena saya perempuan, saya main musik Metal, tapi saya pakai hijab. Hijab itu identitas saya, Metal itu musik saya,” ujar Firda Kurnia sang vokalis sekaligus pencabik senar gitar VoB.

Mengambil sedikit kesimpulan dari fenomena musik Metal dan keislaman di atas, kita bisa melihat perbedaan kecenderungan pola beragama masyarakat Indonesia. Saya cukup pede untuk bilang bahwa dua band Metal ini mewakili cara dan strategi Muslim Indonesia mengkompromikan agama yang mereka yakini dengan aktivitas bermusik yang bagi banyak orang sudah seperti jalan hidup, sama pentingnya.

Baik itu keislaman yang kuat secara simbolik (ala salam satu jari-nya Tengkorak) atau substantif (seperti yang dilakukan oleh VoB), pada akhirnya kita harus setuju bahwa melalui kacamata musik Metal, kita mampu melihat wajah Islam Indonesia yang dinamis, terbuka dan tentu saja, ngerock! \m/

 

Referensi:

Fealy, Greg. 2007. “Consuming Islam: Commodified Religion and Aspirational Pietism in Contemporary Indonesia.” In Expressing Islam: Religious Life and Politics in Indonesia, by Greg Fealy and Sally White. Singapore: ISEAS.

Heryanto, Ariel. 2008. Popular Culture in Indonesia Fluid Identities in Post-authoritarian Politics, New York: Routledge.