Bagaimana wajah Islam Indonesia dalam lanskap musik metal?
Pada tahun 2007, Sam Dunn dan Scott McFadyen berkeliling dunia untuk memproduksi film dokumenter bertajuk Global Metal. Tujuh negara mereka kunjungi bersama tim produksinya. Mulai Jepang, India, CIna, Israel, Dubai, Brasil dan tentunya Indonesia. Indonesia dikunjungi karena dianggap punya keunikan sebagai negara Muslim terbesar di dunia, yang secara mengejutkan mempunyai pasar Metal besar di Asia.
Musik Metal dengan Islam agak susah untuk dimasukkan dalam satu kotak. Ketika agama mengemban amanah akhlak dan misi mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya, musik Metal justru sudah punya sifat memberontak sejak oroknya. Memakai atribut serba hitam, membuatnya lekat dengan unsur mistik dan seram. Metal mempunyai gestur salam yang khas, yaitu salam dua jari.
Jari telunjuk dan kelingking menunjuk ke atas sementara jempol, jari tengah dan jari manis dilipat, disebut sebagai sign of the horn (symbol tanduk). Ini dia yang membuatnya identic dengan tanduk setan. Sehingga musik Metal sering dianggap sebagai musik pemuja setan.
Sekilas Metal dalam Konteks Indonesia
Akan tetapi lain hal jika kotak itu bernama Indonesia. Negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, yang punya sejarah panjang sebagai melting pot banyak unsur kebudayaan. Metal punya sejarah cukup lama di Indonesia. Meskipun pada masa Soekarno segala yang berbau Barat dan musik ngak ngek ngok dilarang karena tidak sesuai dengan jatidiri bangsa, nyatanya tidak pernah benar-benar berhasil. Pemuda Indonesia tetap punya gayanya sendiri melawan normativitas negara. Masa Orde Baru Soeharto justru membuka keran lebar-lebar budaya Barat masuk ke Indonesia, sehingga audiens Indonesia makin akrab dengan musik dari luar negeri.
Deep Purple jadi band Metal pertama yang menggelar konser di Indonesia pada 1975. Konser itu mencatatkan 150 ribu pengunjung. Jumlah yang tidak bisa ditandingi oleh band Metal selanjutnya seperti Sepultura di tahun 1992 (50 ribu pengunjung) atau hahkan Metallica di tahun 1993 (91 ribu pengunjung). Meski hingar bingar Metal saat ini tidak lagi pekak di telinga kids zaman now, namun generasi headbanging ini pada akhirnya melahirkan sosok presiden Jokowi. Presiden Indonesia pertama penggemar berat Metal.
Berlanjut ke era reformasi. Kecamuk politik yang terjadi di periode ini seperti menyeret Indonesia ke titik reset. Banyak pihak yang ingin merebut kemudi ke mana arah negara ini berjalan. Tak hanya di level elit politik, tapi juga sampai pada level budaya populer.
Ariel Heryanto, dalam melihat kontestasi budaya populer Indonesia pasca Orde Baru (2008), memetakan kontestasi yang cukup intens, yakni antara unsur Western dan Islamisme. Ketika unsur Western bisa dibilang sudah mapan di Indonesia, unsur Islam ini yang muncul dan membawa warna baru dan mulai mendapat tempat di industry hiburan di Indonesia. indikasinya mulai banyak muncul musik nasyid dan film-film bertemakan Islam di budaya layar Indonesia.
Era reformasi ini juga menjadi momentum menjamurnya gerakan Islam yang arahnya lebih simbolik dan konservatif. Jejaring ideologi trans-nasional yang tidak memungkinkan di masa orde baru, mulai muncul dan menyokong arus ini. Ketika Islam menjadi komoditas dan mendapat tempat di dunia pertunjukan Indonesia, secara bersamaan membuka pintu bagi para pelaku di sekitar industri ini untuk mulai mengambil nilai Islam. Tak terkecuali para musisi dan band Metal. [bersambung]