Yakin adalah kunci. Dalam kehidupan segala kesuksesan bermula dari keyakinan. Dengan keyakinan, langkah menjadi tepat dan jalan menuju kepada tujuan menjadi terang. Transaksi, kontrak, investasi semua bermula dari keyakinan, yakin akan ketepatan insting, ketepatan perhitungan, yakin akan kejujuran dan amanah klien dan yakin akan sukses. Begitu juga dengan nikah yang disebut memulai hidup baru. Orang yang yakin belum tentu orang yang percaya takkan ada rintangan namun juga orang yang percaya segala resiko dapat ia atasi. Sebaliknya tanpa keyakinan langkah yang dilakukan terkesan gamang dan mudah terpeleset bahkan kadang membuat orang tidak berbuat sama sekali. Keraguan adalah tangga turunan pertama menuju kegagalan.
Begitu juga dalam menjalankan ajaran agama. Dengan keyakinan yang kuat, amal ibadah yang dilakukan semakin mudah. Sebaliknya, tanpa ada kekuatan keyakinan seseorang bisa menjadi serampangan dalam menjalankan ibadah ajaran agamanya. Yakin adalah modal utama dalam beragama. Rasulullah Saw. bersabda, “Yakin adalah iman keseluruhannya” (Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dan Khathîb al-Baghdâdi dari Ibnu Mas’ud). Lukman Hakim pernah memberi wejangan kepada putranya, “Hai anakku, amal tak bisa dikerjakan tanpa ada keyakinan. Seseorang tidak beramal kecuali sesuai kadar keyakinannya. Begitu juga seseorang tidak sembrono dalam beramal melainkan karena keyakinannya yang berkurang.” Seseorang yang telah memiliki keyakinan kuat akan terhindar dari gangguan setan. Ia tak dapat mendekat dan mengganggu kepada orang yang memiliki rasa yakin. Ini sebagaimana yan tergambar dalam sabda Rasulullah Saw. ketika berkomentar tentang Sayyidina Umar yang memiliki keyakinan kuat, “Sesungguhnya setan menghindar dari bayangan Umar. Tidaklah Umar melewati satu jalan kecuali setan tentu akan melewati jalan yang lain.” Orang yang memiliki keyakinan kuat tak mungkin untuk digoyahkan. Bahkan bagi yang memiliki keyakinan kuat, apa yang belum terlihatpun seakan telah ia saksikan. Karena itu Sayyidina Ali berkata, “Andai tutup itu dibuka maka takkan bertambah keyakinanku.” Perkataan ini bukan karena lemah atau bengal tapi menunjukkan level keyakinan yang telah mencapai puncak.
Yakin (dalam bahasa Arab) dapat diartikan dengan mantap. Kata yakin secara umum dipakai untuk dua arti. Pertama rasa mantap atau percaya seseorang atas sesuatu yang tanpa keraguan dan sulit untuk tergoyahkan. dalam kehidupan sehari-hari kita banyak menemukan contoh dari yakin dengan arti ini semisal kita yakin suatu tempat sangat padat, yakin suatu tempat berbahaya atau angker. Keyakinan seperti ini ada yang berbuah arti yakin yang kedua dan ada yang tidak. Kedua adalah yakin bermakna rasa percaya yang telah merasuk ke dalam jiwa sehingga segala gerak gerik dan suasana jiwa terpengaruhi oleh keyakinan tersebut. Seseorang yang meyakini suatu tempat itu angker bulu kuduknya secara refleks akan berdiri ketika lewat di tempat tersebut. Ia akan berjalan cepat dan tak berani menoleh agar bisa segera melewatinya. Keyakinan tak berbanding lurus dengan pencerapan indera. Seseorang yang seumur hidup belum pernah melihat hantu pun bisa begidik ketika melewati lokasi yang dia yakini angker. Keyakinan daam dirinya itulah yang berbuah rasa takut. Begitu juga ketika seseorang berkumpul dengan orang-orang yang ia kenal dan ia yakini sebagai orang baik. Ketika bertemu secara refleks ia akan menyambut dengan hangat dan tak segan berbuat untuk orang tersebut. Belum lagi ketika ia yakin orang tersebut dapat membantunya, mukanya akan semakin sumringah dan ia semakin bersemangat. Di sini keyakinan berbuah optimisme dan harapan.
Ketika ada pembahasan dalam agama yang disampaikan para ulama tentang yakin, biasanya makna kedua ini yang dimaksud. Begitu pula ketika disebutkan bahwa kualitas amal tergantung keyakinan, semakin kuat iman maka semakin berkualitas amal yang dilakukan. Hampir semua orang Islam yakin akan datangnya kematian tapi banyak juga yang belum mempersiapkan mempersiapkannya. Banyak yang percaya akan surga neraka namun masih mudah melalaikan kewajiban dan melakukan hal yang dilarang. Ini menunjukkan iman saja tanpa keyakinan kuat belum cukup mengubah perilaku seseorang. Ia tetap dikategorikan sebagai orang yang beriman, yang percaya, orang yang yakin namun keyakinannya masih terlalu lemah sehingga belum bisa mempengaruhi kehidupannya. Meningkatkan dan mempertebal keyakinan berarti usaha bagaimana agar keyakinan tersebut mendarah daging dalam diri kita sehingga segala aktifitas dan pikiran kita bersumber dari keyakinan tersebut. Kita takut neraka meski belum pernah melihatnya seperti kita takut ketika melewati tempat angker walau belum pernah bertemu hantu di sana. Kita menginginkan surga dan berupaya keras menggapainya seperti kita ingin dan berupaya menjadi kaya meski sebenarnya kita belum pernah merasakan rasanya menjadi orang kaya. Keinginan dan upaya tersebut semata didorong oleh keyakinan dalam diri bahwa kekayaan akan bisa membuat bahagia. Mestinya keinginan dan upaya kita meraih surga yang sudah dijelaskan oleh Penciptanya sebagai tempat kedamaian dan kebahagiaan melebihi usaha kita meraih kekayaan yang hanya berdasarkan pandangan diri akan membuahkan kebahagiaan. Dari sini tampak betapa keyakinan benar-benar unsur penting dalam segala gerak seseorang terutama dalam melaksanakan ibadah dan ajaran agama.
Karena itu Rasulullah Saw. memerintahkan untuk mempelajari tentang yakin yaitu yakin dengan arti kedua yang benar-benar telah merasuk dan mempengaruhi hidup. Beliau bersabda, “Belajarlah kalian semua tentang yakin” (Dikeluarkan oleh Abu Nu’aim dan diiwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya). Dalam menjelaskan hadits ini Imam Ghazali mengatakan, “maknanya adalah bergaullah dengan orang-orang yang yakin, dengarkanlah ilmu tentang yakin dari mereka, dan langgengkan mengikuti jejak mereka agar keyakinan kalian menjadi kuat seperti kuatnya iman mereka.” Bergaul dengan orang yang memiliki keyakinan akan membuat kita juga menjadi yakin. Sebaliknya bergaul dengan peragu juga menyebabkan kita tertular sifat mereka. Bergaul dengan para pemberani membuat kita ikut berani, bergaul dengan para penakut membuat kita juga terjangkiti rasa takut. Pergaulan terus menerus apalagi disertai penjelasan memuaskan akan berbuah karakter. Ia bisa mengubah orang dari satu sifat ke sifat yang lain termasuk dalam urusan keyakinan. Sedang langkah konkrit meningkatkan keyakinan setidaknya melalui tiga hal.
Pertama, mendengarkan dengan seksama serta meresapi ayat dan hadits yang menjelaskan tentang keagungan, kesempurnaan, dan kebesaran Allah, tentang sifatnya yang Maha pengasih dan Maha Memaksa, keesaan-Nya dalam menciptkan dan mengatur alam raya. Begitu juga perlu meresapi keterangan tentang kebenaran para rasul serta akibat yang menimpa para penentang mereka, keterangan tentang kiamat, surga dan neraka. Lebih baik hal ini diperoleh langsung dari para ulama sehingga kita tak hanya membaca ayat namun juga mendapatkan penjelasan maksud serta cara meresapi dan menerapkan perasaan tersebut dalam kehidupan. Buah dari keyakinan kuat terutama perubahan psikologis yang berkelanjutan dengan tindakan nyata. Karena itu peru mendapat penjelasan langsung dari ahlinya agar kekhawatiran dan ketakutan kita akan kematian bisa ditata, tak menjadikan terhantui oleh mati namun menyikapi dan usaha menghadapinya dengan bijak.
Kedua, melihat dan merenungi alam raya serta segala keajaiban dan keindahan ciptaan Allah yang terpampang di dalamnya. perenungan atau tafakkur ini dapat dimulai dari mana saja. Bagi orang yang biasa bertafakkur, segala hal adalah keaijaiban dan menunjukkan ke-Maha-an Allah. Aktifitas keseharianpun bisa menjadi jalan untuk dekat kepada Allah serta menambah keyakinan. Ketika memandang sebulir nasi, kita menyadari itu adalah murni pemberian dari Allah. Tanah yang menumbuhkan, air yang menjadi sumber kehidupan, hingga proses dari awal sampai menjadi gabah dan nasi tak bisa terjadi tanpa kuasa Allah. Manusia hanya bisa berharap yang belum ada dan mengolah yang sudah ada. Begitu juga ketika sudah masuk ke mulut. Dosis air ludah dan zat petialin yang dikeluarkan telah diatur sedemikian rupa sesuai dengan makanan yang masuk tanpa ada kesadaran dari kita. Lidah yang bisa mencerap rasa dan hanya di situlah satu-satunya makanan yang lezat bisa dirasakan dan dibedakan. Belum lagi ketika sudah melewati tenggorokan yang bisa kita lakukan hanyalah pasrah kepada-Nya bagaimana makanan itu diproses dalam pencernaan dan dibagikan sarinya secara proporsional ke seluruh organ tubuh. Ini baru satu aktifitas dan satu proses,belum lagi segala macam yang ada dan terjadi di alam raya ini. Karena itu Allah ta’ala berfirman, “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. (QS Fushilat:53)
Ketiga, selalu berbuat dan beribadah baik lahir maupun batin sesuai yang diimani dan diyakini dengan penuh antusias dan sekuat tenaga. Keyakinan yang ada pada diri kita sekecil apapun harus kita wujudkan buahnya dalam amal shalih. Beramal membawa keyakinan berarti kita beramal dengan penuh kesadaran akan hakikat diri, siapa yang kita hadapi, dan apa yang bisa menimpa kita kelak. Ketika ibadah dengan kesadaran ini dilakukan maka akan membuahkan ibadah-ibadah lain dengan kesadaran yang semakin tinggi. Di situlah kita bisa beribadah “seakan-akan engkau melihat-Nya. Bila belum mampu maka (teruskanlah beribadah) karena Ia selalu melihatmu.”
*) Penulis adalah Pegiat Komunitas Literasi Pesantren, tinggal di Magelang