Beberapa sahabat termasuk Abu Bakar dan Umar Bin Khattab tidak mengetahui kalau Rasulullah Saw masih hidup. Mereka mengira Rasulullah Saw telah gugur di Perang Uhud dan mengingat begitu membanjirnya pasukan musuh menyerbu ke tempat Rasulullah Saw berada waktu itu. Keduanya pergi ke arah gunung dengan kepala tertunduk pasrah. Setelah di lereng gunung mereka duduk tanpa semangat.
Anas bin Nadzir yang lewat bertanya kepada mereka, “Mengapa kalian duduk-duduk di sini?”
“Rasulullah sudah terbunuh,” jawab Abu Bakar dan Umar bersamaan.
“Perlu apalagi kita hidup sesudah itu? Bangunlah! Dan biarlah kita juga mati untuk tujuan yang sama!” kata Anas bin Nadhir bersemangat dan sesudah itu ia menyerbu musuh, bertempur dengan gagah tiada taranya. Dia baru mendapatkan Syahid setelah tubuhnya ditebas 70 kali oleh orang-orang Quraisy yang mengeroyoknya. Begitu rusak tubuh Anas bin Nadhir sampai tidak seorang pun mengenali jasadnya kecuali adik perempuannya yang mengenali Anas bin Nadhir dari ciri yang terdapat pada ujung jarinya.
Abu Bakar dan Umar bin Khatthab yang terkesan dengan kegagahan Anas bin Nadhir. Sementara Abu Sufyan yang yakin sekali bahwa Rasulullah Saw telah gugur, sibuk mencari-cari mayat beliau di tengah korban-korban pasukan Muslim yang berserakan di bawah bukit.
Ketika orang Quraisy berteriak-teriak bahwa Muhammad telah terbunuh, Rasulullah Saw menyuruh para sahabat agar tidak membantahnya. Hal itu untuk menghindari lebih banyak lagi serbuan musuh ke arah beliau. Namun, begitu Ka’ab bin Malik datang mendekat, ia mengenali Rasulullah Saw. Ketika melihat mata Rasulullah Saw yang berkilau di balik helm bajanya, kemudian ia berteriak, “Saudara-saudara kaum muslimin!” teriak Ka’ab amat gembira, “Selamat! Selamat! Ini Rasulullah Saw.”
Rasulullah Saw memberi syarat agar Ka’ab berhenti berteriak. Kaum muslimin berdatangan dan mengangkat Rasulullah Saw tercinta. Kemudian bersama-sama beliau mereka mendaki ke puncak gunung Uhud ke sebuah celah Bukit.
Teriakan Ka’ab terdengar juga oleh pihak Quraisy. Sebagian besar dari mereka tidak mempercayai teriakan itu. Namun, ada beberapa orang Quraisy yang buru-buru pergi memburu rombongan Rasulullah Saw dari belakang. Beberapa orang Quraisy yang lain melepaskan tembakan panah ke arah puncak bukit di mana para sahabat berusaha membawa Rasulullah Saw ke atas bukit.
Nafi’ bin Jubair berkata, “Aku mendengar ada seseorang dari Muhajirin berkata, “Aku ikut dalam perang Uhud. Kulihat bagaimana anak panah melesat dari segala arah, tertuju kepada
Rasulullah Saw namun tidak satu pun mengenai beliau. Kulihat Abdullah bin Syihab Az-Zuhri berseru, “Tunjukkan kepadaku di mana Muhammad. Aku tidak akan selamat jika dia masih hidup.” Padahal, saat itu kulihat Rasulullah Saw berada di dekatnya, bahkan Abdullah bin Syihab Az-Zuhri melewati beliau.
Ibnu Ishaq menuturkan ketika Ubay bin Khalaf yang mengendarai kudanya dapat menyusul rombongan Rasulullah Saw dan memergoki beliau dikawal para sahabat tetapi Ubay tidak melihat Rasulullah Saw sehingga ia bertanya, “Di manakah Muhammad? Aku tidak akan selamat selama dia masih hidup.”
Sahabat Al-Haris bin Ash-Shimmah bertanya, “Wahai Rasulullah adakah di antara kita yang membuntuti di belakang Ubay?”
“Biarkan saja,” jawab Rasulullah Saw yang seketika itu juga mengambil tombak yang dipegang Al-Haris bin Ash-Shimmah, lalu dengan sangat cepat Rasulullah Saw menikamkan tombak itu ke arah leher Ubay Bin Khalaf tepat pada celah di antara baju zirah besi dengan topi besi.
Ubay bin Khalaf menggeliat kaget dan kesakitan, lalu terhuyung-huyung di atas kudanya, lalu dengan berteriak-teriak ketakutan ia berusaha kembali pulang ke Mekkah. Ubay bin Khalaf mati di tengah jalan perjalanan pulang, yaitu di Sarif.
Sesampainya pasukan muslim di ujung bukit, Ali bin Abi Thalib pergi mengambil air dari mata air Al-Mihras yang diwadahi dalam perisai kulitnya. Ali membasuh darah di wajah Rasulullah Saw dan menyiram beliau dengan air.
Dua keping lingkaran besi yang menancap di pipi Rasulullah Saw dicabut oleh Abu Ubaidah bin Al Jarrah. Begitu sulitnya lingkaran besi itu dilepas sampai 2 gigi seri beliau ikut goyah.
Ibnu Ishaq menuturkan, sewaktu Rasulullah Saw berada di jalan bukit, beberapa orang Quraisy terlihat mendaki bukit dipimpin oleh Abu Sufyan dan Khalid bin Al-Walid. Sewaktu mereka tiba di atas bukit, Rasulullah Saw bersabda, “Ya Allah, tidak selayaknya bagi mereka untuk mengungguli kita.”
Mendengar ucapan Rasulullah Saw Umar Bin Khatthab dan beberapa orang prajurit Muslimin menyerang dan mengusir Khalid bin Al-Walid sampai mundur ke bawah bukit. Namun sebagian mereka yang mendaki dari sisi lain mendapati Rasulullah Saw hanya dikawal Sa’ad bin Abi Waqqash. Rasulullah Saw bersabda kepada Sa’ad, “Buatlah mereka ketakutan.”
“Bagaimana saya yang sendirian bisa membuat mereka ketakutan?” tanya Sa’d ragu-ragu.
Rasulullah Saw tetap memerintah Sa’ad sampai berulang tiga kali. Akhirnya Sa’ad mengambil anak panah dari tabungnya dan membidikkanke arah orang-orang Quraisy yang mendekat. Orang Quraisy itu tumbang tanpa nyawa. Sa’ad mendekati mayat orang Quraisy itu dan mencabut anak panahnya untuk dibidikkan lagi ke orang Quraisy yang lain. Begitu Sa’ad membunuh tiga orang Quraisy dengan satu anak panah, yang membuat orang-orang Quraisy ketakutan dan beramai-ramai menuruni bukit.
Di antara sahabat yang selalu mengawal Rasulullah Saw adalah Barakah binti Tsa’labah yang masyhur disebut Ummu Ayman, ibu susuan Rasulullah Saw , yang sejak beliau kecil selalu mengikuti bahkan sampai saat beliau menikah dengan Khadijah dan beliau hijrah ke Madinah, Ummu Ayman tidak pernah jauh dari beliau. Pada saat perang Uhud pecah, Ummu Ayman ikut bertempur dengan mengambil posisi tidak jauh dari putera susuannya itu.
Ketika pasukan Muslimin porak-poranda diserang pasukan berkuda pimpinan Khalid bin Al-Walid, di mana sebagian mereka lari tunggang langgang akan kembali ke Madinah, Ummu Ayman dengan geriba tempat air di tangan kiri memungut pasir dengan tangan kanannya dan menaburkannya ke wajah mereka yang lari sambil berseru, “Wahai laki-laki, jalankan saja penggilingan gandum di rumah dan berikan pedang kalian kepadaku.”
Tidak peduli dengan sengitnya pertempuran pada saat musuh mengobrak-abrik dan memburu pasukan Muslimin, Ummu Ayman memberi minum prajurit-prajurit yang terluka maupun yang masih bertahan menghadang serangan musuh. Pada saat air di dalam geribanya habis, Ummu Ayman memungut busur dan anak panah, ikut bertempur menyerang musuh dengan anak panahnya. Sewaktu Hibban bin Ariqah mendekati Rasulullah Saw Ummu Ayman berlari mendekat dan membidik pemuka Quraisy itu dengan anak panahnya.
Sekali pun bidikan Ummu Ayman tepat mengenai sasaran, tetapi anak panahnya terpental karena Hibban bin Ariqah mengenaikan baju zirah besi. Hibban bin Ariqah tertawa terbahak-bahak merendahkan serangan Ummu Ayman yang justru patah mata panahnya saat menghantam baju zirah besi yang dikenakan Hibban bin Ariqah.
Rasulullah Saw tidak senang ibunda susuannya ditertawakan musuh. Beliau memungut anak panah yang sudah patah mata panahnya itu. Beliau menyerahkan anak panah itu kepada Sa’ad bin Abi Waqqash.
Sa’ad pun membidikkan anak panah itu ke arah Hibban bin Ariqah dan tepat mengenai tengkuknya sehingga Hibban terjerembab ke tanah. Rasulullah Saw tersenyum dan bersabda, “Sa’ad telah merendahkan Hibban untuk Ummu Ayman. Allah telah memenuhi doanya.”
Kisah ini terdapat dalam kitab As-Sirah An-Nabawiyah li lbni Hisyam karya Syekh Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri terbitan Darul Fikr.