Sahabat Ali RA pernah ingin mempersunting putri Abu Jahal. Padahal ia sudah memiliki istri Fatimah binti Rasulullah SAW.
Ketika mendengar rencana dirinya ingin dipoligami, Fathimah mengadu pada ayahnya. Rasulullah SAW pun langsung mendatangi Ali dan menegurnya.
“Fatimah itu darah dagingku (qitatun minni). Barang siapa menyakitinya, ia sama saja menyakitiku,” tutur beliau.
Mendengar hal itu, sahabat Ali langsung membatalkan rencananya itu untuk berpoligami. Ia baru berani kawin lagi setelah Fathimah meninggal.
Sebagai seorang manusia biasa, Rasulullah SAW pun sakit hati putri kesayangannya dipoligami. Lha, bukankah Nabi SAW sendiri berpoligami?
Ada beberapa fakta yang tidak boleh diabaikan oleh penganjur poligami. Pertama, Nabi Muhammad SAW hidup bersama Khadijah istri pertamanya selama 25 tahun tanpa pligami. Nabi menikah lagi setelah Khadijah wafat dan umur beliau sudah 51 tahun.
Kedua, perempuan-perempuan yang dinikahi Nabi, kecuali Aisyah, semuanya janda. Ketiga, tidak ada satu pun hadis yang menceritakan bahwa Rasulullah bangga memiliki istri lebih dari satu.
Dari ketiga fakta itu, saya pikir tak ada alasan berpoligami dengan berlindung pada “sunnah” Nabi, karena beliau sendiri tidak pernah menganjurkannya.
Dalam ushul fiqh, tak semua ucapan dan tindakan Nabi untuk diikuti. Nabi Muhammad SAW itu nabi, rasul, juga manusia biasa. Jangan memukul rata semuanya dengan “sunnah”.