Ramlah binti Abu Sufyan atau biasa dikenal “Ummu Habibah” adalah putri dari salah satu pembesar sekaligus bangsawan Quraisy pada masa Nabi, Abu Sufyan. Ia adalah perempuan yang dinikahi Rasulullah dari jarak jauh. Kala itu Rasulullah di Madinah sedangkan ia berada di Habasyah. Pernikahannya dengan Rasulullah merupakan kabar gembira yang Allah berikan karena keteguhan hatinya dalam menjaga agama Allah.
Dalam ar-Rahiqul Makhtum disebutkan bahwa suami Ummu Habibah sebelum menikah dengan Rasulullah bernama ‘Ubaidullah bin Jahsy. Ia bersama suaminya dengan berani meninggalkan agama serta sesembahan ayah dan kaumnya. Ia pun secara terang-terangan menyatakan keislamanan serta keimanannya.
Baca juga: Empat Perempuan yang Pernah Dinikahi Abu Bakar Ash-Shiddiq
Ayahnya, Abu Sufyan bin Harb yang dikenal sangat memusuhi Islam, marah saat mengetahui sang putri dan menantunya masuk Islam. Ayahnya berupaya untuk membujuk putri dan menantunya agar kembali ke ajaran nenek moyang mereka. Namun, Ramlah dan suaminya tidak bergeming sedikit pun dari bujukan ayahnya. Mereka tetap berpegang teguh dengan Islam serta keimanannya.
Gagal membujuk keduanya, Abu sufyan semakin marah serta kehilangan harga dirinya di hadapan suku Quraisy, karena ia adalah pemimpin mereka. Menyadari hal itu, kaum Quraisy mulai melancarkan gangguan, siksaan, dan penindasan terhadap Ummu Habibah dan suaminya.
Hingga akhirnya Rasulullah menyeru kaum muslimin untuk berhijrah ke Habasyah. Ummu Habibah dan suaminya ikut hijrah ke Habasyah untuk menyelamatkan diri dari penindasan dan siksaan kaum Quraisy, serta lepas dari jeratan sang ayah. Namun takdir berkata lain, Allah subhanahu wa ta’ala berkehendak dengan mendatangkan cobaan yang menguji keimanan, kesabaran serta keteguhan hatinya. Ujian yang berat telah dilalui oleh Ummu Habibah.
Pada suatu malam di Habasyah, Ummu Habibah bemimpi aneh. Di dalam mimpinya, ia melihat suaminya dalam penampilan dan kondisi yang sangat buruk. Ummu Habibah pun terbangun dari tidurnya karena merasa terguncang dan khawatir. Dan apa yang ia khawatirkan itu menjadi kenyataan, keadaan pun mulai berubah.
Kesokkan paginya, ‘Ubaidullah mengabarkan kepada Ummu Habibah, “Wahai Ummu Habibah, aku mencermati agama dan sungguh aku belum pernah melihat agama yang lebih baik dari Nasrani. Dulu, aku memeluk agama ini, setelah itu aku memeluk agama Muhammad. Sekarang aku kembali lagi menjadi Nasrani.” Ummu Habibah lalu berkata kepada suaminya, “Demi Allah, tidak ada kebaikan untukmu,” ia kemudian menceritakan perihal mimpinya kepada sang suami. Namun suaminya tidak peduli, hingga akhirnya ‘Ubaidullah menjadi pecandu khamr dan wafat dalam keadaan Nasrani.
Inilah cobaan yang Allah kehendaki untuk Ramlah binti Abu Sufyan. Ayahnya yang kufur serta sangat membenci Islam dan suaminya yang wafat dalam keadaan murtad. Namun hal itu tidak sedikit pun mengoyahkan keimanannya. Ia tetap berpegang teguh dengan Islam, hingga Allah memberikannya sebuah kabar gembira.
Pada suatu malam, Ummu Habibah kembali bermimpi. Mimpi yang dialami Ummu Habibah kali ini adalah mimpi yang indah. Di dalam mimpinya ada seseorang yang datang menghampirinya dan berkata, “Wahai Ummul Mukminin!” Ia pun lantas terbangun dan mentakwili mimpi tersebut bahwa Rasulullah akan menikahinya.
Setelah usai masa iddahnya, ada seorang utusan Raja An-Najasyi yang datang dan meminta izin untuk menemui Ummu Habibah. Ternyata itu adalah budak perempuan milik Raja An-Najasyi yang bernama Abrahah. Ia adalah budak yang mengurusi pakaian serta minyak wangi sang Raja.
Abrahah berkata kepada Ummu Habibah, “Paduka Raja berpesan untukmu, ‘Sesungguhnya Rasulullah mengirim surat kepadaku agar aku menikahkanmu dengan beliau’. Semoga Allah menyampaikan kabar gembira yang begitu baik kepadamu.” Ia pun melanjutkan, “Paduka Raja menyuruhmu untuk menunjuk orang yang akan menikahkanmu.” Ummu Habibah lalu menunjuk Khalid bin Sa’id bin Al-Ash yang akan mewakilinya.
Persiapan pernikahan pun segera dilakukan. Dan pada sore hari, Raja Najasyi memerintahkan Ja’far bin Abu Thalib untuk mengundang kaum muslimin yang berada di sana untuk menghadirinya. Setelah semua sudah hadir, Raja Najasyi lalu menyampaikan khutbah dan menyerahkan 400 dinar sebagai mahar. Sejumlah dinar itu diserahkan kepada Khalid bin Sa’id sebagai wakil Ummu Habibah dalam akad pernikahan ini.
Usai pernikahannya dengan Rasulullah, Ummu Habibah tetap tinggal di Habasyah. Hingga pada tahun ke-7 Hijriah, ia pindah ke Madinah untuk tinggal bersama kekasih yang dirindukannya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ummu Habibah pun senantiasa mendampingi Rasulullah hingga beliau wafat.
Inilah ketetapan yang Allah takdirkan untuk Ummu Habibah. Berbagai ujian dan cobaan berat Allah berikan untuk menguji keimanannya. Hingga Allah berikan kepadanya kabar gembira berupa pernikahannya dengan Rasulullah, untuk memuliakannya karena keteguhan hatinya dalam menjaga agama Allah. Tentu saja kabar gembira yang Allah berikan tidak hanya didunia, namun di akhirat kelak.
Baca juga: Kisah Ummu Salamah: Istri Rasulullah, Perawi Hadis dan Saksi Pembunuhan Husain
Keteguhan hati Ramlah dalam menjaga agama Allah, merupakan suatu pembelajaran penting yang patut kita teladani. Sebagaimana dalam Al-Qur’an telah dijelaskan, bahwa Allah akan memberikan balasan bagi hamba-Nya yang berpegang teguh dalam keimanannya. Maka renungkanlah firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam QS. Fussilat: 30:
اِنَّ الَّذِيۡنَ قَالُوۡا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسۡتَقَامُوۡا تَتَنَزَّلُ عَلَيۡهِمُ الۡمَلٰٓٮِٕكَةُ اَلَّا تَخَافُوۡا وَلَا تَحۡزَنُوۡا وَاَبۡشِرُوۡا بِالۡجَـنَّةِ الَّتِىۡ كُنۡتُمۡ تُوۡعَدُوۡنَ
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu”.