Ramadan Tiba, Apakah Kita Semakin Dewasa?

Ramadan Tiba, Apakah Kita Semakin Dewasa?

Ramadan Tiba, Apakah Kita Semakin Dewasa?

Ramadhan terus berjalan dan tak lama lagi meninggalkan kita. Itu artinya kita telah melaksanakan perintah Allah kurang lebih satu minggu yang diwajibkan kepada seluruh umat Islam yang sudah memenuhi syarat untuk melakukannya. Di dalam banyak kesempatan, Rasulullah pun selalu di dalam beberapa sabdanya yang tertuang di dalam hadits-hadits mengenai keistimewaan puasa pada sepuluh hari yang pertama. Di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Imam Baihaqi. Adapun terjemahan redaksinya adalah sebagi berikut:

“Bulan Ramadan adalah bulan di mana (sepuluh hari) awal di dalamnya adalah rahmat, (sepuluh hari) pertengahan merupakan maghfirah, dan (sepuluh terakhir adalah pembebasan dari api neraka”.

Bila ditelisik lebih jauh, hakikat dari bulan Ramadan pada sepuluh hari awal adalah rahmat. Di sini bila kita pahami secara luas pengertian rahmat di sini adalah kesejahteraan, ketentraman, dan kebahagiaan yang Allah berikan kepada seluruh umat manusia, terlebih umat Islam yang menjalankannya dengan iman yang kuat dan introspeksi diri. Karena memang,  makna rahmat jika ditelisik dari pengertian secara etimologis, Sayyidina Ali di dalam Nahjul Balaghah memberikan pengertian “Anugerah dan kasih sayang Allah untuk semua makhluk-Nya”.

Namun sangat disayangkan sekali, di momen yang penuh rahmat di bulan Ramadan ini, kita dikejutkan oleh sebagian oknum umat Islam yang dengan bangganya, seolah-olah mereka mewakili Tuhan dan mendapatkan legitimasi teologis untuk itu. Mereka melakukan sweeping rumah makan yang buka di siang hari dengan dalih menghormati umat Islam yang berpuasa. Sweeping yang dilakukan bukan di tempat-tempat mewah dengan seabrek makanan yang serba mahal. Akan tetapi mereka melakukan aksinya di tempat-tempat, di mana rakyat jelata dan orang kecil mengais rahmat Allah yang Ia anugerahkan di bulan Ramadan.

Sungguh rendah sekali jika seseorang dalam menjalankan ibadah dalam bentuk apapun meminta penghormatan. Karena sejatinya apabila kita menjalankan perintah Allah dengan baik dan ikhlas, tanpa meminta dihormati sekalipun, kita sudah menjadi hamba-hamba-Nya yang terhormat. Justru dalam pandangan psikologi, anomali semacam ini (meminta penghormatan dalam menjalankan ritual ibadah) merupakan ciri dari seorang yang terindikasi sebagai psikopat. Dan kita tidak ingin menjadi hamba-hamba Allah yang bermental psikopat, karena tujuan dari puasa itu sendiri adalah membentuk mental manusia-manusia mukmin yang muttaqin.

Apakah kita amnesia dengan pijakan yang menjadi dasar diwajibkannya berpuasa di bulan Ramadan? Bukankah di dalam surat al-Baqarah ayat 183 sangat jelas sekali Allah menggunakan redaksi implisit mengenai siapa yang dipanggil pertama kali untuk melaksanakan puasa tersebut? Kalau di antara kita ada yang lupa, baiklah kita akan mengkajinya dengan pendekatan yang mungkin lebih bisa diterima oleh orang awam sekalipun.

Pada ayat tersebut Allah berfirman “Yaa Ayyuhal ladziina Amanuu” atau wahai orang-orang yang beriman. Dalam ayat ini Allah memanggil orang-orang yang beriman saja. Artinya adalah tidak semua umat manusia yang Ia seru untuk melaksanakan ibadah puasa. Karena Allah Maha Tahu bahwa di dalam menjalankan ibadah puasa akan banyak godaan yang akan menghampiri hamba-hamban-Nya yang beriman tersebut.

Oleh karena itu, pada titik inilah hakikat berpuasa itu dipertautkan di mana Allah s.w.t. menjadikan bulan Ramadan sebagai kawah candradimuka untuk menempa manusia-manusia mukmin dengan berpuasa plus godaan-godaan yang ada di dalamnya. Jadi kalau di dalam berpuasa kita hanya mau enaknya saja tanpa ada godaan dan ujian ini namanya bukan puasa, akan tetapi hanya pindah jadwal makan saja. Tentu bukan hal ini yang dikehendaki oleh Allah di dalam firman-Nya itu. Jadi, kedewasaan kita selama berpuasa itulah yang dinilai oleh Allah selama kita menjalankan ibadah mulia di bulan suci Ramadan.

Apakah kita benar-benar menjadi hamba-hambanya yang bermental psikopat dan munafik, atau benar-benar lulus menjadi hamba-hambanya memperoleh predikat muttaqin. Persoalannya adalah masihkah kita meminta peghormatan kepada orang lain di bulan suci ini? Wallahu A’lam…[]