Tentang Raja Saudi dengan Presiden RI

Tentang Raja Saudi dengan Presiden RI

[:id]Di sana hanya ada Rasulullah SAW yang memiliki pangkat yang jauh lebih tinggi dari kita, aku, dan dirimu.[:]

Tentang Raja Saudi dengan Presiden RI
BEBERAPA tahun yang lalu saya berada dalam sebuah seminar di Universitas Monash, Australia. Pokok pembicaraannya adalah “Perkembangan Politik di Indonesia”. Ada pertanyaan dari peserta: “Mungkinkah seorang yang tidak beragama Islam menjadi presiden di Indonesia?” Penulis menjawab, kalau dilihat dari bunyi Undang-Undang Dasar ’45 hal itu dapat saja terjadi.

Ketika melaksanakan ibadah haji tahun 1955, Bung Karno disambut sebagai tamu kehormatan oleh Raja Saudi, Saud bin Abdulaziz Al Saud. Berbagai cara dilakukan Raja Saudi untuk mengambil hati Bung Karno, salah satunya memberikan hadiah mobil.

“Ketika aku akan kembali ke tanah air, Raja Arab Saudi mengatakan, Presiden Soekarno, mobil Chrysler Crown Imperial ini telah Anda pakai selama berada di sini. Dan sekarang saya menyerahkannya kepada anda sebagai hadiah ” kata Soekarno menirukan ucapan Raja Saudi. Tentu saja Bung Karno girang kepalang dengan pemberian hadiah itu.
Pada jaman itu belum ada KPK sehingga ia tak perlu memberikan mobil itu ke KPK, seperti yang dilakukan Jokowi ketika mengembalikan bass gitar Metalica yang diterimanya ke KPK. Sebagai balasan, Bung Karno mengundang Raja Saudi untuk datang ke Indonesia.

Raja Saudi sangat mengagumi Bung Karno sebagai pendorong kemerdekaan negara negara Asia Afrika. Dia juga menemani saat Bung Karno berziarah ke makam Nabi di Madinah. Saat itu pula, Bung Karno melepaskan semua atribut-atribut dan pangkat kenegaraan yang digunakan. Kemudian Raja Saudi keheranan dan bertanya pada Bung Karno.

“Di sana hanya ada Rasulullah SAW yang memiliki pangkat yang jauh lebih tinggi dari kita, aku, dan dirimu,” jawab Bung Karno.

Komitmen Bung Karno terhadap Islam tak pernah berhenti. Kelak Bung Karno menggagas Konperensi Islam Asia Afrika yang dilaksanakan di Bandung tahun 1964.

Hubungan erat antar kedua kepala negara itu tetap berjalin, dan mereka bertemu lagi dalam Konperensi Non Blok I di Beograd tahun 1962. Kali ini disela sela lobby sidang, tiba tiba Bung Karno memerintahkan Nyonya Supeni sebagai duta besar keliling Indonesia untuk memanggil Raja Saud.
Tentu saja duta besar keliling kesayangan Bung Karno ini bingung. Bagaimana caranya ia bisa ‘ menggeret ‘ Raja Saudi menuju kursi Bung Karno. Dia harus berpikir keras mencari alasan agar sang raja mau menghampiri Bung Karno.
Nyonya Supeni teringat bahwa Raja Saud sudah diundang oleh Bung Karno untuk berkunjung ke Indonesia. Sehingga hal ini yang disampaikan Nyonya Supeni ke Raja Saudi.

“Apakah Sri Baginda masih berminat memenuhi undangan Presiden Sukarno?” Raja Saud terlihat berpikir keras dan seolah menimbang nimbang. Tanpa memberikan kesempatan lagi, Nyonya Supeni langsung mengusulkan kepada Sang Raja agar ia melanjutkan percakapan dengan Presiden Sukarno sendiri, mumpung selagi ada kesempatan bertemu langsung.

“Apakah saya boleh mendapat kehormatan untuk mengantar Sri Baginda ke tempat duduk Presiden saya?”

Raja Saud tidak menolaknya, sehingga Nyonya Supeni berhasil membawa Raja Saud duduk di sebelah Bung Karno yang tetap percaya diri duduk menunggu. Keduanya sangat gembira dan bercakap cakap sambil tertawa. Waktu itu Raja Saud sempat mengeluh mengenai fisiknya yang lemah dan kondisi kesehatan yang sakit sakitan. Dengan cepat Bung Karno menjanjikan pengobatan tradisional ala Indonesia jika kelak dia berkunjung.
Setelah mereka bersenda gurau, lalu Raja Saudi kembali ke kursinya karena persidangan akan dimulai.
Bung Karno cepat cepat berbisik ke Nyonya Supeni, “ Kau tahu ? aku sudah meminta supaya uangnya yang banyak itu ditanam di Indonesia. Dia juga berjanji akan datang sambil membawa investasi “

Namun sampai Bung Karno turun dari kekuasan, Raja dari Saudi tidak pernah datang ke Indonesia, dan juga tak pernah menanamkan uangnya di Indonesia. Satu satunya yang tersisa hanya mobil mobil Chrysler Crown Imperial pemberian Raja Saudi, itupun mobil itu hancur rusak karena kena lemparan granat dalam peristiwa pengeboman Cikini.

Justru Raja Saudi berikutnya, Faisal bin Abdulaziz Al Saud yang berkunjung ke Indonesia tahun 1970 pada masa masa awal kekuasan Presiden Soeharto. Saat itu Presiden Soeharto memberi hadiah keris dan harimau yang diawetkan. Sebagai balasan Raja Saudi memberi hadiah pedang bersepuh emas. Bahkan Bu Tien yang saat itu belum menjadi muslim, juga ikut menyambut di ruang kepresidenan.

Raja Faisal terkenal dengan ide ide Pan Islamisme dan sangat anti komunis. Mungkin dalam kunjungannya ia ingin menimba langsung pengalaman dari sosok yang sukses menghancurkan partai komunis nomer tiga terbesar di dunia. Secara resmi dalam pembicaraan bilateral kedua kepala negara hanya membicarakan soal krisis timur tengah dan kerja sama ekonomi. Namun kerja sama investasi dalam skala besar tak pernah terwujud.

Kini sejarah telah ditulis lagi. Raja Salman datang berkunjung ke Indonesia akan menemui Presiden Joko Widodo. Mungkinkah kali ini Raja Saudi bisa mewujudkan mimpi mimpi Presiden sebelumnya agar Raja Saudi menanamkan uangnya yang banyak di Indonesia ? Tentu investasi resmi dalam skala besar, bukan sekadar menanamkan uang dalam bisnis eceran seperti rumah makan, barber shop atau supermarket untuk kebutuhan warga Arab di kawas