Imam Muhammad bin Ali Maula Aidid (w. 862H), merupakan salah satu ulama Hadramaut yang berqabilah Aidid, mempunyai ratib yang dinamakan ratib Aidid. Ratib Aidid tergolong mudah dibaca. Karena ratib Aidid ialah hanya membaca surat al-Ikhlas sebanyak tiga ribu kali diantara ba’da shalat Maghrib sampai waktu Isya. Mengapa surat ini istimewa di mata ulama tersebut? Maka akan dibahas di dalam artikel ini tentang keutamaan dan kandungan surat al-Ikhlas.
Surat al-Ikhlas merupakan surat ke-112 di dalam Al-Qur’an. Walaupun di surat tersebut tidak terdapat kata ikhlas di dalamnya, akan tetapi kandungannya akan dirasakan oleh seseorang yang seiring mendawamkannya. Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki menyebutkan bahwa surat Al-Ikhlas merupakan salah satu pintu terbesar solusi dari segala permasalahan (Muhammad Al-Maliki:1971:334). Bahkan Nabi Muhammad memberikan perhatian pada surat ini melalui hadisnya.
Dalam sebuah Riwayat sahih disebutkan bahwa Rasulullah bersabda, “Surat al-Ikhlash itu pahalanya menyamai sepertiga al-Quran.” Para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi hadis ini. Ada yang mengatakan bahwa maksudnya adalah sepertiga itu mencakup tiga aspek kandungan al-Quran, yaitu aspek hukum, berita, dan tauhid. Jadi, surah tersebut mencakup aspek tauhid sehingga disebut sepertiga Al-Quran. Namun sebagian ulama mengatakan bahwa maksud sepertiga al-Quran adalah sisi pahalanya, sehingga siapa yang membaca surah al-Ikhlas maka dia akan mendapatkan pahala seperti ia membaca al-Quran.
Kandungan dari surat al-Ikhlas telah diucapkan Nabi Muhammad saw. Beliau bersabda, “Barangsiapa yang mau masuk ke rumahnya, ia membaca tahmid (alhamdulillah) dan surat al-Ikhlas maka Allah akan jauhkan ia dari kemiskinan dan memperbanyak kebaikan pada rumahnya.” Di Hadis lain nabi menyebutkan, “Barangsiapa yang membaca surat al-Ikhlas sekali sampai ia masuk rumahnya maka dijauhkan kemiskinan untuknya.”
Dua hadis di atas mengingatkan kita agar membaca surat tersebut sebelum dan hingga masuk rumah. Kadang kita masuk ke rumah dalam keadaan bathin yang kesal, gelisah, dan dalam keadaan kurang baik. Maka, surah al-Ikhlash dianjurkan untuk dibaca pada saat tersebut agar tiga hal negatif tersebut akan hilang ketika kita sudah berada di dalam rumah. Serta berdampak kesejukan, kedamaian, dan keberkahan untuk keluarga.
Di sisi lain redaksi hadis nabi di atas mengisyaratkan bahwa seorang muslim yang membaca surat tersebut maka dijauhkan dari kemiskinan zhahir dan bathin. Kemiskinan zahir yaitu berupa kesempitan harta. Sedangkan kemiskinan bathin yaitu berupa selalu kurang puas dan mengeluh terhadap rezeki yang telah diterimanya. Dengan kata lain dengan menjaga surat tersebut seseorang akan menjadi lapang di dalam rizkinya dan qanaah di dalam hidupnya.
Selain itu surat yang mudah dihafal oleh umat muslim itu bukan hanya dibaca ketika mau masuk ke rumah saja akan tetapi kita bisa baca kapan pun(kecuali di kamar kecil). Redaksi hadis lainnya Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang membaca qul huwallahu ahad (surat al-Ikhlas) dua ratus kali maka dosanya (dosa kecil) akan diampuni selama lima puluh tahun, kecuali apabila ia memiliki hutang”.
Hadis itu bisa diambil satu perspektif bahwa Allah memudahkan bagi seorang muslim untuk menghapus dosa-dosa kecilnya terkait antara hamba-Nya dan Dia. Akan tetapi, untuk urusan kesalahapahaman antara manusia dengan manusia harus diselesaikan di dunia. Termasuk perihal hutang piutang dan harta waris.
Nabi Muhammad juga menganjurkan umatnya untuk membaca surat yang berisikan empat ayat tersebut ketika menjelang tidur. Beliau bersabda, “Barangsiapa yang membaca surat Al-Ikhlas tiga kali ketika menjelang tidurnya maka Allah akan mengutus untuknya lima puluh ribu malaikat-Nya yang akan menjagnya sampai waktu subuh”.
Al-Allamah Al-Ubai berkata, “Guru kami Abdullah bin Arqah biasa mengakhiri perbuatan baikknya dengan membaca surat al-Ikhlas, ia menutup shalat malamnya dengan membaca surat Al-ikhlas.”(Muhammad Al-Maliki:1971:335).
Hadis Nabi Muhammad dan perkataan ulama tentang keutamaan membaca surat al-Ikhlas memicu umat muslim untuk membacanya baik ketika waktu shalat maupun di luar shalat. Melalui surat itulah manusia terpatri untuk senantiasa mengesakan Allah, hanya memohon kebaikan kepada-Nya, dan berharap sesuatu dari-Nya bukan dari makhluk-Nya.