Sebetulnya sudah banyak tulisan yang mengulas rahasia dibaca keras surat al-quran pada 2 rakaat salat Maghrib, Isya’ dan subuh.
Antara lain: (1) Masalah itu sudah menjadi ketetapan Rasulullah sebagaimana hadits: “Salatlah kalian sebagaimana kalian melihat salatku”; (2) Masalah itu hukumnya hanya sunah saja. Artinya, baik jika dikerjakan, akan tapi kalaupun tidak dilakukan salat tetap sah; (3) Masalah itu konteksnya sewaktu Nabi masih di Mekkah. Buktinya salat waktu siang yang ajàrannya diturunkan di Madinah justru bacaan suratnya dibunyikan lantang. seperti salat jumat, dll.
Rupanya jawaban semacam itu bagi generasi jaman Now masih dianggap belum memuaskan. Mereka tetap merasa penasaran dan mempertanyakan, “apa sih rahasia sebenarnya? Apakah hanya karena jumlah kaum Muslimin sedikit sewaktu di Mekkah maka tuntunan membaca keras surat al-Quran sampai sekarang hanya dilakukan saat mengerjakan salat Maghrib, Isya’, dan Subuh?
Itulah nalar kritis generasi jaman now yang perlu dijawab dengan perspektif berbeda. Untuk tujuan itu, saya mengajak supaya diperhatikan dan disimak QS. al-Takwir ayat 17 dan 18 serta ayat-ayat selanjutnya.
Allah Swt berfirman: “Demi malam apabila telah larut. Dan demi subuh apabila yelah menyingsing. Sesungguhnya al-quran itu benar-benar firman Allah yang dibawa utusan yang mulia (Jibril). Yang memiliki kekuatan, memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah yang memiliki arsy…….”
Apa hubungannya dengan membaca surat al-quran dengan suara keras pada 2 rakaat Maghrib, Isya’ dan Subuh? Jawabannya karena dalam QS. al-Takwir Allah Swt bersumpah tentang kebenaran al-Quran dengan kalimat “demi malam….” dan “demi waktu shubuh…..”. Dus, Bukanlah bacaan surat al-Quran yang sunnah dilantang terdapat pada 2 rakaat Maghrib, Isya’ (malam hari) dan subuh (pagi buta)?
Secara umum QS. al-Takwir menjadi jawaban atas keraguan orang tentang kebenaran al-Quran. Surat yang terdapat pada juz 30 ini menjelaskan antara lain: (a) al-Quran merupakan firman Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril; (b) kedekatan malaikat Jibril dengan Nabi Muhammad yang menyebabkan perasaan kedua makhluk Allah itu tidak seperti makhluk lainnya. (c) al-Quran yang disampaikan kepada Nabi Muhammad itu bulan fiksi.
Untuk membuktikan dalih-dalih kebenaran al-Quran itulah penting disinggung setting waktu malam dan subuh yang hakekatnya minim cahaya. Dengan pengertian lain, orang bisa baca (terutama kitab suci) di waktu siang, itu biasa! Semua ritual agama-agama di dunia juga dilakukan di siang hari. Tetapi khusus Islam dengan kitab sucinya al-Quran, justru hebatnya adalah banyak dibaca pada waktu-waktu yang kurang pencahayaan (malam dan subuh: apalagi siang yang penuh cahaya matahari)
Al-quran itu terjaga bukan semata-mata melalui ketajaman mata. Melainkan justru dengan ketajaman hati. Betapa banyak orang yang tak dapat melihat tapi mereka dapat menjaga al-quran dengan hapalannya. Sekalipun suatu saat nanti dunia kehabisan energi untuk penerangan dunia, tapi melalui pesan QS. al-Takwir itu ditegaskan bahwa al-Quran tak akan pernah punah maupun dimanipulasi sebab Allah telah menjamin terpeliharanya kitab suci umat Islam.
Dengan demikian, Rasulullah mengamalkan dan mengajarkan bacaan surat al-Quran secara keras pada 2 rekaat Maghrib, Isya dan Subuh sebab ada motif khusus. Maksud beliau adalah ingin menyampaikan pesan dan mengingatkan kepada umat manusia sampai akhir jaman; bahwa (1) al-Quran adalah satu-satunya kitab yang jumlah pembacanya terbanyak sekalipun sebagian penduduk bumi ini tengah terlelap di malam hari hingga subuh; (2) al-Quran dijamin pasti terjaga selama-lamanya dan tak akan bisa dimanipulasi karena yang membaca al-quran selamanya tetap ada sekalipun langit runtuh dan bumi tanpa cahaya.
Itulah alasan mengapa yang dibedakan dalam cara membaca lirih atau keras adalah bacaan al-Quran antara salat yang dikerjakan pada waktu malam dengan waktu siang.