Rabiul Awal Bulan Kelahiran Nabi, Yuk Teladani Dakwah Beliau

Rabiul Awal Bulan Kelahiran Nabi, Yuk Teladani Dakwah Beliau

Rabiul Awal Bulan Kelahiran Nabi, Yuk Teladani Dakwah Beliau

Minggu ini, kita sudah memasuki bulan Rabiul Awal 1441 H. Bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sosok panutan terbaik. Tokoh penerang yang membawa rahmat dan kasih sayang. Selalu memaafkan, meskipun didera cacian. Selalu menebar kebaikan, baik bagi kawan ataupun lawan. Selalu mengutamakan persatuan, daripada perpecahan. Selalu peduli dengan kaum lemah, fakir miskin, dan yatim piatu. Menjaga amanat dan menegakkan keadilan. Mengedepankan kesantunan dalam bersikap dan bertutur kata. Dakwahnya selalu meneduhkan. Cara mengajaknnya penuh dengan kelembutan dan keluhuran.

Dikisahkan, di salah satu sudut pasar kota Madinah, ada seorang pengemis buta yang selalu berseru untuk menjauhi Muhammad. Pengemis itu tak henti-hentinya  mengatakan bahwa Muhammad adalah orang gila. Muhammad adalah seorang penyihir. Muhammad  adalah pendusta. Muhammad tidak perlu dihiraukan ajakkannya.

Hampir tiap hari, pengemis buta ini ditemani dan disuapi oleh seorang laki-laki. Ia menyuapi dengan penuh lemah lembut dan sabar, seraya mendengarkan hinaan dan cacian yang tak henti-hentinya. Akan tetapi orang tersebut hanya diam saat teriakan dan makian itu keluar dari mulut pengemis. Terus menyuapi sampai pengemis itu merasa kenyang.

Sampai pada suatu hari, si pengemis Yahudi buta tidak lagi ditemani lagi oleh orang yang biasa menyuapinya. Kemudian datanglah orang lain yang membawakan makanan untuknya. Duduk disampingnya dan menawarkan diri untuk menyuapinya. Sebagaimana yang biasa dilakukan oleh orang yang mendatangi sebelumnya.

Orang kedua yang menawarkan diri untuk menyuapi pengemis buta ini  adalah Sayidina Abu Bakar al-Shidiq. Selang beberapa saat, seraya menyuapi pengemis buta, hati dan kepala Abu Bakar mendidih. Mendengar makian dan cacian yang ditujukan kepada Nabi Muhamad saw. Selama ini pengemis buta itu tidak sadar siapa sebenarnya yang menemani dan menyuapinya tiap hari.

Namun ada sesuatu yang berbeda menurut pengemis itu. Tangan yang menyuapinya dirasa bukan tangan orang biasanya. Lalu Abu Bakar al-Shidiq mengatakan bahwa pemilik  tangan yang biasanya menyuapinya bernama Muhammad, yang kini telah tiada. Si pengemis buta tersentak kaget dan tersadar, betapa orang yang selama ini ia hinakan justru memperlakukannya dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang. Pada akhirnya, si pengemis buta itu mengucapkan dua kalimah syahadat.

Kisah ini adalah sepenggal kecil dari laku dakwah Baginda Nabi Muhammad SAW. Tidak akan ada habisnya untuk menceritakan kembali kemuliaan dan keluhuran budi beliau. Kini, setelah hampir lima belas abad Nabi Muhammad saw meninggalkan kita, lantas akankah kita enggan menilik sejarah hidup beliau. Membaca kembali dan menjadikannya sebagai petunjuk bagi kita. Bukankah kita selalu menyatakan, bahwa kita mencintai Nabi?

Bukti mencintai Nabi

Makna perayaan Maulid Nabi saw adalah meneladani sikap dan perbuatan, terutama akhlak mulia nan agung dari Baginda Nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad saw memiliki akhlak sangat mulia. Nabi memiliki sifat shiddiq (benar), amanah (dapat dipercaya), fathonah (cerdas), dan tabligh (menyampaikan). Karena itu, tidak aneh jika al-Qur’an menegaskan bahwa Nabi Muhammad saw adalah suri teladan terbaik bagi orang-orang yang hendak menginginkan ridha-Nya. Sebagaimana firman Allah swt:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا

Artinya:

“Sungguh, telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (Q.S. al-Ahzab: 21)

Ayat ini jelas sekali menunjukkan bahwa suri teladan umat manusia adalah Nabi Muhammad saw. Seluruh perbuatan Nabi sesungguhnya tercermin dalam setiap langkah dan perbuatannya. Baik dalam urusan beribadah kepada Allah, urusan dengan sesama makhluk, urusan mengatur masyarakat, hingga urusan rumah tangga. Sikap dan tindakan keseharian Nabi adalah bentuk nyata dari ajaran-ajaran mulia al-Qur’an. Hal ini sebagaimana diakui oleh Sayidah Aisyah ra, salah satu istri Rasulullah saw, bahwa akhlak Rasulullah tidak lain adalah perwujudan nilai-nilai luhur al-Qur’an.

Sebagai umatnya, adalah sebuah keniscayaan untuk mengikuti dan melanjutkan dakwah Nabi. Menyeru dan menebar pesan-pesan mulia agama. Menjadi pribadi-pribadi yang mengedepankan akhlak mulia. Mudah memaafkan, berprasangka baik. Menjaga lisan dan tangan dari perbuatan yang merugikan orang lain. Dan lain sebagainya. Hal ini merupakan salah satu wujud kecintaan kita kepada Nabi Muhammad saw.

Dakwah dengan Akhlak

Dalam berdakwah, Rasulullah saw mendahulukan prinsip kasih sayang, karena beliau diutus ke muka bumi ini sebagai rahmat bagi semesta alam. Dengan cara ini, dakwah lebih berjalan efektif. Terbukti mudah memberikan kesadaran umat. Sebab, sejatinya dakwah adalah menyeru dan mengajak umat manusia untuk menjadi lebih baik. Bukan menakut-nakuti dan menghardik. Bukan mencela dan menyudutkan orang lain. Allah ta’ala berfirman:

ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Artinya:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (Q.S. al-Nahl: 125)

Ayat di atas merupakan dasar berdakwah dengan menggunakan hikmah dan kebijakan. Antara lisan dan perbuatan harus seirama dan tidak bertolak belakang. Islam tidak mengajarkan dakwah yang kasar. Karena justeru akan bertolak belakang dengan tujuan dakwah. Lemah lembut merupakan salah satu akhlak yang diajarkan oleh Islam. Sebagaimana termaktub dalam hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud (202-275 H) dalam kitab Sunan Abi Dawud:

عَنْ عَائِشَة رَضِيَ الله عَنْهَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَائِشَة عَلَيْكِ بِتَقْوَى الله وَالرِّفْق فإن الرِفْقَ لَمْ يَكُنْ فِيْ شَيْءٍ قَطُّ إِلَّا زَانَهُ، وَمَا نُزِعَ مِنْ شَيْءٍ قَطُّ إِلَّا شَانَهُ

Artinya:

Diriwayatkan dari Sayidah ‘Aisyah ra, Rasulullah saw berkata: “Wahai ‘Aisyah, bertakwalah kepada Allah dan bersikaplah lemah lembut. Sesungguhnya lemah lembut tidak berada pada sesuatu perkara kecuali menghiasinya. Dan tidaklah tercabut darinya, kecuali akan membuat sesuatu itu menjadi buruk.” (H.R. Abu Dawud)

Karakter dan kepribadian Nabi Muhammad saw tak diragukan lagi. Nabi merupakan sosok ideal yang menjadi panutan dalam menjaga lisan dan perbuatan. Tidak terkecuali dalam mensyiarkan kebenaran Islam. Dengan sikapnya yang ramah, lembut dan kasih sayang, Nabi mampu memikat orang orang di sekitarnya, baik kawan maupun lawan. Sejarah telah membuktikan kepada dunia betapa Rasulullah saw selalu berhasil menaklukkan lawan bicara dan akhirnya mereka tertarik serta masuk Islam dengan penuh kesadaran.

Keberhasilan dakwah Nabi Muhammad saw dapat kita rasakan hingga hari ini, di mana Islam mampu menembus seluruh pelosok dunia. Keberhasilan dakwah Rasulullah dengan menggunakan akhlak yang mulia, bukan pemaksaan dan kekerasan kepada obyek dakwah.  Dalam konteks sekarang, di mana perkembangan teknologi dan komunikasi kian pesat, objek dan tantangan dakwahpun juga kian kompleks, sehingga para penggiat dakwah harus mampu beradaptasi dengan bebagai perubahan yang ada. Momen Maulid Nabi Muhammad SAW bisa direngkuh spiritnya, sehingga kaum muslimin dapat meneladani kepribadiannya dan meneladani strategi dakwahnya.

Karena itu, momentum peringatan bulan Maulid harus dapat dijadikan titik pijak untuk meneguhkan kembali komitmen untuk senantiasa mencontoh perilaku Nabi. Semoga momentum peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tidak hanya sekedar menjadi acara seremonial atau rutinitas belaka, namun lebih dari itu, umat Islam mampu mengambil hikmah dan meneladani sikap dan budi luhur Nabi Muhammad SAW.

*Tulisan ini sebelumnya pernah dimuat di buletin Muslim Muda Indonesia