Apakah Qurban hanya dapat dimaknai dengan penyembelihan dan bagi-bagi daging hewan ternak?. Jika maknanya hanya sebatas demikian, maka implikasi sosial yang lebih luas dari Idhul Adha tak akan dapat tercapai. Justru kegiatan bagi bagi daging seperti yang terjadi beberapa waktu yang lalu menimbulkan konflik sosial. Dan Idhul Adha yang sarat akan nilai –nilai pendidikan sosial menjadi surut nilai. Sungguh Ironis.
Seperti dua mata pisau, Idhul Adha yang dimaknai hanya sekadar ajang bagi-bagi daging bisa mengakibatkan dampak ganda. Satu sisi, di tengah meroketnya harga daging di negeri ini, -bahkan konon harganya termahal di kawasan Asia Tenggara- minimal masyarakat kelas bawah bisa mencicipi daging meski hanya sekali dalam setahun. Namun pada sisi lain, bagi-bagi daging hanya membuat masyarakat kelas bawah menjadi terbiasa menerima.
Itu baru dipandang dari masyarakat penerima, kalau kita lihat dari aspek masyarakat pemberi atau orang yang berkurban, maka makna Idhul Adha sangat rentan melenceng dari tujuan hakikinya. Qurban adalah bentuk pengabdian kepada Tuhan, memang kewajiban Kurban hanyalah hewan ternak, karena pada masa lalu ukuran kekayaan seseorang dilihat dari banyaknya hewan ternak.
Tetapi sekarang, ukuran kekayaan bukan hanya hewan ternak.sekarang ukuran kekayaan bisa dilihat dari Villa, rumah mewah, mobil, lahan ratusan sampai ribuan hektar sampai situs situs di dunia maya yang bisa menghasilkan uang dalam hitungan detik. Meski dalam hati manusia tak bisa diduga, akan tetapi orang kaya yang berkurban atau membagi-bagikan daging kurban rentan akan perasaan jumawa dan merasa hebat. Perasaan itu cenderung akan menganggap rendah orang lain. Mudah-mudahan kita bisa terhindar dari perasaan seperti itu.
Tak jarang pula ajang bagi-bagi daging dan hewan kurban diwarnai nuansa-nuansa politik. Saat Idhul Adha tiba para politisi dengan royal membagi-bagikan hewan kurban kepada masyarakat, atas nama partai maupun pribadi. Para calon kepala daerah tiba-tiba murah hati menyumbang puluhan bahkan ratusan ekor sapi ke pelosok-pelosok desa. Harapan mereka tentu agar masyarakat sukarela memberikan suara dan bisa menaikkan keterpilihan partai atau diri mereka pada pemilu/pilkada nanti.
Hal seperti di atas adalah wajar untuk dilakukan, karena berkurban merupakan kewajiban bagi yang mampu. Namun ketika Idhul Adha hanya diartikan sebagai ajang bagi-bagi daging hewan ternak, apa yang terjadi?. Hanya hitungan hari, daging yang diberikan kepada masyarakat akan ludes tak bersisa. Ada untSebagian ada yang mengonsumsi sendiri dan sebgaian ada yang menjualnya agar uang hasil penjualan itu bisa untuk beli beras.
Qurban Bukan Tujuan
Qurban berasal kata dari bahasa Arab, “Qaraba,” dekat. Menilik dari arti secara harfiah itu, maka Idhul Adha merupakan media kedekatan antar manusia. Idhul Adha menjadi sarana pendekatan antara yang kaya dan yang miskin, antara pejabat dengan bawahan dan juga antara pemimpin dan rakyat. Pendekatan itu tidak bisa hanya sekadar memberi sedikit kata sambutan kemudian menyerahkan hewan atau daging kurban.
Antara si kaya dan si miskin, pendekatan itu hendaknya berbentuk motivasi dan dukungan agar si miskin bisa mengikuti cara usaha si kaya. Sehingga si miskin, dalam waktu ke depan tidak lagi sebagai penerima, tapi sebagai pemberi atau orang yang berkurban. Dengan begitu, kesenjangan sosial antara umat Islam bisa terkikis sedikit demi sedikit.
Antara pemimpin dan yang dipimpin, sang pemimpin bisa melihat langsung keadaan rakyatnya sekaligus menyerap aspirasi mereka. Sehingga sang pemimpin bisa membuat program yang tepat sasaran dan bermanfaat langsung bagi yang dipimpinnya.
Kedekatan antar sesama juga memiliki makna yang mendalam. Dengan kedekatan antar sesama, antara lain akan melahirkan sikap suka berbagi dan saling toleransi. Berbagi di sini tidak hanya dalam artian memberikan harta atau semisalnya. Berbagi di sini adalah berbagi hal-hal yang kecil dan sering kita abai. Di jalanan misalnya, kita bisa saling menghormati pengguna jalan dengan berbagi jalan dengan orang lain. Tidak saling salip menyalip tanpa memperhatikan hak pengguna jalan lain, tidak saling serobot kendaraan lain dan lain sebagainya.
Dengan demikian, Idhul Adha tak lagi hanya sekadar menjadi ajang bagi-bagi daging. Akan tetapi memiliki implikasi sosial yang lebih luas dan berjangka panjang. Idhul Adha akan mengikis kesenjangan sosial, meningkatkan pembangunan masyarakat dan membina kerukunan serta kebersamaan. Selain itu juga meningkatkan ketertiban sosial. Dengan semua itu kitapun bisa menjalani hidup bersama ini dengan nyaman.