Pakar tafsir Indonesia, Prof. M. Quraish Shihab, menjelaskan bahwa keluhuran akhlak Rasulullah SAW telah melekat sejak sebelum diutus menjadi Nabi dan Rasul.
“Sebenarnya, sebelum turunnya Al-Qur`an, akhlak Rasulullah itu sudah sangat istimewa,” terangnya.
Sebelumnya, pengarang kitab Tafsir Al-Misbah itu menyinggung bahwa akhlak Rasulullah itu dibentuk oleh Al-Qur’an. Namun, menurutnya, hal itu bukan berarti akhlak beliau ‘tidak luhur’ sebelum Al-Qur’an diturunkan, melainkan ‘belum mencapai puncak’.
“Al-Qur`an datang untuk meningkatkan keistimewaan itu,” imbuhnya.
Quraish Shihab lalu menyuguhkan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa keluhuran akhlak Rasulullah itu sudah melekat sejak sebelum Al-Qur’an turun. Bukti-bukti itu tersirat dalam berbagai riwayat yang mengisahkan sosok Rasulullah sebelum diutus sebagai Nabi dan Rasul.
Pertama, Quraish Shihab menukil riwayat yang mengisahkan peristiwa pasca Rasulullah menerima wahyu pertama. Saat itu, Rasulullah pulang dalam kondisi ketakutan hingga badannya gemetaran. Melihat kondisi Rasulullah yang demikian, Siti Khodijah berusaha menenangkan dan menghibur sang suami.
Siti Khodijah, sebagaimana diterjemahkan oleh Quraish Shihab, berkata, “Demi Allah. Allah tidak mungkin menjadikan hatimu kecewa, sakit, tidak mungkin menjadikanmu merana. Karena engkau bersilaturrahmi, engkau membantu orang yang butuh, engkau menghormati tamu, engkau menanggulangi krisis.”
“Ini semua menunjukkan bahwa Nabi sudah memiliki sifat-sifat luhur ini sebelum datangnya wahyu,” ungkap Quraish Shihab.
Riwayat selanjutnya yang disitir oleh Quraish Shihab adalah riwayat yang mengisahkan peristiwa peletakan Hajar Aswad pasca renovasi Ka’bah. Sebagaimana yang masyhur diketahui, bahwa saat itu Rasulullah menjadi penengah para suku yang berebut meletakkan batu suci itu.
“Sebelum jadi Nabi, (Rasulullah) sudah menjadi sosok yang menyelesaikan problem kesukuan. Ketika Ka’bah direnovasi, ini siapa yang meletakkan Hajar Aswad? Solusinya luar biasa, (beliau) mengambil surbannya, letakkan Hajar Aswad di atasnya, lalu angkat rame-rame,” tuturnya.
Masyhur pula bahwa Rasulullah diberi gelar Al-Amin oleh masyarakat Mekkah saat itu. Dua riwayat itu sudah cukup untuk membuktikan bahwa keluhuran akhlak Rasulullah itu sudah melekat pada dirinya sejak sebelum Al-Qur’an diturunkan.
Karena alasan itulah Quraish Shihab mengatakan dalam kitab tafsirnya bahwa pertimbangan pengangkatan Muhammad menjadi Nabi dan Rasul adalah akhlaknya.
“Itu sebabnya saya dalam tafsir Al-Misbah berkata begini, ‘konsideran (pertimbangan) pengangkatan nabi jadi Rasul itu adalah akhlaknya’,” bebernya.
Quraish Shihab melanjutkan, “Kemudian datang Al-Qur`an, lebih menyempurnakan lagi akhlak Rasul. Sehingga, ketika tidak mencapai puncak akhlak, itu dianggap buruk. Saya tidak berkata kalau salah, ada tindakan Rasulullah yang tidak mencapai puncak akhlak, ditegur oleh Allah.”
Artinya, akhlak Rasulullah itu sudah luhur, tapi masih pada derajat manusia biasa. Lalu, setelah Al-Qur’an turun, Rasulullah dibimbing lagi oleh Allah hingga mencapai puncak keluhuran akhlak itu sendiri.
Oleh karena itu, menurut Quraish Shihab jika ada ayat yang menegur Rasulullah, maka hal itu bukan berarti akhlak beliau buruk. Hanya saja, itu sudah baik, tapi masih sebatas standar manusia biasa. Lalu Allah membimbing beliau agar sampai pada puncak keluhuran akhlak. Wallahu a’lam.