Qadzaf Berjamaah: Isu Prostitusi Online dan Umat yang Semakin Julid

Qadzaf Berjamaah: Isu Prostitusi Online dan Umat yang Semakin Julid

Qadzaf Berjamaah: Isu Prostitusi Online dan Umat yang Semakin Julid

Dalam literatur fikih, kita mengenal istilah qadzaf, yakni pidana tuduhan zina yang bisa menimbulkan hukuman 80 kali cambukan. Berbicara qadzaf dalam hukum Islam memang tidak bisa dilepaskan dari pidana zina, karena qadzaf merupakan sebuah konsekuensi hukum ketika pidana zina tidak tertegakkan akibat kekurangan syarat. Jadi untuk membahas persoalan qadzaf, kita akan mulai dulu dengan pembahasan pidana zina.

Secara definitif, hukum islam mengartikan zina sebagai sebuah kegiatan memasukkan ujung alat kelamin lelaki (hasyafah) ke dalam lubang alat kelamin perempuan (farji), dimana kedua orang tersebut tidak berada dalam ikatan pernikahan yang dianggap sah menurut takaran syariah atau kalau zaman dulu tidak ada kepemilikan perbudakan. Dari definisi demikian bisa kita nyatakan bahwa ada banyak kegiatan percumbuan yang tetap tidak bisa dikategorikan sebagai zina, seperti berciuman, berpelukan, dan bahkan bergesekan alat kelamin pun tidak dikategorikan sebagai zina yang dapat dipidana meski itu dilakukan oleh pasangan tanpa ikatan pernikahan.

Ada dua cara bagaimana agar pidana zina ini dapat terseksekusi, yakni dengan cara pengakuan dan kesaksian. Akan tetapi, jika seseorang hendak melaporkan bahwa ia berzina, syariat justru menyarankan agar ia membatalkan niatnya. Hal ini bisa dipahami karena tindakan zina merupakan bagian dari penodaan terhadap hak Allah, sehingga sebaiknya dilakukan dengan cara bertaubat saja. Meski di sisi lain terdapat pula fakta seorang yang mengaku zina di hadapan Nabi kemudian akhirnya dihukum dan dosa-dosanya diampuni. Namun fakta bahwa Nabi selalu menghindar ketika orang tersebut mengaku zina mengindikasikan bahwa sebaiknya pengakuan tersebut tidak usah dilakukan, dan tinggal mohon ampun langsung kepada Allah SWT. Terkesan enak? Tidak juga, di sisi lain syariat mengingatkan kepada kita bahwa satu diantara dosa besar ialah berzina.

Berarti tinggal menyisakan satu peluang lagi untuk penegakan pidana zina ini, yakni dengan cara persaksian. Tetapi tidak sembarang persaksian bisa diterima. Persaksian zina mensyaratkan harus ada 4 orang laki-laki (termasuk 1 diantaranya nanti merangkap sebagai sang pelapor) yang melihat secara langsung tanpa ada penghalang proses masuknya alat kelamin lelaki ke dalam alat kelamin perempuan. Ulama Fikih klasik terkadang menganalogikannya dengan: “Melihat secara langsung seperti melihat masuknya gagang celak mata ke dalam botolnya”. Keempat orang saksi ini semuanya harus sama persaksiannya.

Ketika persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka gugurlah pidana zina. Semisal yang melihat hanya satu orang, atau melihat mereka bergumul di ranjang namun tidak melihat proses keluar masuknya alat kelamin, atau melihatnya terhalang oleh kaca, atau ada salah satu saksi yang kesaksiannya berbeda. Seiring dengan kegagalan pidana zina, konsekuensinya, jika tertuduh zina menghendaki, maka ia bisa menuntut balik dengan pasal aduan qadzaf, menuduh zina, yang hukumannya adalah 80 kali cambukan. Semua orang yang melemparkan tuduhan zina padanya bisa terkena hukuman tersebut.

Selain bentuk diatas, qadzaf juga terjadi jika kita secara ujug-ujug memanggil seseorang dengan panggilan: “Hei, Pezina”, atau pernyataan: “Si Fulan berzina”, atau saat kita melihat seorang anak kemudian kita berkata: “Hei anak pezina”.

Jika melirik pada ketentuan di atas, maka betapa banyaknya ummat di Indonesia saat ini yang sedang melakukan tindakan qadzaf. Nyatanya tidak ada empat orang saksi lelaki yang melihat secara langsung adegan keluar masuk antara seorang artis berinisial VA dengan -sebut saja- klien-nya. Meski demikian berlomba-lomba ummat menyatakan bahwa VA melakukan tindak prostitusi bertarif 80 juta, atau singkatnya zina.

Media pun tidak kurang greget dalam mem-framing berita tersebut. Beberapa media pengejar click-bait membuat judul headline yang aneh-aneh mulai dari menyorot posisi saat tertangkap hingga kalimat-kalimat boombastis lainnya.

Jika kita mau fair, dan memang hendak melakukan upaya untuk membuat negeri ini semakin syariah, maka yang perlu kita lakukan adalah memperjelas terlebih dahulu apakah ada terdapat 4 orang saksi polisi lelaki yang melihat proses keluar masuknya tersebut secara langsung, telah melewati proses persidangan hingga semuanya menjadi jelas. Tidak boleh langsung nyamber berkomentar negatif soal perzinaan.