Beberapa orang merasakan dilema. Apakah ia memiliki kewajiban untuk mengembalikan barang mantan tersebut?
Sudah menjadi kebiasaan bagi sepasang kekasih yang sedang menjalani masa pacaran untuk saling bertukar hadiah, sebagai salah satu bukti untuk menguatkan bahwa mereka saling mencintai. Ada beberapa jenis barang yang dijadikan sebagai bentuk untuk menggambarkan kepedulian dari si pemberi, di antaranya: handphone, pakaian, bunga, boneka, dan berbagai jenis makanan. Sementara itu, ada beberapa orang yang tidak nanggung-nanggung membiayai pasangannya untuk berlibur keluar negri. Tentu mereka dari golongan orang kaya dan banyak uang.
Bukan tentang seberapa mewah atau seberapa banyak benda yang dihadiahkan, tetapi seberapa besar pengorbanan yang siap diberikan. Tidak perlu memandang bagaimana bentuk atau macam hadiah yang diterima. Karena sepirit dari pemberian tersebut bukanlah materi melainkan sebagai bentuk dari sebuah kepedulian.
Tidak semua dari mereka bernasib bahagia sampai menikah. Akan tetapi, banyak dari mereka harus berhenti di tengah jalan. Bukan karena mereka kurang peduli, melainkan karena kepercayaan di antara mereka sudah mulai memudar. Seperti terlalu prosesif ketika melihat pasangannya berbicara dengan orang lain, langsung memutuskan untuk berpisah tanpa klarifikasi terlebih dahulu.
Baca juga: Bolehkah Mengingat Mantan Setelah Menikah?
Akibatnya, mau dibawa kemana pemberian yang telah mereka terima? Ada sebagian dari mereka dengan berat hati mengembalikan hadiah tersebut. Mungkin, karena mereka tidak ingin mengingat masa lalu yang pahit. Namun sebagian besar lainnnya memilih untuk menyimpan bahkan menggunakannya. Mereka tidak mau terlalu cepat melupakan orang yang telah mewarnai hidupnya meskipun dengan ending yang tragis. Atau mereka menganggap bahwa itu sudah menjadi milik mereka, walaupun sudah tidak ada rasa, tak perlu juga dikembalikan.
Lalu, bagaimana fikih menanggapi kasus mengembalikan barang mantan ini? Apakah barang-barang tersebut wajib dikembalikan kepada sang mantan? Apakah sang mantan boleh meminta barangnya kembali meskipun barangnya sudah tidak ada lagi di tangan penerima?
Untuk membahas lebih jauh tentang hal ini, sepertinya kita perlu belajar dari sebuah kisah berikut ini.
Suatu ketika ada seorang pemuda yang memberikan sesuatu kepada seorang perempuan dengan tujuan agar dia bisa bersanding dengannya. Namun sekeras apapun dia berjuang, takdir tetaplah berada di tangan Tuhan. Orang bijak berkata, “Kita hanya bisa berencana, tapi Allah lah yang menentukan”
Konon, kejadian tersebut diadukan kepada Syekh Romli Shoghir. Beliau ditanya, apakah orang tersebut berhak mengambil barangnya kembali? Pertanyaan ini timbul dari tujuan pemberian tersebut adalah untuk menikah.
Beliau menegaskan, lelaki tersebut boleh saja meminta kepada mantannya agar mengembalikan barangnya. Apa pun jenis pemberiannya, baik berupa makanan, minuman, pakaian, perhiasan, dan lain-lain, alasannya adalah gagalnya pernikahan yang diinginkan sebagaimana menjadi tujuan memberikan barang tersebut.
Menurut Syekh Syatho ad-Dimyati dalam Ianatut Thalibin, selama pemberian tersebut terdapat tujuan untuk menikah maka boleh saja ditarik kembali. Bahkan, walaupun hanya berupa sesuatu yang kurang berhaga seperti garam. Artinya, selama tujuannya adalah untuk membahagiakan pasangannya, atau bukan untuk dinikahi, dia tidak boleh menggagalkan pemberian tersebut. (Ianat at-Tholibin hasyiah Fath al-Muin, juz III, hal. 267)
Baca juga: Kisah Sufi Menempuh Jarak Ratusan Kilometer Demi Mengembalikan Semut yang Terbawa
Dari beberapa penjelasan di atas, bisa kita ambil kesimpulan bahwa, meminta kembali barang yang sudah diberikan kepada mantan hanya bersifat boleh. Artinya, dia juga boleh untuk tidak memintanya. Dengan demikian, si penerima tidak memiliki tanggungan apapun untuk mengembalikan barang mantan tersebut selama tidak ada permintaan dari si pemberi. (AN)