Putus Asa, Bagaimana Hukumnya dalam Islam?

Putus Asa, Bagaimana Hukumnya dalam Islam?

Ciri orang kafir, saat tertimpa masalah, ia selalu frustasi dan putus asa. Inilah yang membedakan antara orang mukmin dan kafir.

Putus Asa, Bagaimana Hukumnya dalam Islam?
Foto: Shutterstock

Akhir-akhir ini kita sering disuguhkan pidato-pidato yang tidak menumbuhkan semangat dalam kehidupan kita, malah menimbulkan keputusasaan. Beberapa orang juga terkadang cepat menyerah dalam menghadapi masalah. Saat gagal menemukan solusi, ia berputus asa. Tak jarang keputusasaan ini menimbulkan tindakan-tindakan yang membahayakan diri sendiri, seperti bunuh diri dan semacamnya.

Lalu bagaimana Islam memandangnya?

Putus asa dalam bahasa Arab biasa disebut dengan al-Ya’s, yang merupakan derivasi dari kata ya-a-sa (يأس-ييأس). Dalam Al-Quran, kata ini memiliki dua arti. Pertama, berarti al-qunuth (frustasi), sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Yusuf ayat 87:

يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ ۖ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ

“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”.

Selain bermakna frustasi, kata ya’s juga berarti mengetahui. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Q.S. Al-Ra’d ayat 31:

وَلَوْ أَنَّ قُرْآنًا سُيِّرَتْ بِهِ الْجِبَالُ أَوْ قُطِّعَتْ بِهِ الْأَرْضُ أَوْ كُلِّمَ بِهِ الْمَوْتَىٰ ۗ بَلْ لِلَّهِ الْأَمْرُ جَمِيعًا ۗ أَفَلَمْ يَيْأَسِ الَّذِينَ آمَنُوا أَنْ لَوْ يَشَاءُ اللَّهُ لَهَدَى النَّاسَ جَمِيعًا

“Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara, (tentulah Al Quran itulah dia). Sebenarnya segala urusan itu adalah kepunyaan Allah. Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu mengetahui bahwa seandainya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya.”

Lalu bagaimana hukumnya?

Ahmad Abduh ‘Iwad dalam bukunya Laa Tayasu min Ruhillah dengan mengutip pendapat Ibnu Hajar al-Asqalani menuturkan bahwa putus asa merupakan salah satu kategori dosa besar. Pendapat Ibnu Hajar ini didasarkan pada firman Allah Swt dalam Q.S. Yusuf ayat 87 di atas. Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa hanya orang kafirlah yang berputus asa dari rahmat Allah Swt.

Hal ini dikemukakan oleh Ibnu Hajar mengingat ancaman yang sangat pedih bagi bagi orang yang berputus asa sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut. Imam al-Qurthubi dalam tafsir al-Jami’ li Ahkamil Qur’annya juga menjelaskan bahwa ya’s yang bermakna qunuth (frustasi atau putus asa) termasuk dalam salah satu dosa besar.

Bahkan al-Qurthubi menambahkan bahwa orang mukmin selalu berharap jalan keluar dan kemudahan dari Allah. Ia tidak pernah berputus asa. Berbedahalnya dengan orang kafir. Saat tertimpa masalah, ia selalu frustasi dan putus asa. Inilah yang membedakan antara orang mukmin dan kafir.

Orang mukmin yang sesungguhnya adalah orang yang selalu optimis dan berharap akan ada jalan keluar yang diberikan oleh Allah Swt atas seluruh masalah yang dihadapinya.

Jika anda mengaku sebagai mukmin yang original, jangan berputus asa ya!

Wallahu A’lam.