Puasaku Di Tengah Serbuan Covid-19 dan Hikmah yang Kuambil dari Peristiwa Ini

Puasaku Di Tengah Serbuan Covid-19 dan Hikmah yang Kuambil dari Peristiwa Ini

Apakah anda seperti saya juga, puasa di tengah covid-19 yan merajalela ini?

Puasaku Di Tengah Serbuan Covid-19 dan Hikmah yang Kuambil dari Peristiwa Ini

Puasa harusnya bisa melatih kita berdisiplin. Tidak ada rukun islam yang sangat on time dan menuntut ketaatan tingkat tinggi, selain wajibnya berpuasa. Sholat lima waktu masih bisa ditunda hingga akhir waktu–meskipun sebaiknya di awal waktu, haji apalagi menunggu kita mampu. Zakat bisa diulur waktunya selama bulan ramadhan, syahadat malah tidak ada konteks waktunya. Tetapi perkara puasa, kita harus on time dalam menahan, begitu pun berbuka puasa.

Melihat kondisi dunia yang melawan virus corona, hendaklah pelajaran dari berpuasa melatih kita umat Islam untuk mampu disiplin. Memang tidak mudah bila terus ‘terpenjara’ di rumah, namun karena kita sudah berlatih menahan makan dan minum, maka kali ini kita bisa tambahkan dengan berlatih menahan diri tidak beribadah dengan egois, semisal ngotot ibadah ke masjid, ngotot nikah saat ini bahkan sekadar ngotot silaturrahmi dengan saudara. Tahan dulu.

Puasa tahun ini semoga melatih kita juga berdisiplin untuk tidak mudik di tengah situasi seperti ini. Apalagi sabda Rasulullah yang melarang kita keluar dan masuk dari zona-zona merah.

“Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari).

Hadist di atas dapat dipahami bahwa islam meminta kita berdisiplin untuk mengurangi mobilitas selagi pandemi virus, sehingga bisa saling mengamankan; yang tertular tidak kemana-mana agar daerah yang belum terpapar tetap aman, begitu pun orang dari daerah yang tidak terpapar tidak usah ke daerah terpapar.

Bahkan seruan pemerintah untuk ibadah di rumah adalah hal paling logis bagi kita untuk menghentikan penyebaran virus. Masjid memang rumah Tuhan, tetapi Tuhan meliputi segala yang ada di langit dan bumi. FirmanNya ..wasi’a kursiyyuhus-samāwāti wal-arḍ (Kursi Allah meliputi langit dan bumi)… (QS. Al Baqarah: 255)

Hal ini pula mempermudah Rasulullah bersabda “bumi ini semuanya merupakan masjid (tempat sujud untuk sholat) kecuali kuburan dan kamar mandi.” gitu akhi.

Selain Berpuasa, Pandemi Corona Melatih Kita

Virus corona memang menyebalkan, namun ada hikmah dari tiap kejadian. Pendemi virus corona bisa menjadi medium pembelajaran kepada kita untuk memperkuat tiga hal. Pertama, agar ikhtiar dan tawakkal kita seimbang. Ikhtiarnya dengan cara mengisolasi diri, lebih banyak di rumah, dan menghindari kerumunan. Tawakkalnya dengan acara terus bermunajat kepada Allah diberikan selamatan dan perlindungan. Maka selain jaga iman, kita juga wajib jaga imun.

Kedua, menjaga kebersihan karena itu sebagian dari iman, karena virus sangat takut dengan kita yang selalu menjaga diri dengan mencuci tangan dengan hand sanitizer, kalau perlu sering-sering wudhu dan menggunakan hand sanitizer. Inilah saatnya mengubah kebiasaan lama yang masih kurang perhatian terhadap kebersihan, menjadi lebih perhatian. Ingat kebersihan sebagian dari iman, sehingga orang yang beriman juga jaga imun (yaelah kembali lagi).

Ketiga, menurunkan ego. Kita paham mengisolasi diri bentuk kita peduli dengan orang lain agar penyebaran virus itu terhenti. Mengisolasi diri membuat virus yang mungkin saja menimpa kita bisa dielakkan sehingga tidak menjangkiti orang di sekitar kita. Namun sayang sikap saling peduli ini, tercoreng dengan kebiasaan kita yang melakukan pembelian panik dengan memborong barang-barang di pasaran. Kita masih harus belajar.

Tidak Perlu Dijawab

‘Virus ciptaan Tuhan, jadi tak perlu takut ke masjid’ bukan pernyataan yang perlu digubris. Itu pernyataan menjebak, kedua hal ini tidak nyambung. Mana mungkin membandingkan virus dengan Tuhan, kalau virus bandingkan dengan penyakit lainnya, misalnya cinta.

Kenapa cinta? Sebab kata ulama dari Sulawesi Selatan yakni Anregurutta Sanusi Baco, kurang lebih seperti ini: Ada satu penyakit yang senantiasa tak kunjung sembuh hingga akhir hayat seorang Gus Dur yakni cinta.

Menukil ucapan di atas, ucapkanlah; saya tidak terlalu takut sorona, tapi saya takut ditinggal pas lagi sayang-sayangnya. Corona pasti akan bisa disembuhkan, tapi sakitnya hati karena cinta seumur hidup menumbuhkan luka. Mantap!