Puasa adalah ibadah yang paling rahasia dibanding ibadah-ibadah yang lain. Syahadat memerlukan saksi, sholat telah ditetapkan waktu-waktunya, zakat harus ada penerimanya, dan hajo disaksikan oleh umat seluruh dunia. Tidak demikian dengan puasa, kerahasiaan puasa adalah hanya antara yang berpuasa dengan Yang Maha Kuasa.
Karena kerahasiaan itulah maka ibadah puasa memiliki nilai yang istimewa dimata Allah SWT. Allah menegaskan dalam sebuah hadist qudsi “Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya”. Karena itu pula dalam berpuasa kita belajar arti sebuah kejujuran, ketika kebanyakan publik dalam menjalankan agama terjebak dalam aksi simbolik, maka ibadah puasa sebenarnya menihilkan itu semua.
Berpuasa juga seharusnya secara sederhana tanpa hiruk pikuk, berpuasa dalam sepi jauh lebih utama dibandingkan dengan hiruk pikuk yang bisa mendistorsi makna dan esensi puasa. Budaya buka puasa bersama sudah mulai bergeser dari sekedar berbagi menjadi semacam gaya hidup pop culture.
Dibanding ibadah-ibadah yang lain puasa Ramadan adalah ibadah yang dimensi vertical (Habluminallah) dan horisontal (Habluminannas) seimbang. Puasa Ramadanlah Allah membuka rahmat dan pintuNYA agar manusia semakin dekat denganNYA, namun puasa juga memiliki dampak sosial karena saat puasa kita dituntut lebih menahan diri dan berempati kepada sesama.
Puasa Ramadan melatih kesabaran kita secara lahiriah dan bathiniah. Secara lahiriah kita dituntut bersabar dalam perut yang lapar dan dan dahaga, secara bathiniah kita dituntut bersabar menahan segala hawa nafsu dalam diri kita.
Namun banyak dari kita hanya berhasil melatih kesabaran lahiriah tapi gagal dalam menahan godaan yang bersifat bathiniah, karena itu Nabi SAW pernah bersabda, “betapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapat manfaat dari puasa itu kecuali lapar dan dahaga”.