Puasa dalam Tradisi Agama Samawi

Puasa dalam Tradisi Agama Samawi

Puasa dalam Tradisi Agama Samawi
niat puasa

Tidak banyak ajaran Islam yang bersifat furu’iyyah (cabang-partikular) yang memiliki kesamaan dengan ajaran Nabi yang lain (sebelumnya). Bahkan, secara lahir yang nampak dominan justru perbedaannya.  Sebagaimana dinyatakan Syaikh Afandi dalam al-Hushun al-Hamidiyyah, perbedaan syari’at di antara para Rasul merupakan sunnatullah yang di antara hikmahnya adalah fleksibilitas hukum Allah dalam mengatur kehidupan manusia sesuai kemashlahatan dan tantangan zaman yang dihadapi.

Hal ini berbeda dengan ajaran Islam dalam hal-hal yang bersifat ushuliyyah (pokok-universal) seperti akidah dan ibadah-ibadah jenis tertentu yang memiliki banyak kesamaan dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. Hal tersebut menunjukkan arti bahwa inti ajaran agama-agama samawi adalah sama.

Salah satu  di antara sekian ibadah dalam ajaran Islam yang memiliki banyak kesamaan atau bahkan bisa dikatakan “melanjutkan” (dengan berbagai penambahan ketentuannya) adalah ibadah puasa. Hal ini seperti telah dinyatakan dalam firman-Nya, bahwa puasa diwajibkan atas umat Muhammad Saw sebagaimana diwajibkan juga telah diwajibkan atas umat-umat Nabi terdahulu:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa”

Menanggapi ihwal kesamaan puasa antara umat Nabi Muhammad SAW dan Nabi sebelumnya, para ulama berbeda pendapat. Imam Al-Thabari lebih berpihak pada pendapat yang menyatakan bahwa puasanya umat Muhammad dan Nabi sebelumnya sama persis baik dalam durasi maupun waktunya. Yaitu satu bulan penuh di bulan mulia Ramadan. Sementara Imam Fakhruddin Ar-Razi dan sebagian ulama lain menyatakan bahwa kesamaannya hanya dalam arti puasa sebagai sebuah ibadah yang diwajibkan. Sementara teknis pelaksanaannya bisa jadi tidak sama.

Terlepas dari perbedaan tersebut, minimal kita bisa menyimpulkan bahwa ibadah puasa adalah ibadah yang diwajibkan oleh seluruh umat, siapapun Nabi mereka. Dalam Islam sendiri, ibadah puasa merupakan “ritual” tahunan yang dijalankan dalam satu bulan penuh selama bulan Ramadan oleh seluruh umat Islam di penjuru dunia. Ia menjadi ibadah individual dalam kewajibannya, namun dilakukan secara bersama-sama dalam pelaksanaannya.

Ibadah Puasa tergolong ibadah yang berat bila dijalankan secara personal. Dan akan relatif lebih mudah bila dijalankan secara berjamaah.  Hal ini sebagaimana dituturkan Fakhr al-Din al Razi dalam karya tafsir monumentalnya, Mafatih al-Ghaib, yang menyatakan bahwa ibadah puasa merupakan sebuah ibadah yang diwajibkan atas seluruh umat manusia dari umat Nabi Adam as. hingga umat Nabi Muhammad saw. Allah SWT tidak pernah menghapus beban kewajiban puasa bagi umat-umat sebelum nabi Muhammad. Ia bukan ibadah yang khusus diwajibkan bagi umat Nabi Muhammad. Hal ini menunjukkan makna bahwa puasa termasuk ibadah yang berat.  Untuk meringankan beban berat ini maka kewajiban puasa dibebankan kepada seluruh umat. Baik umat Nabi Muhammad SAW maupun umat-umat Nabi terdahulu.

Dengan demikian, telah menjadi jelas bahwa puasa merupakan ibadah yang berat. Oleh karenanya, dalam sebuah hadis Nabi disebutkan bahwa ibadah puasa adalah ibadah yang memiliki kekhususan dalam hal pahala. Semoga bulan berkah yang akan tiba dalam beberapa hari mendatang ini, kita dapat menjalankan ibadah ini dengan khusyuk.

Wallahu A’lam bis-Shawab

⁠⁠⁠Sumber bacaan:  Tafsir al-Thabari, Tafsir al-Razi, al-Hushun al-Hamidiyyah.

*) Penulis adalah Pengurus Lajnah Bahtsul Masail Pondok Pesantren Lirboyo (LBM P2L) Kediri