Memasuki bulan suci Ramadan, sajian acara televisi di Indonesia semarak menyajikan kajian-kajian keislaman. Salah satu ulama yang familiar – bahkan identik – di layar televisi kita selama Ramadan adalah Prof. Quraish Shihab dengan programnya, Tafsir Al-Mishbah.
Kita yang bangun untuk sahur lebih awal tentu sudah sangat familiar dengan suara lembut khas Prof. Quraish saat menjelaskan makna ayat demi ayat yang beliau sampaikan di Metro TV. Lebih dari itu, suara khas Prof. Quraish seolah sudah menjadi bagian dari bulan Ramadan bagi umat Muslim di Indonesia. Kita tidak pernah mendengar suara Prof. Quraish di televisi, sesering dan sebanyak di bulan puasa. Tak hanya di Metro TV dengan program Al-Mishbah, namun kita juga bisa mendapati beliau di stasiun TV lain dengan kultumnya.
Seperti ada yang kurang jika makan sahur Ramadan kita lalui tanpa menyimak tafsir Al-Mishbah, dan mungkin itulah yang akan kita rasakan pada Ramadan tahun ini. Sebab Al-Mishbah telah khatam di televisi pada Ramadan tahun 1442 H/2021 M lalu. Ya, Al-Mishbah telah khatam 30 juz. Jika kita menyimak dengan seksama, selama Ramadan tahun kemarin Prof. Qurasih sebenarnya menjelaskan juz 28, bukan juz 30. Ini dikarenakan dahulu program Tafsir Al-Mishbah dimulai dengan menjelaskan juz 29, 30 lalu ke juz 1 dan berlanjut hingga juz 28. Dalam sesi terakhir yang menjelaskan surat Al-Tahrim itu, Prof. Quraish mengatakan:
“Episode ini adalah episode terakhir, bukan hanya di sini tetapi sudah belasan tahun Metro TV [menayangkan program ini], dan saya mendapat kehormatan menjelaskan ayat-ayat Al-Quran. Semua sudah dijelaskan. Memang juz 29 dan 30 itulah yang pertama kita terangkan. Jadi hari ini tuntas sudah sesuai kemampuan saya, sesuai bacaan saya. Tetapi dalam saat yang sama pasti masih banyak yang tidak terucapkan dan masih banyak yang tidak saya ketahui. Sehingga mari kita belajar. Kalau perlu belajar sendiri, belajar dari orang lain, dan lain sebagainya. Karena masih banyak kandungan Al-Quran yang belum kita ketahui.”
Semula Metro TV sempat meminta Prof. Quraish take video ulang untuk kembali menjelaskan juz 29 dan 30 yang dulu sudah pernah diuraikannya itu, namun beliau menolaknya. Dengan demikian, penjelasan Tafsir Al-Mishbah telah sempurna dan berakhir di juz 28.
Kitab Tafsir dan Media Televisi
Dengan selesainya program tafsir tersebut, Prof. Quraish telah menjalankan dua kerja penafsiran al-Quran sekaligus, yakni kerja lisan melalui goresan penanya dan tulisan lewat suaranya di televisi.
Bicara tentang sosok ulama dan televisi, di Mesir kita mengenal Syekh Mutawalli Al-Sya’rawi (1911-1998), sosok Ulama dengan kemampuan orasi yang sangat luar biasa dan penjelasannya sangat mudah dicerna kebanyakan orang. Kitab Tafsīr Al-Sya’rāwī yang dinisbahkan kepada beliau sebenarnya “bukan murni karya tulis beliau” sendiri, melainkan hasil ceramah-ceramahnya di televisi Mesir yang kemudian ditranskrip oleh tim dari sebuah penerbit Akhbār Al-Yaoum.
Sejak awal pun sebenarnya karya tersebut tidak dinamai dengan kitab tafsir, tetapi disebut Khawāthir Al-Sya’rawi, alias renungan-renungan Al-Sya’rawi seputar ayat-ayat Al-Quran. Itulah yang ditegaskan pertama kali dalam muqaddimah-nya. Di sana disebutkan:
خواطري حول القرآن الكريم، لا تعني تفسيرا للقرآن وإنما هي هبات صفائية….
Lebih jauh ke belakang, kita mengenal Ali bin Ahmad bin Muhammad Al-Wahidi yang memiliki tiga jenis tafsir berjenjang, yang didasarkan pada keluasan penjelasan isinya. Beliau menulis tafsir versi ringkas (Al-Wajīz), sedang (Al-Wasīth), dan versi paling besar (Al-Basīth). Ketiganya secara makna memang memiliki arti Ringkas, Pertengahan, dan Luas.
Sementara di Indonesia, kita memiliki Prof. M. Quraish bin Habib Abdurrahman Shihab, yang ceramahnya enak didengar, dan karya-karyanya pun nyaman dibaca dan dinikmati. Dari dua nama Ulama di atas, Prof. Quraish manggabungkan apa yang dilakukan oleh keduanya, yakni menulis tafsir dengan tiga versi sebagaimana Al-Wahidi, dan juga menjelaskan tafsir Al-Quran bil lisan di televisi sebagaimana yang dilakukan Syekh Al-Sya’rawi di Mesir. Beliau menjelaskan urut ayat demi ayat, surat demi surat sesuai urutan mushaf dari awal hingga akhir.
Berturut-turut Prof. Quraish memiliki Al-Quran dan Maknanya sebagai karya versi ringkas, Tafsir al-Lubab; Makna, Tujuan dan Pelajaran dari Surah-Surah al-Quran versi sedang dan Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran sebagai versi terbesar yang paling luas.
Selain tiga karya tafsir Al-Quran di atas, Prof. Quraish yang termasuk anggota Majelis Hukama Muslimin ini juga memiliki banyak karya tulis lain yang membahas tema-tema tertentu. Ciri khas buku-bukunya adalah beliau mengambil fokus satu pembahasan tertentu, kemudian diuraikan secara mendetail serta mengaitkan dengan ayat-ayat Al-Quran. Dari sini, barangkali kita bisa menyebut buku-buku itu sebagai versi tafsir tematik (maudhū’ī) Prof. Quraish.
Mufassir Indonesia Lintas Generasi
Pada tahun 2010 lalu, Dr. Muchlis M. Hanafi pernah menuliskan sebuah buku kecil bertajuk Berguru Kepada Sang Mahaguru dalam rangka ulang tahun Pusat Studi Al-Quran (PSQ) sekaligus ulang tahun Prof. Quraish. Dalam buku itu, beliau menghitung karya Prof. Quraish yang kurang lebih berjumlah 35 judul buku.
Secara umum, Dr. Muchlis mengelompokkannya dalam empat kategori, yakni Karya-Karya Tafsir, Maqālāt Tafsīriyyah, Ulumul Quran dan Metodologi Tafsir, dan Tsaqafah Islamiyyah. Itu adalah hitungan 12 tahun lalu. Kita tahu, Prof. Quraish merupakan pribadi yang gemar menulis. Karyanya terus bermunculan. Bahkan sampai sekarang beliau selalu meluangkan waktu khusus untuk menulis tak kurang dari 5 jam tiap harinya. Dalam situs resminya, quraishshihab.com, Prof. Quraish tercatat telah melahirkan kurang lebih 70-an judul buku.
Belakangan, bagi kalangan generasi YouTube, lebih mengenal program Shihab&Shihab, program talkshow bersama Prof. Quraish membincang seputar tema-tema tertentu yang dipandu oleh putri beliau, Najwa Shihab. Bisa dibilang ini juga merupakan wujud kerja lisan beliau dalam tafsir, meski tentu saja pembahasannya tak sedetail dalam penjelasan di dalam kitab tafsir maupun buku-bukunya.
Bahkan di bulan Ramadhan tahun ini, Prof. Quraish Shihab muncul dalam satu segmen talkshow acara “Sahur Nih Ye” channel Vindes milik duo presenter yang digandrungi anak muda, Vincent dan Desta. Beliau tampil dengan gaya cukup santai, mengenakan batik lengan pendek dan tanpa berpeci seperti biasanya. Pas dengan tema acara tersebut yang memang banyak ditonton oleh anak muda.
Wal akhir, satu hal yang kita patut hormat kepada Prof. Quraish Shihab adalah, bahwa karya beliau sebagai mufassir mampu melampaui perkembangan teknologi dan adaptasi media dari generasi ke generasi. Melihat bagaimana Prof. Quraish terus berkarya, menunjukkan betapa besarnya produktivitas beliau dalam karya tafsir dan sudah selayaknya beliau menjadi nama terdepan mufassir Indonesia.