Kita sekarang menerima begitu saja gagasan tentang hak asasi manusia. Kita merasa bahwa masing-masing individu terlahir memiliki hak yang sama. Kita juga menganggap masing-masing orang setara, bebas, dan memiliki hak-hak yang melekat pada dirinya. Semua itu kita anggap sudah ada dan manusia miliki sejak dahulu kala.
Tidak begitu. Gagasan bahwa setiap manusia memiliki hak yang sama sebenarnya produk abad ke-18. Tidak ada manusia sebelum itu yang mengenal hak asasi manusia. Ide tentang hak asasi manusia lahir di Prancis pada masa revolusi tahun 1789, yang kemudian dikenal sebagai Revolusi Prancis.
Revolusi Prancis, yang memuncak pada pelengseran raja Louis XVI hingga kepalanya di-guillotine, bukan hanya peristiwa berdarah-darah, tetapi juga mengubah banyak tatanan masyarakat dan negara Prancis, kemudian Eropa, dan akhirnya dunia. Salah satunya melahirkan konsep hak asasi manusia yang universal. Semboyan terkenalnya Liberte, Egalite dan Fraternite (kebebasan, keadilan, dan persaudaraan).
Benar bahwa hak asasi kali pertama diperkenalkan di Amerika saat revolusi pada 1776, yang disebut sebagai pengejawantahan gagasan filsuf John Locke. Namun deklarasi hak-hak di Amerika waktu itu hanya berlaku terbatas di negara bagian Virginia dan bersifat sangat “Amerika”. Namun Declaration des Droits de l’ Homme et du Citoyen (Deklarasi Hak-hak Manusia dan Warga Negara) di Prancis, yang ditetapkan pada 26 Agustus 1789, berlaku universal. Deklarasi disusun dengan istilah-istilah yang dapat diterapkan di semua negara, semua zaman dan yang berlaku baik untuk monarki maupun republik.
Hak-hak yang diproklamasikan oleh Dewan Konstituante itu, tulis A. Malet & J. Isaac dalam Revolusi Prancis 1789-1799, “bukan hanya milik orang Prancis; hak-hak itu adalah milik semua manusia dan disebut ‘Hak-hak Manusia’.” Sejak saat itu, terutama pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, dunia mengenal hak asasi manusia dan mengadopsinya dalam sistem hukum nasional maupun internasional.
Banyak produk lain warisan Revolusi Prancis yang diadopsi dunia, mulai sistem ekonomi, tata pemerintahan dan administrasi negara, sistem politik, dan lain-lain. Bahkan, meter sebagai satuan panjang, liter sebagai satuan cairan, dan kilogram sebagai satuan berat, juga merupakan produk Revolusi Prancis.
Namun, di antara semuanya, produk Prancis yang paling spektakuler memang hak asasi manusia. Dari situ kita akhirnya memiliki hak atas kepemilikan pribadi, hak untuk hidup bahagia, hak untuk beragama atau tidak beragama, hak untuk menentukan pilihan sendiri, hak berpendapat, hak berkumpul dan berserikat, hak memilih atau dipilih, hak atas kekayaan intelektual, dan hak ini-itu lainnya.
Menyerukan boikot produk-produk Prancis juga adalah hak setiap orang. Tetapi, ingat, produk (asal) Prancis bukan hanya tas Louis Vuitton, air mineral dalam kemasan, susu formula, bahan bakar minyak, ban mobil, mobil, pesawat udara, kosmetik, sampo, hotel, dan lain-lain. Tambahkan juga “hak asasi manusia” ke dalam daftar produk yang mesti diboikot.