Pornografi di Internet, Larangan Al-Quran dan Potensi Kerusakan Otak

Pornografi di Internet, Larangan Al-Quran dan Potensi Kerusakan Otak

Pornografi, terlebih di dunia maya, memiliki konsekuensi atau akibat yang lebih parah.

Pornografi di Internet, Larangan Al-Quran dan Potensi Kerusakan Otak

Berdasarkan data Interpol dan Tim Siber Bareskrim Polri, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), Yohana Yembise menyatakan bahwa ada sekitar 50 ribu aktifitas pornografi yang hampir separuhnya tergolong pornografi anak, baik yang diunduh maupun diunggah di internet. Pernyataan ini dikemukakannya di Bukittinggi, Sumatera Barat saat acara pembukaan Kampanye Bersama Lindungi Anak (Berlian) pada 16 April 2017.

Secara literal, definisi Pornografi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi; bahan bacaan yang dengan sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu berahi dalam seks”.

Ketersediaan komputer kecepatan tinggi serta kehadiran konektifitas internet kecepatan tinggi pada tahun 2006, telah membuka kran-kran informasi di seluruh dunia hampir tanpa hambatan berarti. Sangat kontras beberapa tahun lalu, internet sekarang bisa dijumpai dimanapun, tidak hanya di perkantoran di pelosok negara-negara berkembang, tetapi juga di smartphone, di tangan individu individu tanpa memandang umur.

Revolusi ini mengubah tidak hanya variasi informasi yang bisa kita dapatkan tetapi juga cara kita mendapatkan informasi (hanya dengan googling kita bisa langsung mendapatkan info yang diperlukan); kegiatan berpikir kini telah menjadi suatu tugas yang terbagi antara manusia dengan komputer sebagai medium yang bekerja murni selayaknya otak (tetapi tanpa nurani). Akhir akhir ini banyak sekali kesadaran yang muncul tentang dampak penggunaan internet pada kehidupan sosial manusia.

Internet menawarkan kesempatan bagi masyarakat untuk terkoneksi dengan cara yang belum ada sebelumnya. Hal ini bisa kita lihat dari ratusan atau bahkan ribuan “friends” di Facebook yang secara umum telah menggantikan interaksi “face to face”.

Banyak riset ilmiah telah membuktikan efek negatif dari fenomena revolusi internet terhadap mental serta kesejahteraan manusia secara keseluruhan. Menjamurnya pornografi online bisa jadi merupakan salah satu dampak paling serius.

Pornografi nyata-nyata dilarang oleh Allah dalam ayatnya Quran surat 16:90.

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ –

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”

Jika kita amati, ada tiga elemen antara lain :

Pertama, kata Fahsya. Dalam beberapa versi kamus, Fahsya mempunyai beberapa sinonim, antara lain cabul, kotor, busuk, perbuatan zina, keji. Dalam istilah al-Qur’an, fahsya diartikan sebagai segala sesuatu yang memalukan, ataupun hubungan seksual yang tidak syar’i. Pada tingkat tertinggi Fahsya, Allah menggolongkan zina (Qur’an 17:32) dan homoseksualitas (Quran 7:80; 27:54).

Kedua, kata Al-Munkar, sinonim dengan suatu hal yang memalukan, mengerikan, menjijikkan.

Ketiga, kata al-Baghi, istilah yang berkaitan dengan pelanggaran, kesalahan, ketidakadilan.

Allah menentang pornografi baik itu secara terang-terangan maupun tersembunyi, seperti yang kita jumpai pada

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَن تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ – 7:33

Katakanlah: “Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui””. (QS. 7:33)

Allah bahkan melarang kita untuk mendekatinya seperti yang terungkap di sebagian surat Al An’am ayat 151, “..dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak diantaranya maupun yang tersembunyi”

Pada umumnya masyarakat cenderung memandang fenomena pornografi online hanya dari sisi moralitas para pengaksesnya. Tapi jika pornografi dipahami dalam lingkup yang lebih luas, kita akan dihadapkan pada entitas yang sangat berbeda. Ada sisi lain yang tidak kurang mengkhawatirkan dari booming industry pornografi online yaitu potensi kerusakan otak pengaksesnya.

Pornografi online bisa diserupakan dengan zat ataupun perilaku adiktif lainnya, dimana ia memberikan efek yang fatal pada titik sensitive otak yaitu sistem reward (atau reward center). Sistem ini berfungsi salah satunya untuk mengatur rasa senang, sehingga jika ada stimulan yang mengaktifkan bagian ini, maka manusia akan merasakan kesenangan, dan ingin terus mengulang lagi.

Pada pengakses pornografi online, dopamine akan membanjiri otak yang kemudian menimbulkan rasa senang. Dopamin adalah salah satu neotransmitter yang berfungsi mengontrol gerakan, emosi, motivasi dan perasaan bahagia. Dopamin akan meningkat ketika seseorang terekspos pada stimulan baru. Pada kasus pornografi, dopamine akan meningkat jika stimulan muncul lebih dari yang diperkirakan.

Lalu apa yang membuat pornografi “unik” jika dibandingkan dengan makanan, atau obat obatan terlarang yang keduanya juga dapat menimbulkan rasa senang? Gary Wilson, penulis buku “Your Brain on Porn: Internet Pornography and the Emerging Science of Addiction” menyebutkan beberapa alasan antara lain (1) pornografi internet menawarkan “varian” yang selalu diperbarui, sehingga menimbulkan efek yang tidak membosankan bagi pengaksesnya untuk terus mengkonsumsi, (2) Tidak seperti makanan dan obat psikotropika, pornografi internet bisa dikonsumsi tanpa batasan fisik. Dengan kata lain, manusia akan merasa mual, dan kemudian muntah jika terlalu banyak makan, begitu juga dengan obat-obatan; tetapi tidak dengan pornografi internet, (3) pornografi internet tidak serta merta mengaktifkan natural aversion system pada otak; suatu system yang memberikan alarm jika sesuatu hal tidak baik maka system ini akan segera bereaksi.

Internet bisa memberikan dampak negatif dengan banjirnya gambar gambar erotis, tetapi internet juga bisa menjadi salah satu media untuk menangkal efek negatif ini, antara lain dengan promosi atau iklan-iklan serta tulisan yang menggugah kesadaran akan bahaya dan konsekuensi pornografi, seperti tulisan ini… heheh.

Wallahu A’lam.