Politik Islam dan Tragedi Sejarah Islam Awal

Politik Islam dan Tragedi Sejarah Islam Awal

Politik Islam dan Tragedi Sejarah Islam Awal

Khawarij adalah sekte paling mengerikan dalam sejarah Islam awal. Ia lahir akibat peristiwa politik tahkim (arbitrase) antara Ali ibn Abi Thalib dan Muawiyah. Saat itu, kaum khawarij menyatakan mundur dari barisan Ali ibn Abi Thalib dan memilih tidak mendukung kedua tokoh karena telah dianggap murtad dari agama Islam.

Karakter khawarij ialah hitam putih, mengatakan golongannya benar dan selainnya salah. Selogannya yang paling terkenal ialah laa hukma illa lillah, tiada hukum selain hukum Allah. Dari khawarij inilah muncul berbagai bencana di tengah masyarakat Islam. Salah satu bencana paling besar ialah saat seorang khawarij bernama Abdurrahman ibn Muljam melakukan pembunuhan terhadap sahabat Ali ibn Abi Thalib karamallahu wajhah.

Sebelum namanya menjadi catatan buruk sejarah Islam, Ibn Muljam awalnya ialah seorang yang sangat taat beribadah. Ia dikenal sebagai hafiz yang hafal Al-Quran dan ribuan hadis. Karena kesalehannya, ia dikirim oleh khalifah ke Mesir untuk menjadi pengajar Al-Qur’an. Tak dinyana, justru di Mesir inilah Ibnu Muljam berubah menjadi sosok yang berbeda. Pertemuannya dengan banyak orang khawarij menjadikan dirinya terbawa arus.

Pembunuhan Ali pun sangat biadab karena dilakukan pada bulan suci Ramadhan. Ketika hendak melaksanakan shalat Subuh, Ibnu Muljam menyabetkan pedang beracun ke tubuh Ali ibn Ali Thalib. Ia sangat bersemangat untuk membunuh pemimpin Islam itu karena telah dianggap kafir. Ibnu Muljam bahkan mengawali pembunuhannya dengan sumpah mengatasnamakan Allah.

Khawarij ialah kelompok politik yang kemudian berubah menjadi kelompok agama. Keberadaannya membuat Islam terlihat sangat sempit. Diturunkannya agama Islam sebagai agama akhlak sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak,” berubah menjadi agama yang hanya mengurus urusan politik. Mereka melupakan inti ajaran politik dalam Islam, yakni kemaslahatan. Bagi khawarij, Islam haruslah sesuai dengan apa yang mereka rumuskan.

Islam model khawarij yang galak ini sebenarnya sudah muncul sebelum peristiwa pembunuhan Ali RA. Dua khalifah sebelumnya, Umar ibn Khattab dan Utsman ibn Affan, juga wafat dalam kondisi terbunuh. Mereka dibunuh oleh orang-orang yang menganggap para khalifah menyeleweng dari ajaran Islam. Tentu saja Islam sebagaimana yang mereka pahami.

Terkait khawarij ini, sejarawan Harun Nasution pernah mengidentifikasi ciri-cirinya, di antaranya yaitu: mudah mengafirkan yang tidak sepaham, menganggap Islamnya paling benar, dan tidak segan-segan menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuannya. Ciri-ciri demikian tentu berlawanan dengan Islam yang dibawa oleh Nabi sebagai agama damai dan mengedepankan akhlak mulia.

Islam akhlak ajaran Nabi ialah Islam yang selalu mengajak umatnya berbuat positif. Bahkan ketika dicela, Nabi mengajarkan umatnya untuk membalas dengan kebaikan. Contohnya ialah ketika ada seorang Yahudi buta yang setiap hari mencela Nabi dengan sumpah serapah. Nabi justru menyuapi si Yahudi buta itu setiap hari. Ketika Nabi Muhammad wafat, si Yahudi pun kehilangan sosok yang setiap hari menyuapinya. Saat Abu Bakar menggantikan peran Nabi, si Yahudi merasa ada sesuatu yang kurang.

“Kamu bukan orang yang biasa menyuapiku,” kata si Yahudi. “Benar, karena beliau sudah wafat,” ujar Abu Bakar.

“Siapa dia?” tanya si Yahudi. “Dia adalah Muhammad, sosok yang selalu engkau cela.” Yahudi buta itu pun langsung menangis terharu, kemudian masuk agama Islam.

Islam adalah agama yang sangat indah dan ramah. Jika ada orang belajar Islam malah kerap menimbulkan gejolak amarah, mungkin ada yang salah dengan caranya mengenal agama mulia ini. Wallahua’lam.

Sarjoko, penulis adalah pegiat di Islami Institute dan Gusdurian Jogja.