Masih panas dunia ini digegerkan oleh tragedi pembunuhan guru sejarah di Prancis oleh seorang murid muslim yang marah karena membawa karikatur Nabi Muhammad SAW karya Charlie Hebdo ke sekolah. Umat Islam mungkin biasa untuk tidak setuju akan ilustrasi Nabi SAW, terutama wajah. Tapi apakah non-muslim bisa mengerti? Apa masalahnya jika ada orang yang menggambar Nabi Muhammad SAW? Bukankah digambar tidak selalu berarti penghinaan?
Menggambar rupa fisik Nabi Muhammad SAW memang merupakan tema yang memancing perdebatan. Tidak mengapa untuk menceritakan ciri fisik nabi secara lisan ataupun tulisan, tapi gambar? Kebanyakan muslim akan menentang ini.
Dalam Al-Qur’an memang tidak ada larangan tentang gambar menggambar, tetapi ada hadis yang melarang menggambar manusia atau hewan secara umum.
عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي الْحَسَنِ قَالَ كُنْتُ عِنْدَ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا إِذْ أَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا عَبَّاسٍ إِنِّي إِنْسَانٌ إِنَّمَا مَعِيشَتِي مِنْ صَنْعَةِ يَدِي وَإِنِّي أَصْنَعُ هَذِهِ التَّصَاوِيرَ فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ لَا أُحَدِّثُكَ إِلَّا مَا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ سَمِعْتُهُ يَقُولُ مَنْ صَوَّرَ صُورَةً فَإِنَّ اللَّهَ مُعَذِّبُهُ حَتَّى يَنْفُخَ فِيهَا الرُّوحَ وَلَيْسَ بِنَافِخٍ فِيهَا أَبَدًا فَرَبَا الرَّجُلُ رَبْوَةً شَدِيدَةً وَاصْفَرَّ وَجْهُهُ فَقَالَ وَيْحَكَ إِنْ أَبَيْتَ إِلَّا أَنْ تَصْنَعَ فَعَلَيْكَ بِهَذَا الشَّجَرِ كُلِّ شَيْءٍ لَيْسَ فِيهِ رُوحٌ
Dari Sa’id bin Abi Al Hasan berkata, Aku pernah bersama Ibnu ‘Abbas RA ketika datang seorang kepadanya seraya berkata; “Wahai Abu ‘Abbas, aku adalah seorang yang mata pencaharianku adalah dengan keahlian tanganku yaitu membuat lukisan seperti ini”. Maka Ibnu ‘Abbas berkata: “Aku tidaklah menyampaikan kepadamu perkataan melainkan dari apa yang pernah aku dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang Beliau bersabda: “Siapa yang membuat gambar lukisan, Allah akan menyiksanya hingga dia meniupkan ruh (nyawa) kepada gambarnya itu dan sekali-kali dian tidak akan bisa mendatangkanhya selamanya”. Maka orang tersebut sangat ketakutan dengan wajah yang pucat pasi lalu berkata: “Bagaimana pendapatmu kalau aku tidak bisa meninggalkannya kecuali tetap menggambar?” Dia (Ibnu ‘Abbas) berkata: “Gambarlah olehmu pepohonan dan setiap sesuatu yang tidak memiliki nyawa”. (HR. Bukhari, No. 2073)
Adapun sabab wurud dalam hadis ini, cukup spesifik. Mayoritas ulama sepakat bahwa esensi dari keharaman menggambar yaitu berkaitan dengan kekhawatiran kembalinya masyarakat ke kebiasaan lama mereka, yaitu menyembah berhala. Selain patung, saat itu media gambar juga populer dijadikan sebagai sesembahan.
Mengenai ilustrasi Nabi, memang tidak ditemukan ilustrasi wajah atau tubuh Nabi Muhammad yang otentik digambarkan ketika Rasulullah hidup. Kita mengenali ciri-ciri fisik beliau dari riwayat-riwayat para sahabat. Seperti;
حَدَّثَنَا أَنَسٌ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَضْرِبُ شَعَرُهُ مَنْكِبَيْهِ
“Telah menceritakan kepada kami dari Anas bahwa rambut nabi SAW menjuntai sampai ke kedua bahu beliau.”
Ada juga riwayat-riwayat yang menggambarkan kulit Nabi Muhammad SAW yang putih, Nabi yang tidak terlalu tinggi tidak terlalu pendek, dan bahu Nabi yang terlihat paling tinggi ketika sedang duduk bersama sahabat.
Tahukah kamu, umat muslim sendiri pernah menggambar Nabi Muhammad SAW di masa lampau. Nabi pernah dilukis dalam beberapa karya, ada yang lumayan eksplisit seperti ilustrasi di Persia sekitar tahun 1240-an dan di ilustrasi buku sejarah dari Afghanistan tahun 1425. Meskipun memang kebanyakan ilustrasi Nabi digambarkan wajahnya putih saja atau cahaya saja. Para seniman dan penikmat seni saat itu percaya bahwa menggambar Nabi bukan untuk disembah apalagi dihina, tetapi untuk keperluan seni, keindahan dan edukasi untuk mengilustrasikan suatu peristiwa bersejarah. Begitu juga di film-film sejarah Islam, tradisinya, Nabi tidak diperankan aktor, tetapi cahaya saja.
Jika Nabi kita yang kita cintai dihina, rasanya memang pasti marah dan kesal. Tapi dibanding balas menghina apalagi membunuh, kita bisa balas mengedukasi. Seperti Rasulullah yang membalas kekerasan kaum Jahiliyyah dengan mengedukasi ummat dengan pengetahuan dari Al-Qur’an. (AN)
Wallahu a’lam.