Tulisan ini lanjutan dari salinan ulang dari pidato sambutan Subchan ZE dalam kongres Sarbumusi tahun 1969. Silahkan klik link ini untuk membaca tulisan sebelumnya.
****
Ini saya kaitkan dengan apa perlunya NU mempunyai gerakan buruh tersendiri, mengapa bukan NU seksi buruh saja.
Saudara sekalian kita memerlukan suatu organisasi yang bersifat kejuruan dan sekaligus merupakan perwakilan kelompok sosiologis dalam masyarakat. Saya sebutkan kelompok sosiologis dan bukan ideologis, karena di negara kita ada dasarnya hanya ada satu ideologi, yaitu Pancasila. Sedangkan hubungan antara insan dan khaliqnya, kita punya nilai tersendiri, yang orang lain tak usah campur tangan.
Secara politik, Sarbumusi sebagai organisasi perburuhan yang mewakili kelompok sosial dalam masyarakat (merupakan sosiological unit), lebih dari pada sekedar organisasi buruh yang bersifat kejuruan seamata. Organisasi buruh kejuruan itu lebih mudah mentacklenya, cuma berbicara soal-soal buruh secara ril, soal kenaikan gaji, penurunan jam kerja, ganti uang lembur, jaminan sakit, waktu libur dan semacamnya.
Tapi kita ini justru lebih daripada itu, kalau kita umpamakan organisasi mahasiwa maka kita ini adalah organisasi extra universitet, bukan intra. Kita mempunyai nilai-nilai perjuangan buruh yang lebih tinggi dari pada sekedar perjuangan buruh yang biasa. Kita berjuang untuk nilai-nilai yang lebih tinggi (higher values). Nah yang penting adalah menyelamatkan ajaran ahlus sunnah, memelihara kemurnian ajaran Islam, berjuang agar masyarakat ahlus sunnah ini berperan dalam keseluruhan masyarakat Indonesia. Sudah barang tentu bagi Sarbumusi harus diutamakan masyarakat ahlus sunnah di kalangan buruh. Jadi buruhnya yang diahlus sunnahkan, bukan ahlus sunnahnya yang diburuhkan.
Jangan terbalik, kalau terbalik maka akan menyangkut pikiran-pikiran yang mengatakan Sarbumusi masuk saja ke dalam Sekber Golkar semuanya menjadi beres, banyak fasilitas, ada pelindung strategis demikian istilahnya. Sebab kalau afiliasi dengan Partai, dikejar-kejar, diphobikan, sulit mendapat jabatan-jabatan dan seterusnya. Saya tekankan supaya pikiran-pikiran demikian ini dibuang jauh-jauh. Kita berjuang untuk nilai-nilai yang lebih tinggi.
Jadi saya telah berbicara dari banyak segi. Kita mengembangkan cara leadership, selain itu juga kita harus mengembangkan masalah-masalah yang akan menjadi khittah perjuangan kita. Kita ingin pemimpin yang cakap dan lebih dari itu yang berakhlakul karimah. Ini tugas Sarbumusi. Dalam hal ini saya ikut menekankan pidato Pak Idham [KH. Idham Chalid], agar jaminan akidah dipentingkan.
Baiklah saudara-saudara, mestinya soal perburuhan internasional, peranan buruh dalam demokrasi, soal buruh dan karyawan, soal pemulu, yang semuanya seharusnya menjadi topik kongres ini. Untuk itu baiklah sebelumnya, saya sebagai unsur Pengurus Besar yang hadir di sini yang sebetulnya tersenior, saya appeal kepada kongres ini agar masalah tata-tertib jangan sampai menghambat jalannya kongres karena masih akan harus membahas materi yang lebih penting. Kembalikan kedaulatan sepenuhnya kepada kongres ini, tidak usah terpengaruh siapa yang akan terpilih asal itu menurut keyakinan dapat menjamin kelangsungan khittah perjuangan, cukup kecakapan dan cukup kejujuran, kita ucapkan Hasbunallah wa ni’mah wakil. Begitu saja saudara sekalian.
Sekarang kita menginjak segi lain daripada sekedar perjuangan buruh yang biasa, yaitu buruh sebagai alat demokrasi. Saya katakana tadi sebagai buruh yang mewakili kelompok sosiologi dalam masayrakat yang utama ialah menginginkan tegaknya sendi-sendi Islam. Kedua kita menginginkan/memperjuangkan tegaknya demokrasi. Ketiga tegaknya hukum dan keadilan tanpa pandang bulu. Keempat, tegaknya demokrasi ekonomi. Kelima, terjaminnya hak asasi manusia. Inilah yang merupakan aspirasi kelompok masyarakat yang namanya Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.
Selama ini diperjuangkan, maka di sinilah letak peranan Sarbumusi. Peranan sebagai faktor pelengkap, bahkan hakikatnya tidak hanya menjadi pelengkap saja, pada suatu waktu organisasi buru (Sarbumusi) akan menjadi alat perjuangan utama partai, sebagaimana mahasiswa (PMII) telah pernah menjadi alat perjuangan utama karena bisa turun ke jalan dalam bentuk kesatuan aksi.
Suatu ketika bukan mustahil Sarbumusi akan menjadi alat perjuangan utama dalam menegakkan demokrasi, penegakkan hukum dan keadilan, penegakkan demokrasi, ekonomi, dan penegakkan hak-hak asasi manusia.Berikutnya saudara-saudara sekalian, kalau sekarang bangsa Indonesia dalam keadaan membanhun biasanya pembangunan itu selalu mendapatkan penilaian dari luar. Salah satu indikator dalam penilaian ini adalah ketenangan buruh. Jadi ketenangan buruh merupakan salah satu indikasi dari banyak indikator ekonomi lainnya yang bisa dipakai untuk mengukur kestabilan ekonomi. Indikator lainnya adalah situasi harga barang, bekerjanya alat-alat produksi dan lain-lain.
Maka dari itu saudara sekalian, Sarbumusi saya anggap organisasi buruh yang terlalu baik, organisasi buruh yang tidak tahu kekuatan apa yang ada pada dirinya.
Pada dasarnya, policy perburuhan di Indonesia masih policy Manipol-Usdek. Policy yang tidak menghendaki tumbuhnya apsirasi demokrasi di kalangan buruh. Usaha-usaha yang mau memecahkan gerakan buruh dari kegiatan soal politik, seperti jangan berafiliasi dengan partai politik, jangan bicara soal akhlakul karimah, jangan bicara soal politik. Bicaranya soal buruh, soal gaji, hubungannya dengan pengusaha-pengusaha, dan seterusnya.
Pikiran ini misalnya pikiran yang timbul supaya Sarbumusi masuk saja jadi anggota Sekber Golkar. Hindarkan ini saudara sekalian. Saya harapkan saudara tetap waspada. Dari segi kepentingan buruh, saya akan mengatakan bahwa apapun hasilnya Repelita sekarang ini, hasilnya tidak akan mengubah struktur perekonomian kita secara cepat. Keadaan sepuluh tahun yang akan datang kira-kira tidak berbeda jauh dengan keadaan sekarang. Jadi bagaimana? Ini tidak mengapa, karena kita sudah biasa menderita. Soal makmur adalah soal kedua, yang penting adalah adilnya dulu. Di sini kelihatan tugas Sarbumusi yang nyata, bukan sekedar masalah buruh biasa, tetapi lebih dari itu, yaitu terciptanya nilai-nilai yang lebih tinggi.
Saudara sekalian, sekarang saya sampai pada masalah buruh dan hubungan internasional. Untuk ini saya minta maaf kepada saudara pimpinan karena saya harus mengatakan bahwa Sarbumusi belum cukup mengambil peranan dalam masalah-masalah perburuhan internasional. Peranan internasional ini tidak cukup sekedar mendapatkan bea siswa untu meninjau negara luar negeri. Tidak cukup itu. Tapi bagaimana kita bisa berperanan, ikut menentukan dalam percaturan perburuhan internasional.
Terus terang saya iri, dalam arti positif, apabila kita lihat GASBIINDO (Gabungan Serikat Buruh Islam Indonesia) menjadi anggota daripada Governing Body dari ILO Jenewa, perannya di ICFTU. Padahal Sarbumusi lebih besar daripada GASBIINDO dan lebih potensial. Oleh karena itu, bahaslah soal perburuhan internasional ini dengan serius, janganlah saudara bicara soal pengurus saja.
Misalnya, usaha untuk mengirimkan anggota Sarbumusi ke pusat pelatihan perburuhan internasional. Ini yang perlu, seperti di Jenewa, India, Ecafe, dan badan-badan internasional yang lain.
Vocational training yang sangat bermanfaat buat pengkaderan bagi Sarbumusi, ini memerlukan ketekunan dalam pengurusannya dan saya yakin Sarbumusi bisa. Memang tidak mudah, tapi tidak mustahil.
Yang terakhir masalah Pemilu. Masalah Pemilu adalah masalah sangat urgent. Masalah yang tidak perlu dipertentangan dengan pembangunan. Dan pelaksanaannya tidak perlu ditunda dan tidak perlu memakan biaya yang banyak.
Sebenarnya aparat untuk pemulu sudah ada, yaitu aparat Pemerintah Daerah sampai kelurahan, Kalau perlu kita bisa minta civic mission ABRI untuk meringankan biaya.
Saudara sekalian, soalnya adalah karena telah merupakan kehendak rakyat, pembangunan akan bisa berhasil hanya apabila mendapat dukungan dari rakyat. Kalau kita menumpas Orde Lama dan PKI berhasil, itu adalah semata-mata karena dukungan rakyat yang serentak. Kita telah committed akan janji ini.
Jadi hendaknya, jangan dikecewakan rakyat yang telah berjuang untuk Orba, jangan disalahi janjinya.
Bagaimanapun kurang demokratisnya Pemilihan Umum kali ini, namun untuk memulai kebiasaan demokrasi yang telah ditinggalkan Soekarno selama 10 tahun ini, akan merupakan permulaan yang baik.
Menurut hemat saya tidak akan sulit melaksanakan pemulu tahun 1971, soalnya pemerintah mau tidak mau. Bukan soal krusial forms DPR GR.
Demikianlah saudara-saudara sekalian, prasaran saya untuk melam ini. Semoga kongres saudara-saudara ini dapat berjalan lancar dan menelorkan hasil yang bermanfaat.