Agenda International Summit of the Moderate Islamic Leaders (ISOMIL) yang diselenggarakan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), berusaha mendorong perdamaian di dunia internasional. Agenda ini, yang dihelat di Gedung Jakarta Convention Hall (JCC), pada 9-11 Mei 2016 ini, diikuti oleh sekitar 400 peserta, dari berbagai negara, terutama Timur Tengah, Eropa, Amerika, Australia, perwakilan negara-negara Asia, dan kiai-kiai Indonesia.
Wakil Presiden Indonesia, H. Jusuf Kalla, mengungkapkan bahwa sudah saatnya ulama bersatu untuk menghadirkan inspirasi dan solusi penyelesaian konflik yang terjadi dunia.
“Kita duduk bersama pada forum ini, dengan tujuan untuk mencari solusi perdamaian di dunia,” ungkap Kalla, pada pembukaan ISOMIL PBNU, Senin (9/5). Hadir pula dalam pembukaan ini, KH. Ma’ruf Amin (Rais Syuriah PBNU), Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, A. Muhamin Iskandar (Ketua Umum PKB), dan ulama dari penjuru nusantara.
Wapres menegaskan bahwa masalah tidak dapat diselesaikan hanya dengan konferensi atau seminar. Para ulama harus terjun langsung ke tengah masyarakat untuk memberi inspirasi atas perdamaian, mencegah konflik dan pertikaian di berbagai negara. Pada kesempatan ini, Wapres juga menelisik akar konflik bernuansa agama yang terjadi di berbagai negara.
Wapres mencontohkan radikalisme yang berujung teror di Prancis, Belgia dan beberapa negara Eropa justru dipicu oleh mereka yang tidak punya pemahaman agama mendalam. Kelompok anak-anak muda yang radikal, tidak memahami masjid, dan kemudian memberontak dengan mengahdirkan kekerasan.
Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siroj menegaskan bahwa Islam Nusantara, Islam ala ulama Indonesia mengajarkan kedamaian, bukan kekerasan. Kiai Said mencontohkan peran Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari yang berhasil menyatukan Islam dengan nasionalisme.
“Kiai Hasyim Asy’ari menegaskan prinsip hubbul wathan minal iman (cinta tanah air merupakan sebagian dari iman). Kiai Hasyim mendialogkan agama dan negara, Islam dan prinsip kebangsaan,” terang Kiai Said.
Kiai Said menegaskan betapa kiai-kiai pesantren Indonesia, berhasil membangun jembatan antara prinsip agama dan negara. “Konflik yang terjadi di Timur Tengah, tidak akan selesai jika belum ada titik temu antara prinsip agama dan prinsip negara,” ungkap Kiai Said.
Ia menambahkan bahwa beberapa ulama Timur Tengah, tidak memiliki konsep titik temu antara agama dan negara, antara Islam dan prinsip kebangsaan.
Melalui agenda ISOMIL, Kiai Said menyatakan bahwa PBNU berusaha menawarkan Islam Nusantara sebagai inspirasi peradaban dunia. ‘’Islam Nusantara itu bukan madzhab. Prinsip Islam Nusantara itu mengajarkan kedamaian, rahmat, kesejahteraan dan memberi ruang bagi kearifan lokal. Sudah saatnya kita mengekspor pemikiran Islam Nusantara, pemikiran Kiai Hasyim Asy’ari dan kiai-kiai lain ke level internasional,” terang Kiai Said.[DP].