Salah satu syarat utama berhaji adalah memiliki kemampuan, yang dalam bahasa arab disebut dengan Istita’ah. Karena perjalanan berhaji bukan hanya kegiatan singkat. Setidaknya memerlukan waktu 14-30 hari untuk melaksanakan ibadah haji.
Bukan hanya itu, kelurga yang ditinggalkan juga harus memiliki penghidupan selama ditinggalkan oleh orang yang berhaji. Terlebih jika yang pergi berhaji adalah tulang punggung keluarga, yang memberi nafkah bagi keluarganya. Membutuhkan persiapan ekstra sebelum pergi berhaji.
Akan tetapi persiapan berhaji bukan hanya dalam bentuk fisik semata. Kita perlu juga mempersiapkan ruhani kita sebelum pergi berhaji. Mengumpulkan niat dan tekad bahwa selama berhaji dan sepulangnya kita mendapati revolusi diri yang sempurna; menuju pribadi yang paripurna. Persiapan ruhani dilakukan dengan refleksi tentang apa yang akan diperbuat selama melaksanakan ibadah hajji dan apa yang anda akan hadirkan setelah berhaji.
Peristiwa refleksi ini penting sebagai persiapan sebelum melaksanakan ibadah haji agar selama berhaji dan sepulangnya berhaji, kita mendapatkan pengalaman yang dalam dan bermakna. Juga persiapan spiritual pada keluarga yang ditinggalkan. Misalkan jika orang tuanya berangkat haji lantas orang tua tersebut meninggalkan anak-anaknya di rumah, maka orang tua tersebut perlulah memberikan modal spiritual bagi anaknya agar anak yang ditinggalkan tetap amanah meski tanpa ada pengawasan langsung dari orang tuanya.
Kita kadang luput mempersiapkan aspek spiritual kita dalam mempersiapkan perjalanan haji. Kelengahan kita dalam mempersiapkan ibadah haji akan berdampak pada ibadah haji kita. Seseorang yang tidak meluruskan niatnya sebelum berangkat haji maka apa yang dilakukan selama berhaji akan kehilangan arah dan makna.
Seseorang tersebut hanya akan melakukan ritual saja dan kehilangan substansi dari amalan yang ia lakukan. Misalkan dari peristiwa tawaf, seseorang hanya akan menganggap tawaf hanyalah sebuah gerakan mengelilingi ka’bah tanpa ada maksud dan tujuannya. Inilah yang mereduksi makna dan tujuan ibadah haji itu sendiri, dengan tanpa adanya niat maka seseorang telah kehilangan makna haji itu sendiri
Oleh karenanya, persiapan yang dilakukan haruslah menyeluruh. Bukan hanya persiapan fisik namun juga persiapan spiritual dan mental.
Oleh: Muhammad Ghifari
Disarikan dari buku “Panduan Lengkap Ibadah Menurut Al-Qur’an, Al- Sunnah dan Pendapat Para Ulama” karya Muhmmad Bagir