Perjalanan Spritual Habib al-‘Ajami: dari Seorang Rentenir Menjadi Sufi

Perjalanan Spritual Habib al-‘Ajami: dari Seorang Rentenir Menjadi Sufi

Perjalanan Spritual Habib al-‘Ajami: dari Seorang Rentenir Menjadi Sufi

Allah Swt. memberikan hidayah kepada siapapun yang Dia kehendaki untuk memperoleh hidayah-Nya. Banyak orang yang diawal kehidupannya dilalui penuh dengan kemaksiatan dan kekufuran kepada Allah SWT, namun sebelum akhir kehidupannya ia dianugerahi hidayah petunjuk-Nya, sehingga mengantarnya kepada ajaran dan syariat Allah SWT.  Bahkan, banyak pula yang menjadi pemuka agama, misalnya Habib al-’Ajami.

Habib bin Muhammad al-’Ajami al-Bashri adalah seorang pemuka sufi di abad kedua hijriah. Beliau wafat pada tahun 120 H. Habib merupakan murid dari Imam Hasan al-Bashri. Habib al-’Ajami dikenal sebagai pribadi yang ahli ibadah dan zuhud terhadap dunia. [Lihat di Tarikh Ad Dimasyq karya Ibnu Asakir]

Awalnya Habib al-’Ajami adalah seorang yang kaya raya. Sebagian besar harta kekayaannya diperoleh dari profesinya sebagai rentenir di daerahnya. Habib al-`Ajami biasa memberikan bunga pinjaman kepada orang-orang yang berhutang kepada dirinya. Karena profesinya tersebut, ia sering diejek oleh anak-anak yang ada di kampungnya sebagai “linta darat”.

Tiap kali Habib al-’Ajami melewati jalan yang digunakan anak-anak kecil berkumpul, mereka selalu berteriak seraya menunjuk Habib al-’Ajami, “Lihatlah, Habib al-’Ajami, si Lintah Darat itu berjalan ke arah kita. Ayo kita lari darinya, sebab apabila kita terkena debu yang berasal dari tubuhnya, niscaya kita akan terkutuk sebagaimana dirinya.”

Terlalu sering mendengar ejekan dari anak-anak kecil tersebut, membuat hati Habib al-’Ajami terluka. Ia tidak tahan lagi dengan ejekanan anak-anak kecil itu. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk berhenti dari profesinya dan bertaubat kepada Allah SWT. serta membagikan harta kekayaannya kepada umat Islam.

Terkadang hidayah kepada seseorang melalui beberapa perantara yang teramat menyakitkan apabila mengenai hati yang telah dikuasai oleh hawa nafsu yang buruk. Bisa jadi, celaan atau hinaan yang dilontarkan seseorang kepada kita, dapat memperbaiki diri kita. Ada ungkapan bahwa celaan dan cacian seorang musuh itu lebih bisa memperbaiki diri seseorang ketimbang sanjungan dan pujian temannya kepada diri orang tersebut.

Abu Ja’far As Sa’ih berkata, bahwasanya Habib al-’Ajami berdoa dan digenggamannya terdapat beberapa hartanya, “Duhai Tuhanku, sesungguhnya aku membeli diriku ini (bertaubat kepada-Mu dengan bersedekah) dengan hartaku ini, maka bebaskanlah aku (dari jeratan dosa-dosaku ini).”

Setelah berdoa demikian, di esok harinya Habib al-’Ajami menyedekahkan seluruh harta kekayaannya, dan membaktikan dirinya untuk beribadah kepada Allah SWT, dengan berpuasa, berdzikir dan memperbanyak shalat sunah.

Beberapa hari setelahnya, ketika berjalan Habib Al’ajami menuju arah rumahnya, Ia bertemu dengan gerombolan anak kecil yang dulu mengejeknya. Anak-anak itu berkata, “Sstt… Diamlah. Liatlah itu Habib al-’Ajami al ‘Abid (orang yang ahli ibadah) itu telah datang.”

Mendengar hal itu, Habib al-’Ajami menangis, seraya berkata, “Duhai Tuhanku. Engkaulah Zat yang memuji seseorang dan Engkau pula lah yang mencela seseorang. Sesungguhnya segala sesuatu berasal dari sisi-Mu.”

Sejak saat itu, Habib al-’Ajami memalingkan perhatiannya dari segala perkara duniawi (hal-hal yang melalaikan diri dari mengingat Allah SWT.) dan membaktikan dirinya untuk beribadah kepada Allah Swt.

Habib al-’Ajami pun berguru kepada Imam Hasan al-Bashri. Ia mempelajari berbagai ilmu agama dari sang guru. Sebab, kegigihannya dalam mengabdikan dirinya kepada Allah SWt dan semangatnya dalam belajar ilmu agama ia memiliki kedekatan dengan sang guru.

Pernah suatu ketika, Habib al-’Ajami sedang ber-uzlah di suatu gua. Tiba-tiba Imam Hasan al-Bashri datang untuk bersembunyi. Ternyata, Hasan al-Bashri sedang dikejar-kejar oleh tentaranya Hajjaj sebab permasalahan kenegaraan. Hasan al-Bashri pun bersembunyi dalam gua tersebut agar tak tertangkap.

Selang beberapa waktu, para tentara itu tiba di mulut gua. Mereka bertanya kepada Habib al’-Ajami, “Apakah kau melihat Hasan Albashri hari ini?” Habib menjawab, “Iya. Ia ada di dalam gua.” Mendengar jawaban tersebut, segera para tentara memasuki gua untuk menyusuri gua guna menemukan Hasan al-Bashri. Setelah sekian lama, mereka tidak menemukan Hasan al-Bashri, para tentara itu pun bergegas pergi.

Imam Hasan al-Bashri keluar dari persembunyiannya, seraya berkata, “Habib, engkau adalah murid yang berbakti kepada guru. Mengapa engkau memberitahu persembunyianku?” Habib al’-Ajami menjawab, “Duhai Imam, andaikata tadi aku berdusta niscaya kita berdua akan ditangkapnya dan tak ada yang selamat di antara kita.”

Mendengar jawaban sang murid, Hasan al-Bashri berkata, “Lantas, ayat-ayat apa yang engkau baca sehingga aku terlindungi dari kejaran dan penglihatan mereka.” Habib pun menjawab, “Tadi aku membaca ayat kursi sepuluh kali, dua ayat terakhir al-Baqarah sepuluh kali, dan surat al-Ikhlash sepuluh kali. Lalu aku berdoa kepada Allah SWT. Yaa Allah, telah kutitipan guruku Hasan al-Bashri kepada-Mu maka lindungilah dia.” Mendengar hal itu, Hasan al-Bashri merasa takjub dengan keluasan ilmu sang murid.

Perjalanan hidup Habib al-‘Ajami dapat kita ambil pelajaran, bahwasanya hidayah petujuk adalah semata-mata wewenang dan hak prerogatif Allah SWT. Jangan terlalu mudah melabeli neraka kepada seseorang karena amaliahnya yang saat ini masih buruk, boleh jadi di akhirnya ia menjadi seseorang yang memiliki kedudukan di sisi Allah SWT. (AN)

Wallahu A’lam.