Perjalanan AR Fachruddin Naik Haji: Ka’bahnya Memang Terasa Biasa Saja, Tapi Penuh Makna

Perjalanan AR Fachruddin Naik Haji: Ka’bahnya Memang Terasa Biasa Saja, Tapi Penuh Makna

Perjalanan AR Fachruddin Naik Haji: Ka’bahnya Memang Terasa Biasa Saja, Tapi Penuh Makna
Foto diambil pada tahun 1927, seratus tahun yang lalu, atau bersamaan dengan keberangkatan buya Hamka ke tanah suci (foto: Haramain Archive)

Islami.co (Haji 2024) — AR Fachruddin, seorang tokoh yang telah tiga kali menunaikan ibadah haji, memiliki pengalaman yang menarik dan penuh makna dalam perjalanannya ke Tanah Suci. Pengalaman pertamanya adalah pada tahun 1965 sebagai bagian dari Majelis Pimpinan Haji (MPH). Kemudian, pada kesempatan kedua, ia mendapat undangan dari Menteri Agama saat itu, Bapak Alamsyah Ratuperwiranegara. Pada tahun 1992, ia kembali menunaikan ibadah haji bersama Pimpinan Pusat Muhammadiyah atas undangan dari kerajaan Arab Saudi. Dalam perjalanan ketiganya, ia ditemani oleh K.H. Ahmad Azhar Basyir, H. Prodjokusumo, Drs. Sutrisno Muhdam, dan H. Rosyad Sholeh.

Dalam pandangannya, ibadah haji adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu, sebagaimana tertulis dalam manistato’a alaihis sabila. Menurut AR Fachruddin, tidak perlu menunggu panggilan khusus dari Nabi Ibrahim, karena kesempatan yang ada sudah merupakan panggilan untuk menunaikan ibadah haji. Ia menekankan bahwa haji yang mabrur adalah haji yang bersih dari kesalahan, dan pahalanya adalah surga, sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi Muhammad.

Ketika pertama kali melihat Ka’bah, AR Fachruddin merasakan syukur yang luar biasa. Namun, dalam penuturannya, ia mengungkapkan bahwa Ka’bah itu sebenarnya tampak biasa saja. Baginya, yang luar biasa adalah perasaan bahwa dirinya telah sampai di Mekah dan benar-benar menghadap Allah. Fakta bahwa ia bisa berada di tempat suci tersebut membawa rasa syukur yang mendalam, meskipun secara fisik Ka’bah tidak lebih dari bangunan sederhana.

Perjalanan menuju Madinah memberikan pengalaman emosional yang kuat bagi AR Fachruddin. Di sana, ia menangis terharu mengingat perjuangan Rasulullah dalam menyebarkan agama Islam. Ketabahan dan pengorbanan Rasulullah dalam menghadapi berbagai cobaan membuat AR Fachruddin merasa sangat hormat dan kagum. Mengingat betapa beratnya cobaan yang dihadapi oleh Rasulullah, ia merasa sangat beruntung dapat menapakkan kaki di Tanah Suci Mekah, seolah-olah ia benar-benar menghadap Allah.

AR Fachruddin juga menekankan pentingnya sikap rendah hati dan tidak berlebihan ketika berinteraksi dengan orang Arab selama perjalanan haji. Ketika kapalnya mendekati Jeddah, ia mengumpulkan para jamaah dan meminta mereka untuk tidak bersikap berlebihan dalam memberi hormat kepada orang Arab. Ia menekankan agar para jamaah tetap bersikap biasa saja dan tidak terpengaruh oleh budaya setempat yang mungkin berbeda dengan kebiasaan mereka.

Pengalaman menunaikan ibadah haji memberikan banyak pelajaran dan pemahaman mendalam bagi AR Fachruddin. Ia melihat bagaimana jutaan umat Islam dari seluruh dunia berkumpul dengan satu tujuan: beribadah kepada Allah. Perbedaan bahasa, budaya, dan latar belakang hilang di tengah lautan manusia yang bergerak serentak dalam rangkaian ibadah haji. Pengalaman ini mengajarkan pentingnya persatuan dan solidaritas antarumat Islam.

Setiap kali kembali dari menunaikan ibadah haji, AR Fachruddin selalu membawa pulang semangat baru untuk memperbaiki diri dan berbuat lebih baik. Ibadah haji mengingatkannya akan tujuan hidup yang sesungguhnya dan pentingnya menjalani hidup dengan penuh keikhlasan dan ketulusan hati. Ia merasa semakin dekat dengan Allah dan semakin memahami makna dari ibadah yang dijalani.

Bagi AR Fachruddin, haji bukan hanya tentang perjalanan fisik menuju Tanah Suci, tetapi juga tentang perjalanan hati menuju ridha Allah. Ia berharap bahwa semua umat Islam yang memiliki kesempatan untuk menunaikan ibadah haji bisa merasakan kedamaian dan keindahan spiritual yang sama. Ia berdoa semoga semua umat Islam yang menunaikan ibadah haji diberikan kemudahan dan keberkahan, serta diterima amal ibadahnya sebagai haji yang mabrur.

Pengalaman dan penuturan AR Fachruddin tentang Ka’bah yang tampak biasa saja namun penuh makna memberikan perspektif yang unik tentang pentingnya ikhlas dan rendah hati dalam menjalani ibadah haji. Bagi AR Fachruddin, esensi haji terletak pada kesungguhan hati dan niat yang murni untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan pada penampilan fisik atau keindahan tempat itu sendiri.

(AN)