Isra Mi’raj merupakan perjalanan mengejutkan Rasulullah SAW dari Mekah ke Palestina dan melewati 7 langit hanya dengan kurun waktu satu malam. Tidak sampai disitu, perjalanan agung itupun memperlihatkan banyak sekali hikmah dari surga dan neraka, serta pertemuan-pertemuan Rasulullah SAW dengan para Nabi dan Rasul terdahulu. Lalu, bagaimana Isra Mi’raj dijelaskan menggunakan tinjauan sains?
Sulit Diterima oleh Akal Manusia
Perjalanan yang sulit diterima oleh akal manusia yang terbatas mengakibatkan munculnya pertanyaan-pertanyaan yang sulit terjawab. Terlebih pada masa Rasulullah SAW teknologi tidak secanggih sekarang, kendaraan tercepat yang biasa digunakan hanyalah unta. Tidak ada mobil-mobil dengan kecepatan tinggi seperti Lamborgini atau pesawat jet di zaman itu,.
Seperti teknologi yang semakin berkembang jika kita menoleh kebelakang, seperti itu pula alam semesta. Bumi tentu besar apabila terlihat dari sudut pandang kita sebagai manusia. Namun, jika kita tarik lagi ke atas, bumi hanyalah satu titik kecil dalam galaksi Bima Sakti. Begitu pula galaksi Bima Sakti, hanya terlihat sebagai satu titik kecil dalam luasnya alam semesta.
Manusia yang terbatas pada ruang dan waktu, membuat kita tidak bisa walau hanya sekedar membayangkan perjalanan Isra’ Mi’raj yang bisa terjadi hanya dalam kurun satu malam saja. Akan tetapi, sebenarnya Isra Mi’raj bisa dijelaskan dengan menggunakan tinjauan sains. Bagaimana penjelasannya?
Tinjauan Sains Atas Isra Mi’raj
Ruang Manusia yang Terbatas
Ruang pun terbatas, manusia bisa saja melihat jarak antar Mekah dan Palestina begitu jauh dan butuh berhar-hari lamanya bila dilakukan dengan berjalan kaki. Sedikit terobati apabila kita melakukannya di zaman sekarang dimana kita bisa menggunakan pesawat.
Namun, lebih dari itu bila kita melihat bumi dalam satu titik dari tempat yang jauh di sana. Mekah dan Palestina hanyalah satu titik yang sama, sau titik yang berada di bumi. Dimana Ka’bah? Maka kita akan menunjuk pada satu titik ‘Bumi’, begitu pula ketika kita bertanya dimana Indonesia, jawabannya tetap di titik berama Bumi.
Analogi ruang itu, seperti kertas. Apabila kita sebagai manusia melihat ujung-ujung kertas, kertas itu akan terasa jauh. Karena kita manusia yang tidak memiliki kekuatan untuk melipat ruang. Namun, tidak dengan Allah, Allah tidak terbatas.
Allah bisa Melipat ruang. Seperti ujung-ujung kertas yang terlipat seperti itu pula ruang yang awalnya terasa jauh bisa sedekat jari manis dan jari kelingking. Mekkah dan Plestina tidak lagi sejauh pandangan kita, dalam kuasa Allah tentu keduanya bisa menjadi dekat, karena Allah SWT melipat jarak antar keduanya.
Waktu yang Relatif
Waktu juga terbatas pada ruang dan benda-benda yang bergerak. Perhitungan rumit antara hari, bulan dan tahun dihitung berdasarkan pergerakan matahari dan bulan. Jadi apabila matahari dan bulan berhenti maka waktu dalam pandangan kita sebagai manusia pun berhenti.
Albert Einstein salah satu ilmuan ternama asal Jerman beranggapan bahwa waktu adalah suatu hal yang relatif. Artinya, saat sesuatu mampu bergerak setara atau lebih dari kecepatan cahaya atau setara 300.000 km/detik maka kita seperti membuat waktu itu sendiri berhenti. Al-Qur’an pun telah menjelaskan konsep waktu dalam QS. Al-Hajj: 47
وَيَسْتَعْجِلُوْنَكَ بِالْعَذَابِ وَلَنْ يُّخْلِفَ اللّٰهُ وَعْدَهٗۗ وَاِنَّ يَوْمًا عِنْدَ رَبِّكَ كَاَلْفِ سَنَةٍ مِّمَّا تَعُدُّوْنَ
“Dan mereka meminta kepadamu (Muhammad) agar azab itu disegerakan, padahal Allah tidak akan menyalahi janji-Nya. Dan sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.”
Ayat tersebut mengingatkan kembali pada kita bahwa waktu adalah suatu hal yang relatif, tergantung oleh siapa waktu tersebut diamati. Dengan begitu, Isra Mi’raj -perjalanan hebat yang dilakukan Rasulullah SAW- bisa jadi masuk akal dilakukan hanya dalam satu malam.
Karena sebagai manusia yang penuh keterbatasan, waktu Satu Malam dengan perjalanan yang begitu jauh adalah satu hal yang tidak bisa kita bayangkan. Buya Syakur dalam kanal Youtubenya berpesan: Dimensi ruang dan waktu yang relatif itu, seharusnya tak lagi aneh kalau Isra Mi’raj itu sungguh hanya terjadi satu malam saja. (AN)