Perempuan-perempuan Perkasa dalam Sejarah Islam

Perempuan-perempuan Perkasa dalam Sejarah Islam

Perempuan-perempuan perkasa dalam sejarah Islam

Perempuan-perempuan Perkasa dalam Sejarah Islam

Ada banyak pihak yang menganggap (atau bahkan menuduh) Islam itu tidak memuliakan dan menghargai kaum perempuan. Mereka menilai Islam itu sebagai “agama kejam” yang menempatkan kaum perempuan semata-mata sebagai “objek kekerasan”, baik “kekerasan domestik” (rumah tangga) maupun “kekerasan publik”, baik “kekerasan kultural” maupun “kekerasan struktural” (politik-kekuasaan).

Anggapan ini dibangun dan didasarkan pada sejumlah fakta yang memang sangat miris tentang derita kaum Hawa semasa Rezim Taliban, Afganistan, misalnya. Parahnya lagi, ada sejumlah tokoh dan kelompok Islam yang memandang perempuan itu tidak lebih sebagai “mahluk pemuas laki-laki” belaka yang sudah “selayaknya” untuk “ditindas” baik di ranjang maupun diluar ranjang. Dunia bagi sejumlah kelompok “misoginis” adalah milik kaum laki-laki karena itu wajar apabila kaum perempuan itu mundur atau dimundurkan, terbelakang atau diterbelakangkan.

Persepsi, penilaian dan tindakan “miring” terhadap kaum perempuan ini justru bertolak belakang dengan fakta-fakta tentang penghargaan Islam yang luar biasa terhadap kaum perempuan. Ini misalnya dibuktikan dengan munculnya cukup banyak nama perempuan-perempuan Muslimah perkasa dalam sejarah kebudayaan Islam klasik dan pertengahn apalagi era modern. Mereka muncul dengan beragam profesi sebagai ahli hadis, penulis, pendidik, dokter, pustakawati, mistikus, saudagar, ahli hukum, intelektual, sejarawan dan masih banyak lagi.

Nama-nama seperti Aisyah, Al-Shifa bint Abdullah, Umm Darda al-Sughra, Hafsa bint Umar, Sayyida Nafisa, Rabia Basri, Fatimah al-Fihri, Ammat al-Wahid, Fahrun Nisa Shuhdah, Fatimah al-Batayahiyah, Lubna, Zainab bint Umar al-Kindi, dan masih banyak lagi hanyalah sekelumit contoh dari para perempuan perkasa yang memberi sumbangan luar biasa besarnya dalam sejarah dan perkembangan peradaban Islam di berbagai bidang: pendidikan, politik-pemerintahan, keilmuan dan kajian keagamaan dlsb. Mereka menjadi bintang-bintang cemerlang yang bersinar terang di saat Eropa sedang gelap gulita, apalagi Amerika yang baru lahir beberapa abad lalu.

Al-Shifa bint Abdullah misalnya dikenal sebagai perempuan pertama yang memiliki kemampuan menulis di Mekah pada zaman Nabi Muhammad sehingga ia mengajari menulis komunitas Muslim awal dalam sejarah awal Islam, termasuk Hafsah, putri Umar. Bukan hanya itu ia juga dikenal sebagai seorang “dokter tradisional” yang sangat berjasa mendampingi Nabi Muhammad. Kemudian Fatimah al-Fihri berjasa dalam mendirikan Masjid Qarawiyyin dan madrasah di Fez, Maroko, pada abad ke-9 yang kini menjadi University of Qarawiyyin dan diklaim sebagai universitas tertua di dunia, sementara masjidnya menjadi salah satu yang termegah di Afrika Utara.

Sayang seribu sayang peranan, jasa, dan kontribusi luar biasa dari para perempuan Muslimah perkasa ini lambat laun tenggelam dan “ditenggelamkan” oleh sejumlah kaum lelaki yang sok berkuasa, sok jagoan, sok keminter, sok penentu surga, dan sok-sok yang lain. Karena monopoli kaum lelakilah (baik monopoli wacana keagamaan maupun monopoli dunia kepolitikan dan kebudayaan), nama-nama hebat kaum perempuan Muslimah menjadi tenggelam dalam limbo sejarah. Celakanya lagi, banyak kaum perempuan Muslimah kini yang rela “dieksploitasi” dan “dikadali” oleh para ustad karbitan yang rajin mengiming-imingi surga dan menakut-nakuti mereka dengan neraka. Kaum perempuan, selamat meneladani Raden Ajeng Kartini dan jangan mau ya dikibuli oleh “Ustad Kartono”…

Jabal Dhahran, Arab Saudi